Tampilkan postingan dengan label Cara Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cara Mendidik Anak. Tampilkan semua postingan

05 Mei 2011

Mencari Cinta di Luar Rumah

Kebanyakan anak-anak sulit bersahabat dengan orang tua karena apapun tema pembicaraannya selalu dengan nada marah-marah! Anak selalu jadi terdakwa, jika tak menemukan cinta di rumah; mereka (anak-anak) akan menjelajah ke luar rumah mencari cinta yang lain...



28 April 2011

Puisi Anak

Barangkali lebih mudah menunjukkan “ini sebuah puisi” daripada “menerangkan apa itu puisi?

Jika kita mendengar orang membaca puisi, secara cepat kita bisa bilang : “Nak, itu puisi.” Kalau si kecil bertanya : “Ayah, puisi itu apaan sih? Saya dan Anda pasti tergagap.

“Puisi bukan sekuntum mawar, tetapi ia memancarkan semerbak wangi bunga mawar. Puisi bukan lautan, tetapi memperdengarkan gemuruh suara laut” (Eleanor Parton)


Puisi hadir kepada anak terutama dibacakan (jika anak belum pandai membaca). Ini contohnya :

Adakah Kicau Burung Gereja Itu di Pagi Ini

Adakah kicau burung gereja itu
Di pagi ini, mama?
Sehari kemarin ia berhenti
Menyanyi
Barangkali kehausan, paruhnya
memerah seakan terbakar

Adakah burung itu menyanyi
Kembali pagi ini, mama?
Karena kemarin paruhnya terluka
Dan kakinya patah
Setelah dilempar anak-anak nakal
Terkapar di tanah

Kasihan mama, kemarin ia ditinggal
Teman-temannya lalu kuobati
Adakah sekarang ia terbang
Bersama kembali ?

(Sherly Malinton, Bunga Anggrek untuk Mama, 1981:18)

Doa Yatim Piatu

Tuhan
Beri aku mama

Tuhan
Beri aku papa

Amin…!
(Sherly Malinton, Bunga Anggrek untuk Mama, 1981:38)

***
Seorang anak mengigau dalam tidur
Karena boneka plastik mainannya
Pecah dibanting papa

Akh, jangan papa, jangan!
Sebenarnya boneka plastik itu tidak bersalah
Taty yang menyimpannya di atas meja papa
Menumpahkan tinta.

Akh, jangan papa, jangan!
Akh…!
Boneka plastik milikku satu-satunya, kini
Telah patah dan kepalanya pecah
Karena papa telah membantingnya di lantai,
padahal Taty hanya menyimpannya di atas meja
Sehingga menumpahkan tinta

(Sherly Malinton, Bunga Anggrek untuk Mama, 1981: 8)

Bulan

Bulan, sahabatku, mengapa engkau kelihatan muram?
Adakah keresahan dalam dadamu yang datangnya tiba-tiba.
Katakanlah, barangkali aku dapat menolongmu.

Bulan sahabatku, mungkin engkau marah
Karena pagi tadi di sekolah nilai ulanganku
Mendapat angka lima
Kalau begitu maafkan aku,
Itu memang kesalahanku.

Bulan sahabatku, lihatlah mataku berkaca-kaca!
Karena dari tadi engkau cemberut saja.
Baiklah, aku berjanji belajar lebih giat lagi,
Karena ingin melihat engkau
Tersenyum kembali

(Sherly Malinton, Bunga Anggrek untuk Mama, 1981:11)

Anak Ayamku

Anak ayamku
Bulumu sekuning
Matahari di langit biru
Mencicit-cicit di pangkuanku

Anak ayamku
Kau kuberi nama TITI
Yang artinya adik laki-laki
Karena kau sudah kuanggap adikku sendiri

Anak ayamku
Sekarang kau pasti melihat
Dari pangkuan Yang Maha Kuasa
Aku sedang menulis puisi
Yang kupersembahkan
Khusus untukmu

(Jane Yang, 9 tahun, SD Regina –Pacis, Bogor)

Mama, Ada Orang Minta-Minta di Pintu Pagar

Mama, ada orang minta-minta di pintu pagar
Kasihan sekali. Matanya buta jalannya meraba-raba
Sherly hanya dapat memberinya sepotong coklat dan gula-gula
Karena sisa uang jajanku hari ini habis untuk membeli buku

Mama, ada orang minta-minta di pintu pagar
Kasihan sekali. Tampaknya lapar dan belum makan dari pagi.
Barangkali uang belanja masih tersisa
Sebagian dapat diberikan padanya
Untuk membeli sebungkus nasi atau makanan

Mama, orang minta-minta itu telah meninggalkan pintu pagar
Dengan uang yang dua puluh lima rupiah
Wajahnya kelihatan cerah

Ia kembali berjalan tersaruk-saruk
Dituntun oleh tongkatnya
Menuju rumah tetangga.

(Sherly Malinton, Bunga Anggrek untuk Mama, 1981:16)


Nah, kalau kamu sudah hapal huruf, nanti ayah ajarkan cara membuat puisi.
Dari bulan, bintang, tanaman cabe di pot oma, dan angin sepoi-sepoi yang selalu jadi teman mainmu nak…






04 April 2011

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana disekitar mereka.

Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.

Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat, “Itu burung gagak, Ayah!”

Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat: “BURUNG GAGAK!” Si ayah terdiam seketika.

Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, “Itu gagak, Ayah.
” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.

“Ayah! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan?Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.

Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama.

“Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”

Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.

“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.” Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara: “Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”

Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

19 Februari 2011

12 Cara Nabi Muhammad saw dalam Mendidik Anak

Seperti apakah ketika nabi muhammad mendidik anak-anaknya kala itu? Praktik cara Nabi Muhammad saw dalam mendidik anak dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”mereka pun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.

2. Ketika Ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Nabi Muhammad saw, sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah Ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak Ja’far. Ketika mereka datang, beliau menciuminya. Sambil meneteskan air mata. Asma bertanya kepada beliau karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.

“Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan Anda menangis? Apakah sudah ada berita yang sampai kepada Anda mengenai suamiku Ja’far dan kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar, mereka hari ini ditimpa musibah.” Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orng perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad saw kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “Janganlah kalian melupakan keluarga Ja’far, buatlah makanan untuk mereka, kerena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian Ja’far.”

3. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menangis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan Mut’ah. Lalu Nabi Muhammad saw pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.

4. Al-Aqraa bin Harits melihat Nabi Muhammad saw mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barangsiapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan disayangi.”

5. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad saw supaya didoakan, dimohonkan berkah dan diberi nama. Anak tersebut dipangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “Jangan diputuskan anak yang sedang kencing, buarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.” Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.

6. Ummu Kholid binti Khoid bin Sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasulullah dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad saw ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak!

7. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).”

8. Nabi Muhammad saw melakukan shalat, sedangkan Umamah binti Zainab diletakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut diletakkanya dan bila berdiri diletakkan lagi di leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .

9. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah pernah lama sekali sujud dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau Anda sedang menerima wahyu. Nabi Muhammad SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku ditunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesa-gesa sampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhuma

10. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah putrinya, yaitu Sayyidah Fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia. Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.

11. Nabi Muhammad saw sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.

12. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah saw keluar rumah untuk menunaikan shalat id. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya compang-camping dan kakinya tiada bersandal.

Rasulullah saw pun mendekatinya , lalu diusap-usap anak itu mendekapya ke dada beliau seraya bertanya, “Mengapa kau menangis, nak? ” Anak itu hanya menjawab, “Biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah saw yang terkenal sebagai pengasih. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawin lagi. Hartaku habis dimakan suami ibuku, lalu aku diusir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih melihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.”


Baginda Rasulullah saw lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “Mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah saw pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan diberinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.

Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menangis, mengapa sekarang bergembira?” jawab anak itu, tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah.”

Anak-anak lain bergumam, Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara, oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat.


01 Februari 2011

Belajar Mendongeng, Ceritakan Biografi Anak Anda

Di malam hari, ditemani bintang-bintang kecil di langit. Duduklah di teras rumah Anda. Dekap anak dalam pangkuan Anda sambil menunjukkan buku kenangan masa bayinya: kartu hamil, foto USG, sepatu bayinya, lukisan abstrak pertamanya, sepatu bayinya, buku cerita favoritnya, kebiasaan uniknya, dan sebagainya.

Berbincanglah mengenai hari lahirnya, hari pertama kali ia pulang ke rumah (dari rumah sakit), bagaimana cara memilih namanya, dan sebagainya.

Kegembiraan Anda menceritakan hal itu sama besar dengan kegembiraan anak Anda mendengarkan cerita Anda. Inilah cara yang asyik untuk belajar mendongeng lewat biografi anak Anda. Selamat bersenang-senang.

25 Januari 2011

Sudah Saatnya Ia Mandiri

Berapa usia si kecil Anda saat ini? Apakah ia sudah memasuki usia 1-3 tahun? Usia yang kita sebut sedang ‘lucu-lucunya’, karena ia mulai dapat berjalan, mulai bereksplorasi dan mulai juga dapat berbicara.

Banyak anak juga yang mulai bersekolah pada usia ini. Kedua anak saya pun, mulai bersekolah pada waktu mereka berusia 1 tahun. Apakah ia memang perlu bersekolah? Bersekolahnya sendiri sebenarnya tidak apa-apa, tergantung dari apa yang dipelajari di sekolah tersebut. Bila sekolah lebih menekankan pada kemampuan motorik kasar, seperti berjalan, berlari, melompat, menyanyi, menari, tentu akan membantu perkembangan anak.

Namun sebenarnya, ada hal yang jauh lebih penting pada masa ini, yang harus diselesaikan oleh anak-anak. Cobalah anda alami, si kecil kita, yang berusia 1.5 tahun, biasanya ingin sekali makan sendiri. Mungkin ia senang duduk dipangkuan kita dan mengambil makanan sendiri dari piringnya. Bila keinginan ini dilarang terus menerus, keinginannya untuk makan sendiri akan hilang dan akhirnya sampai SD pun ia masih harus disuapi agar mau makan.


Anak kita, yang sudah berusia 1-3 tahun memang mulai ingin mengerjakan semuanya sendiri. Mungkin ia bahkan sekarang sedang belajar untuk memakai sepatu sendiri. Parasnya tampak amat senang saat ia berhasil memasukkan sepatu ke dua kaki kecilnya.

Menurut Erik Erikson, di usia ini, tugas anak yang paling penting adalah membina kemandiriannya. Ia sedang mengalami masa Autonomy VS Shame or Doubt. Ia memang ingin belajar mengenali kemampuan dirinya sendiri melalui hal-hal yang dapat ia kerjakan sendiri. Bila berhasil, anak akan tumbuh menjadi anak yang mempunyai rasa self esteem yang baik. Dan ini adalah dasar-dasar dari rasa percaya diri.

Banyak orang tua yang mengikutkan anak pada berbagai lomba, untuk meningkatkan percaya diri anak. Namun pernahkah anda perhatikan, ada berapa orang yang mengikuti lomba tersebut dan berapa besar kesempatannya untuk menang? Rasa percaya diri terpupuk dari pengalaman keberhasilan yang kecil-kecil, dan yang terpenting adalah pujian kita saat anak berhasil melakukan sesuatu sendiri.

Bila masa ini gagal, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang pemalu atau ragu-ragu. Ia akan selalu bertanya-tanya, apakah ia mampu melakukan sesuatu. Ini yang belakangan sering saya temui pada klien saya. Mereka anak-anak SD atau SMP yang pandai, ber IQ tinggi, tapi sangat tidak PD dalam mengerjakan sesuatu dan tidak mau berusaha.

Ini terjadi karena mereka tidak pernah diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu di rumah. Mereka tidak diperbolehkan melakukan sesuatu yang kecil, dengan kemungkinan keberhasilan yang besar, seperti makan sendiri, mandi sendiri, membereskan permainan sendiri, dll, namun dituntut untuk melakukan hal yang besar, seperti bisa membaca, menulis, berhitung, tampil di depan umum dan melakukan hal-hal ‘hebat’ lainnya.


Apakah kemandirian bisa membuat kita menjadi melupakan orang lain dan menganggap kita bisa melakukan segala sesuatunya sendiri? Sama sekali tidak. Seseorang yang mandiri dan mempunyai self esteem yang baik, biasanya justru tahu, apa yang bisa ia kerjakan sendiri dan kapan ia harus minta bantuan orang lain. Selalu ada saat yang tepat untuk belajar, dan untuk usia ini, kemandirian adalah fokus belajarnya.

Sumber : ROSDIANA SETYANINGRUM


01 Januari 2011

Berbagi Pengetahuan Tubuh dengan Anak

Jangan menghindar saat anak sedini apapun usianya –mulai bertanya tentang bagian-bagian tubuh. Orang tua tetap sumber yang tepat bagi anak untuk mendapatkan jawabannya.

Anak sudah diajarkan membedakan laki-laki dan perempuan sejak ia memanggil orang tua dengan nama yang berbeda."
(Anita Chandra, Psikolog Anak)

Aturan utamanya adalah tidak boleh menampakkan anggota tubuh yang biasanya tertutup pakaian kepada orang lain, apalagi yang berbeda jenis kelamin. Anak harus belajar untuk mempertahankan diri ketika ada orangyang memintanya memperihatkan bagian tubuh yang bersifat pribadi.

Orang tua tidak boleh membiasakan anak untuk mandi bersama ataupun berganti pakaian bersama dengan orang dewasa, siapapun itu. Anak harus tetap diperlakukan terhormat, bukan dianggap sebagai benda yang tidak tahu apa-apa.

Orang tua harus memberikan kebebasan bertanya kepada anak. Ketika anak bertanya dari mana bayi lahir? Orang tua dapat menjawab dari perut. Tidak perlu buru-buru menjelaskan asal mula kehidupan dan proses kelahiran. Karena informasi yang belebihan akan membuat anak bingung. Cara praktisnya : ajak si kecil ke klinik dokter bersalin, atau ajak ia menengok teman Anda yang baru melahirkan.

Jangan pernah menghindar dengan mengatakan :” Kamu masih anak kecil, belum tahu apa-apa, itu urusan orang dewasa.”





28 Desember 2010

Saat Orangtua Jadi Idola Anak

SAAT banyak tokoh atau karakter bisa dijadikan panutan oleh anak, orangtua diharapkan bisa menjadi panutan paling arif. Sudah pantaskah kita menjadi panutan anak?

Kalau dihitung dengan jari, rasanya 20 jari kita tidak cukup untuk menyebutkan harapan kita terhadap masa depan anak, sebut saja pintar, sehat, sholeh, berbakti, sukses, baik hati, percaya diri, dan sebagainya.

Sebanyak apa orangtua ingin membangun masa depan anak, maka sebesar itu pula orangtua harus menjadikan dirinya demikian.

"Kita mau jadi orangtua yang seperti apa? Si kecil akan jadi anak yang seperti apa? Tuntutan pada anak sesuai dengan seperti apa seharusnya orangtua," tutur psikolog Tika Bisono pada gathering Sahabat Ristra di House of Ristra, Radio Dalam, Jakarta Selatan, Jumat (24/12/2010).

Sebelum pantas dijadikan idola, Tika menegaskan, orangtua harus menjadikan buah hatinya idola terlebih dahulu.

"Kalau belum bisa, kita belum layak jadi idola untuk mereka," tukasnya.

Sayang, pengharapan orangtua terlalu tinggi hingga tidak bisa menjadikan anak sebagai idola.

"Saat marah, orangtua menjadi tidak rasional. Pengharapan orangtua terlalu besar sehingga lupa menerima anak apa adanya. Kita terjebak dengan harapan-harapan yang tidak rasional terhadap anak," kata penulis My Teens My Inspiration ini.

Bagaimana cara menjadikan anak sebagai idola? Tika menjawab dengan pujian.

"Bentuk mengidolakan sama dengan memberi pujian. Kapan kita ingat untuk mengidolakan anak? Orangtua kalau ngomong pakai (nada) do tinggi terus, jadi lupa mengidolakan mereka. Kita tak bisa melihat kebaikan mereka," ujar Tika.

Untuk bisa memberi pujian pada anak, Tika menegaskan, orangtua harus belajar untuk menjadi pribadi asertif. Berbeda dengan kepribadian narsistik sebagai bentuk kelainan pemujaan sendiri, asertif adalah orang yang sangat tahu kelebihan, memahami talenta, dan berani mengutarakannya secara rendah hati, justru untuk dibagikan kelebihannya.

"Masalahnya, pola asuh kita jarang membiasakan kita menjadi asertif, tapi untuk rendah diri. Kita dilarang kelihatan berbeda, enggak boleh menyombongkan diri. Karena tidak bisa memuji diri sendiri, kita pun tidak cerdas memuji orang lain," tukasnya.

Tika mencontohkan, saat kita ingin memuji wajah teman yang makin bersih jerawat, alih-alih memakai kalimat, "Mukamu makin cerah, sekarang makin cantik“, kita lebih senang pakai kalimat "Tumben enggak jerawatan, pakai produk baru ya?" dengan wajah agak sinis. Dalam hati mengagumi, tapi sulit untuk bisa memuji.

"Self recognition sangat baik untuk perkembangan kepribadian. Saat orangtua tidak bisa mengapresiasi prestasi anak, di bidang apa pun, jangan harap kita bisa diidolakan anak. Mencontohkan dulu, baru menuntut ke anak," ujar Tika.

Sumber : okezone

Berkomunikasi Sesuai Bahasa Cinta Anak

Komunikasi memang penting, tetapi jika cara penyampaian dan feedback yang diharapkan tidak sesuai, apakah isi pesannya bisa tersampaikan? Komunikasi akan lebih bermanfaat dan optimal jika bahasa dan cara penyampaiannya tepat guna kepada si lawan bicara. Selain bahasa lisan dan tulisan, ada satu lagi bahasa yang tak diajarkan di sekolah, tetapi tanpa sadar juga penting dalam kehidupan kita sehari-hari, yakni bahasa cinta.

Menurut Gary Champan & Ross Campbell, MD, dalam buku mereka yang bertajuk The Five Love Languages of Children, terdapat 5 cara anak dan manusia memahami dan mengekspresikan cinta, yakni;
1. Sentuhan Fisik, 2. Kata-kata Mendukung, 3. Waktu Bersama, 4. Pemberian Hadiah, dan 5. Pelayanan. Umumnya setiap anak bisa menerima cinta melalui 5 bahasa di atas, namun ada satu bahasa yang paling dominan pada masing-masing anak. Berikut adalah tips dalam berkomunikasi dengan si kecil sesuai bahasa cintanya, seperti yang dituturkan oleh Maura X. Tupamahu, S.Psi, M.Psi, psikolog I Like Gym, pada saat acara temu ibu Sharing Mooment Komunitas Mamamoo Temanmoo yang diselenggarakan es krim Wall's Moo, beberapa waktu lalu.


1. Sentuhan Fisik
* Saat bertemu dan berpisah dengan si kecil, berilah pelukan.
* Saat si kecil stres, beri belaian untuk menenangkannya.
* Peluk dan cium si kecil saat ia tidur malam dan bangun pagi.
* Setelah mengajar disiplin pada si kecil, beri pelukan sejenak dan jelaskan bahwa pengajaran yang diberikan adalah untuk kebaikannya dan Anda tetap sayang padanya.
* Saat memilih hadiah untuknya, beri benda yang dapat ia pegang/peluk, seperti bantal, boneka, atau selimut.
* Saat menghabiskan waktu bersama si kecil, seperti menonton televisi bersama, duduklah berdekatan dengannya, sambil berpelukan.
* Sering-seringlah bertanya padanya apakah ia mau digandeng atau dipeluk.
* Apabila ia terluka, pegang dan peluk mereka untuk memberi kenyamanan.

2. Kata-kata Mendukung
* Saat menyiapkan bekal untuknya, masukkan kertas kecil berisi kata-kata mendukung.
* Saat ia berhasil mencapai prestasi, tunjukkan rasa bangga Anda dengan memberi kata-kata membangun, seperti "Mama bangga dengan adik bermain adil di permainan tadi," atau "Kakak baik sekali membantu adik membangun rumah-rumahan itu."
* Simpan hasil karya si kecil, seperti lukisan atau tulisan, dan pajang dengan tambahan tempelan kertas mengapa Anda bangga dengan karyanya itu.
* Biasakan mengucap kata, "Mama sayang kamu," tiap berpisah dengan si kecil atau menidurkannya di malam hari.
* Saat si kecil bersedih, bangun kepercayaan dirinya dengan mengucapkan alasan-alasan yang membuat Anda bangga padanya.

3. Waktu Bersama
* Coba libatkan anak dalam aktivitas-aktivitas Anda, seperti belanja ke supermarket, memasak, mencuci piring, dan lain sebagainya.
* Saat si kecil ingin bercerita, hentikan sejenak aktivitas Anda untuk benar-benar menatap dan mendengarnya.
* Ajak si kecil memasak bersama, seperti membuat kue atau camilan lainnya.
* Tanyakan kepada si kecil mengenai tempat-tempat yang ingin ia kunjungi, dan jika ada kesempatan, beri kejutan dengan mengajak mereka ke tempat-tempat tersebut.
* Biasakan untuk memintanya menceritakan hari yang ia lalui di sekolah atau aktivitas lain yang telah ia lakukan.
* Saat mengajak si kecil bermain, bermainlah bersamanya ketimbang hanya menonton.
* Jika Anda memiliki lebih dari 1 anak, tetapkan jadwal bermain dengan masing-masing anak secara individu, tanpa melibatkan yang lain.

4. Pemberian Hadiah
* Kumpulkan hadiah-hadiah kecil (tak perlu mahal) untuk diberikan kepada si kecil di saat-saat yang pas.
* Bawa permen atau camilan kecil lain yang dapat Anda berikan pada si kecil saat sedang bepergian.
* Beri makanan kesukaan si kecil, Anda bisa memasaknya sendiri atau mengajak si kecil ke restoran kesukaannya.
* Buah sebuah "kantong hadiah" berisi hadiah-hadiah (tak perlu mahal) yang dapat dipilih si kecil saat ia melakukan prestasi.
* Saat menyiapkan bekal untuknya, selipkan hadiah kecil untuknya.
* Buatkan semacam permainan teka-teki untuknya mencari hadiah dari Anda.
* Daripada membeli hadiah ulang tahun yang mahal, buatkan pesta ulang tahun meriah di tempat yang ia sukai.

5. Pelayanan
* Temani ia saat mengerjakan pekerjaan rumahnya.
* Saat ia sedih atau menghadapi kesulitan, buatkan makanan kesukaannya.
* Daripada menyuruhnya tidur, gendong atau gandeng mereka ke tempat tidur.
* Saat sedang bersiap-siap berangkat ke sekolah, bantu mereka memilih pakaian untuk hari itu.
* Mulai ajarkan si kecil mengasihi orang lain dengan memberi contoh membantu orang lain atau memberi sumbangan kepada orang yang kurang mampu.
* Saat si kecil sakit, angkat semangatnya dengan menonton film, membaca buku, atau masak sup yang ia sukai.
* Saat menyiapkan sarapan, makan siang, atau makan malam, selipkan makanan penutup atau camilan kesukaan mereka.

NAD

Editor: Nadia Felicia
Sumber : Kompas ; Selasa, 28 Desember 2010

30 Oktober 2010

Mengenal Angka 1 sampai 10

Seperti lidi
itulah angka 1

Seperti bebek
itulah angka 2

Seperti burung
itulah angka 3

Seperti kursi terbalik
itulah angka 4


Seperti badut
itulah angka 5

Seperti ular melingkar
itulah angka 6

Seperti tongkat kakek-kakek
itulah angka 7

Seperti telur bertingkat
itulah angka 8

Seperti balon bertali
itulah angka 9

Seperti lidi dan bola
itulah angka 10

02 Oktober 2010

Mengenal Abjad (A,I,U,E,O)

Seperti segitiga,
itulah huruf A

Seperti angka 1,
itulah huruf I

Yang seperti perahu,
itulah huruf U



Tiga jari ke samping,
itulah huruf E


Yang seperti bola,
itulah huruf O


Semuanya menjadi A,I,U,E,O


24 September 2010

19 Anak dari 1 Istri Tak Bersekolah

LIWA, KOMPAS.com — Seorang ayah di Lampung Barat bernama Asri M (45) memiliki 19 anak dari satu istri, Marsiah. Dia pun mengeluh tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk mengenyam pendidikan formal.

Dari 19 orang anak saya, tidak satu pun yang sekolah karena ketiadaan biaya serta lokasi sekolah yang jauh.

-- M Asri, warga Lampung Barat



"Dari 19 orang anak saya, tidak satu pun yang sekolah karena ketiadaan biaya serta lokasi sekolah yang jauh," kata Asri di Pekon (Desa) Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Lampung Barat, sekitar 330 kilometer dari Bandar Lampung, Kamis (23/9/2010).

Ia menjelaskan, sebagai buruh tani, penghasilannya sangat minim, yaitu Rp 25.000 per hari, dan untuk makan sehari-hari saja tidak mencukupi. "Selain masalah ekonomi, jarak sekolah ke rumah saya sangat jauh, butuh dua jam perjalanan. Keadaan jalan yang buruk membuat saya tidak memperbolehkan anak saya sekolah," ujarnya.

Ia menyatakan, keadaan ekonomi memaksanya tidak menyekolahkan anak-anak. "Sebenarnya saya tidak tega melakukan ini, tetapi mau bagaimana lagi. Ada yang ingin mengadopsi anak saya, tetapi tidak dibolehkan," tegasnya.

Asri mengaku menikah di usia sangat muda, yaitu 15 tahun, dan sang istri 14 tahun. Kini, masing-masing berumur 45 tahun dan 43 tahun. Kondisi tempat tinggal mereka sangat memprihatinkan. Rumahnya yang berukuran 3 meter x 2,5 meter dan berlantai tanah itu harus dihuni 23 anggota keluarga, bahkan dalam satu kamar ditiduri sekitar 12 anak-anak.

Usia anak pertama pasangan ini sekitar 19 tahun dan yang paling bungsu berusia empat bulan. Anak pertama mereka berstatus janda dan memiliki dua anak yang masih berumur 4 tahun dan 2 tahun.

Sumber : Kompas, Jumat, 24 Septrember 2010



22 September 2010

Meredakan Tangis Balita

Senjata paling ampuh anak-anak jika keinginan mereka tidak dikabulkan adalah menangis. Jika setiap kali menangis permintaan mereka dituruti, mereka akan belajar bahwa menangis dapat meluluhkan "sikap keras" ayah dan ibu. Menangis itu sebuah solusi.

Cara yang efektif untuk meredakan tangis balita adalah :

1. Berikan dia penjelasan sesuai dengan usia mereka

Misalnya : "Queency, jangan makan es krim malam-malam nanti sakit."

2. Kurung mereka di kamar dalam keadaan lampu menyala bersama orang dewasa (ayah, ibu atau om)


Misalnya : "Nak, kalau kamu tetap nangis minta es krim malam-malam gerimis seperti ini, kamu bunda kurung berdua sama ayah di kamar ya, kalau kamu udah nggak nangis lagi, kamu baru boleh keluar dari kamar."

3. Ucapkan terima kasih kepada mereka karena telah berhenti menangis

Dan berikan alternatif lain sebagai pengantinya. Misalnya :"Nak, kita beli roti aja ya, kalau beli es krim nanti kamu sakit."

4. Selamat mencoba

Itulah yang kami lakukan kepada Queency. Jika ia ngambek dan mengeluarkan jurus terakhirnya untuk memperjuangkan keinginannya lewat menangis.

Mengomeli Anak Harus dengan Nada yang Indah

Jakarta, Pendidik pertama sekaligus pendidik utama bagi anak tidak lain adalah orang tua. Untuk itu, berilah pendidikan yang menyenangkan dengan senyum dan nyanyian bernada indah bagi anak.

Pemahaman hakikat anak, pengenalan proses tumbuh-kembangnya, serta pengertian mendalam tentang keunikan masing-masing anak, hanya dipahami terutama oleh orangtuanya dibanding pihak-pihak lain yang terkait dengan dunia pendidikan si kecil.


Sedangkan para guru sebagai pendidik di institusi pendidikan baik formal maupun nonformal merupakan kelanjutan dari pendidikan orangtua.

Tapi tanda disadari, banyak orangtua yang merupakan pendidik utama justru menerapkan cara pengajaran yang salah, misalnya dengan menjewer atau membentak.

"Tanpa disadari, sudah terjadi kekerasan dalam keluarga dengan ibu dan ayah yang suka menjewer atau membentak," tutur Dr Seto Mulyadi, M.Psi, Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, dalam acara Smart Parents Conference di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (31/7/2010).

Keluarga diharapkan bisa benar-benar kembali menjadi The School of Love, yang merupakan salah satu mata rantai terpenting dalam membangun pola asih, asah dan asuh, guna membentuk anak berkarakter positif.

Karena itu, menurut Kak Seto, kesanggupan para orang tua untuk mau berubah sesuai dengan paradigma baru dalam mendidik putra-putrinya, adalah prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

"Senyumlah ketika menghadapi anak. Mengomel boleh saja, tapi sampaikanlah dengan nada yang lebih indah, mengomel dengan menyanyi misalnya," tambah Kak Seto.

Selain itu, orangtua hendaknya mau melangsungkan komunikasi yang efektif dengan anak, serta memahami benar-benar hakikat anak, yakni:

1. Anak bukan miniatur orang dewasa

Artinya, anak memang bukanlah orang dewasa yang seolah ukuran badannya saja yang kecil (mini). Anak tetaplah anak, yang belum cukup memiliki kematangan dan masih banyak kekurangan serta kelemahan dibandingkan dengan orang dewasa.

2. Dunia anak adalah dunia bermain

Artinya, dunia anak pada dasarnya adalah dunia yang menyenangkan, yaitu bermain. Bermain mempunyai arti suatu kegiatan yang menyenangkan, tanpa paksaan dan tanpa suatu target yang ketat ataupun kaku. Jadi proses pembelajaran pada anak, hendaknya dilakukan melalui aktivitas yang benar-benar diwarnai suasana kegembiraaan.

3. Anak memiliki kecenderungan meniru

Artinya, apa yang dilakukan anak, banyak yang merupakan hasil peniruan terhadap apa yang terjadi di sekililingnya. Sehingga berbagai perilaku anak (apakah itu perilaku baik atau kurang baik), acapkali doambil dari perilaku orang-orang di sekitarnya (ayah, ibu, kakak, guru, teman dan lainnya). Itulah maka para ahli sependapat bahwa mendidik pada dasarnya adalah memberikan teladan dan bukannya sekedar memberi instruksi, memarahi apalagi menghukum.

4. Setiap anak itu unik

Artinya, masing-masing anak memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Karena itu, tidak semestinya membandingkan seorang anak dengan anak lain. Betapa pun itu saudara kandung atau bahkan saudara kembar sekalipun.

5. Anak berkembang secara bertahap

Artinya, setiap anak niscaya mengalami proses tumbuh dan kembang. Dan proses tersebut berlangsung secara tahap demi tahap, bukannya secara 'sekali-gebrak'.

Demikian pula proses pendidikan yang berlangsung di sekolah sebagai lembaga pendidikan. Sudah saatnya untuk mengakhiri segala macam bentuk pembelajaran yang bersifat otoriter dan memasung pola pikir kreatif anak.

Sumber : detik.com, 1 Agustus 2010



Tips Bersikap Saat Anak Jadi Korban Perkelahian

Jakarta - Dalam proses interaksi anak yang sedang berkembang, ia akan menjalin komunikasi dengan anak lain. Dalam proses itu, seringkali terjadi pertengkaran. Simak tips mendidik yang mungkin berguna.

Usia dua hingga empat tahun adalah fase eksplorasi sosial. Anak mulai menaruh minat pada eksplorasi sosial yang lebih luas dengan mulai mencari teman untuk bermain bersama. Tidak jarang sering terjadinya konflik saat buah hati Anda bermain dengan teman-temannya dan ia bisa saja mendapat serangan fisik seperti, dipukul, dicubit, ditendang atau ditarik rambutnya. Bagaimana cara menyikapinya?

1. Biarkan menangis

Bila ia mendapat serangan fisik dan langsung bereaksi menangis di depan Anda, itu adalah reaksi yang wajar. Menangis adalah cara untuk memberitahukan kepada orang sekitar bahwa ia merasa terancam dan tidak nyaman dengan perilaku kasar temannya.

Jangan lantas memarahinya balik dan menyuruhnya untuk diam. Ia akan merasa semakin terpojok dan kejiwaannya akan berubah menjadi pendendam atau justru menjadi semakin cengeng.

2. Tidak langsung terlibat

Setiap anak memiliki cara sendiri dalam menyesuaikan bahkan mempertahankan diri. Biasanya anak yang mendapat perlakuan kasar dari temannya akan bereaksi dengan balas memukul, langsung lari begitu dipukul atau diam saja karena takut.

Untuk menyikapi hal ini, sebaiknya jangan langsung menghakimi apa yang telah anak perbuat karena dengan cara itu tidak akan mengajarkan anak bersikap benar dan berani.

3. Biarkan anak mengambil sikap

Latihan memecahkan masalah akan sangat berguna ketika ia akan tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Biarkan ia mengambil sikap bagaimana cara menyelesaikannya, tentu Anda harus memberinya masukan. Ajarkan ia menjadi anak yang berani bertanggung jawab dengan tindakannya, dan tidak perlu takut bila ia benar.

4. Rasa percaya diri

Bagi "korban", kalau peristiwa ini sudah lama terjadi, bisa jadi tumbuh perasan minder dan kecil hati dalam dirinya. Orangtua bisa membantu mengembalikan keberanian dan percaya dirinya dengan mengajarkan anak untuk lebih berani dan percaya diri. Coba ajarkan anak untuk bisa merespon perlakuan buruk yang menimpanya dengan kata-kata yang bijak.
(eya/fer)

Sumber : detik.com, 20 Agustus 2010


21 September 2010

Teriakan dan Pukulan Bisa Sebabkan Anak Bodoh

Serang (ANTARA News) - Pukulan dan teriakan yang kadang dimaksudkan untuk mendidik, justru dapat menyebabkan anak menjadi bodoh, demikian diingatkan oleh seorang psikolog.

"Otak yang seharusnya dipakai untuk berfikir, hanya dipakai untuk mempertahankan hidup akibat pukulan dan teriakan," kata psikolog Ery Soekresno dalam seminar "Mendidik Anak Tanpa Pukulan dan Teriakan" di Aula Setda Pemprov Banten di Serang, Minggu.

Ery mentakan, mendidik anak dengan cara memukul dan teriakan memang bisa mempercepat anak untuk mengerti yang diinginkan orang tua, namun hal itu bukan suatu penyadaran terhadap anak karena ada unsur keterpaksaan.

Seharusnya penegakkan disiplin dan aturan adalah melatih anak untuk dapat mengendalikan dorongan dari dalam dirinya sehingga tercapai tujuan yang mulia.

Mendidik anak, menurut Ery, tidak sama dengan menghukum. Tujuan pendidikan adalah menjadikan anak bahagia dan produktif dengan cara memberikan hasil karya nyata.

Jika mendidik dengan teriakan dan pukulan, maka yang bekerja adalah otak reftil yang ada di belakang, sehingga anak jadi bodoh karena menggunakan otak itu untuk mempertahankan hidup.

"Anak hanya berfikir untuk mempertahankan diri, sulit berfikir yang lain. Pukulan dan teriakan sudah tidak cukup, tapi anak harus faham," kata psikolog Kelompok Pecinta Pendidikan Bangsa (KPPB) tersebut.

Selain itu, kata Ery, cara mendidik anak dengan teriakan dan pukulan juga bisa mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri dan anak akan cenderung melakukan tindakan kriminal karena meniru perbuatan orang tuanya.

"Namun yang harus dilakukan orang tua adalah membuat aturan dan memberikan konsekuensi saat anak melanggar aturan, sesuai dengan apa yang dilanggarnya," kata Ery.

Seminar yang diselenggarakan oleh Taman Kanak Kanak Islam Terpadu (TKIT) Al-Izzah Serang tersebut diselenggarakan di Aula Setda Provinsi Banten, diikuti ratusan ibu-ibu dari wilayah Kota Serang.

Sumber : antara.com, 17 Januari 2010

Ajari Etika Sejak Anak Bisa Bicara

Kita sering mendengar kakek-nenek kita bilang, "Anak-anak sekarang kurang punya sopan santun". Keluhan tersebut semestinya membuat para orangtua berkaca, sudahkah memberi pelajaran soal budi pekerti pada buah hati.

Sopan santun perlu diajarkan dan dilatih, sebab kita tidak terlahir dengan sopan santun. Sopan santun dalam sikap dan kata-kata membuat orang lain merasa dihargai. Bersikap sopan bukan hanya hal yang baik untuk orang lain, tetapi juga membuat hidup lebih mudah.

Jika ingin memberi bekal masa depan yang baik untuk si kecil, berikut panduan membekalinya dengan sopan santun, seperti diulas Sheknows.


Mengapa perlu mengajarkan sopan santun?

Sudah jelas bahwa etika dan kesopanan harus menjadi norma saat berinteraksi dengan siapapun. Mengajari anak Anda sopan santun (juga mensyaratkan seluruh anggota keluarga) memberikan keterampilan penting dalam hidupnya.

"Jika seorang anak bisa bersikap sopan saat menyapa orang, menanggapi salam, mengajukan permintaan, menolak permintaan, mengajukan pertanyaan, dan mengungkapkan rasa ingin tahu mereka, maka mereka memiliki kekuatan," jelas Betty Bardige, psikolog perkembangan, pendidik, dan penulis Talk to Me Baby! How You Can Support Young Children's Language Development.

Dr Bardige menjelaskan, mengajarkan anak-anak sopan santun adalah lebih dari sekadar membesarkan anak dengan apa yang terlihat "baik”.

“Membesarkan anak dengan etika, maka Anda memberi jalan baginya untuk berperilaku dalam situasi sosial yang membuatnya merasa nyaman, membuat orang lain di sekitarnya nyaman, membuatnya lebih mungkin mendapatkan apa yang dia inginkan, dan kecil kemungkinan dia akan disepelekan atau tidak diperlakukan dengan hormat," papar Dr Bardige.

Sebagai orang dewasa, kita tahu bahwa tidak semua orang bertindak dengan tepat dan bahwa tidak semua orang bersikap sopan. Dengan mengajarkan etika kepada anak-anak, Anda sedang mempersiapkannya untuk bisa menangani situasi baru dan memperkuat hubungan sosialnya.

Kapan dan bagaimana mengajarkan etika pada anak?

Anda dapat mulai mengajarkan etika pada anak begitu Anda mulai bicara padanya. Mengutip pendidikan anak usia dini, "Lebih banyak adalah yang tertangkap daripada yang diajarkan." Apa artinya?

"Pada dasarnya, anak-anak meniru. Seperti yang mereka lihat orang dewasa berperilaku, mereka lebih cenderung mengikuti. Yang penting adalah tidak hanya mengatakan 'tolong' atau 'terima kasih’, khususnya, tapi bagaimana Anda memperlakukan orang dengan baik dan hormat," kata Dr Bardige.

Pelajaran tersebut diawali dengan cara Anda berinteraksi dengan si kecil. Memang, tak selamanya suasana hati dan emosi Anda bisa stabil, tetapi tidak terlalu sulit untuk berusaha memperlakukan anak-anak dengan hormat dan menggunakan kata-kata yang baik.

Kesempatan mengajarkan etika dan sopan santun

Gunakan momen sederhana sebagai kesempatan untuk mengajarkan perilaku baik pada si kecil. Dr Bardige menyarankan, misalnya, ketika anak Anda minta sesuatu, seperti selai kacang saat sarapan, Anda menjawab, "Oh, adik ingin tambahan selai kacang, silakan." Mudah, kan? Tentu saja, tapi juga harus dimulai dan diperkuat dengan sopan santunnya saat meminta apa yang diinginkan.

Selain itu, aktivitas bermain interaktif di prasekolah (jika si kecil sudah prasekolah) adalah cara yang bagus untuk menguji perilaku sopan santunnya. Misal, bergabung dengan kegiatan minum teh atau skenario penyelamatan superhero. Dalam situasi tersebut, Anda memiliki kesempatan untuk menunjukkan contoh perilaku yang baik.

"Anda tidak memaksakan agenda kegiatan pada si kecil, tetapi ada kode sopan santun yang merupakan bagian dari permainan," kata Dr Bardige.

Dengan selalu melibatkan sopan santun dalam aktivitasnya sehari-hari, Anda menunjukkan pada si kecil bagaimana berinteraksi. Intinya dengan melakukan upaya untuk mengajarkan etika padanya, Anda tidak hanya mempersiapkan masa depan si kecil, tapi juga membantu orang banyak.(ftr)

Sumber :
okezone.com, 21 September 2010

Trik Atasi Balita Nakal

Anak-anak, terutama balita, amat membutuhkan perhatian orangtuanya. Coba saja perhatikan, apabila orangtua sibuk melakukan sesuatu dan seperti mengabaikan balita, pasti ada saja ulah yang dilakukan balita untuk menarik perhatian ibu atau ayahnya. Itu biasanya berupa kenakalan atau perbuatan yang menjengkelkan sehingga biasanya amarah si orangtua pun terpancing.

Untuk mengatasi terjadinya kenakalan anak yang berulang-ulang tersebut, berikut beberapa tip yang bisa dipraktikkan di rumah.

Ekspresikan kasih sayang

Balita selalu menginginkan perhatian lebih dari orangtuanya. Mereka akan bahagia kalau orangtua menunjukkan ekspresi kasih sayang. Misalnya dengan memeluk, mengusap kepala, atau sekadar berbicara dengan lemah lembut.


Selalu sabar

Kesabaran orang tua memang sangat dituntut ketika mendidik anak. Kesabaran orang tua terkadang bisa membuat anak mengerti bahwa apa yang dilakukannya salah.


Jangan langsung membentak

Walaupun yang dilakukan balita salah, jangan langsung membentak balita karena itu akan melukai perasaannya. Hal itu bisa menyebabkan dendam hingga anak dewasa nanti.


Berilah nasihat

Marahlah jika anak benar-benar telah salah, misalnya meludahi ibu atau ayahnya.

Sumber :
okezone.com, 21 september 2010

17 September 2010

Raja dan Ratu yang Bijaksana

Jika ingin menjadikan anak kita sebagai raja dan ratu, seharusnya mereka diberi kebebasan bertemu dan memecahkan masalah, sehingga mereka bisa menjadi raja dan ratu yang bijaksana. Bukannya raja dan ratu yang cuma bisa memerintah dan mudah sekali putus asa.



Anak Itu Seperti Tanaman

Anak itu seperti tanaman, ada yang bisa berbuah tapi ada yang hanya bisa dilihat indahnya saja.


Setiap tanaman berterima kasih kepada pemiliknya dengan cara berbuah lebat, membuat teduh dan menjadikan udara sejuk atau membuat taman menjadi indah. Pohon rambutan yang lebat, pohon beringin dan pohon gelombang cinta membalas kebaikan orang yang memeliharanya dengan cara yang tidak sama-BP)