Serang (ANTARA News) - Pukulan dan teriakan yang kadang dimaksudkan untuk mendidik, justru dapat menyebabkan anak menjadi bodoh, demikian diingatkan oleh seorang psikolog.
"Otak yang seharusnya dipakai untuk berfikir, hanya dipakai untuk mempertahankan hidup akibat pukulan dan teriakan," kata psikolog Ery Soekresno dalam seminar "Mendidik Anak Tanpa Pukulan dan Teriakan" di Aula Setda Pemprov Banten di Serang, Minggu.
Ery mentakan, mendidik anak dengan cara memukul dan teriakan memang bisa mempercepat anak untuk mengerti yang diinginkan orang tua, namun hal itu bukan suatu penyadaran terhadap anak karena ada unsur keterpaksaan.
Seharusnya penegakkan disiplin dan aturan adalah melatih anak untuk dapat mengendalikan dorongan dari dalam dirinya sehingga tercapai tujuan yang mulia.
Mendidik anak, menurut Ery, tidak sama dengan menghukum. Tujuan pendidikan adalah menjadikan anak bahagia dan produktif dengan cara memberikan hasil karya nyata.
Jika mendidik dengan teriakan dan pukulan, maka yang bekerja adalah otak reftil yang ada di belakang, sehingga anak jadi bodoh karena menggunakan otak itu untuk mempertahankan hidup.
"Anak hanya berfikir untuk mempertahankan diri, sulit berfikir yang lain. Pukulan dan teriakan sudah tidak cukup, tapi anak harus faham," kata psikolog Kelompok Pecinta Pendidikan Bangsa (KPPB) tersebut.
Selain itu, kata Ery, cara mendidik anak dengan teriakan dan pukulan juga bisa mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri dan anak akan cenderung melakukan tindakan kriminal karena meniru perbuatan orang tuanya.
"Namun yang harus dilakukan orang tua adalah membuat aturan dan memberikan konsekuensi saat anak melanggar aturan, sesuai dengan apa yang dilanggarnya," kata Ery.
Seminar yang diselenggarakan oleh Taman Kanak Kanak Islam Terpadu (TKIT) Al-Izzah Serang tersebut diselenggarakan di Aula Setda Provinsi Banten, diikuti ratusan ibu-ibu dari wilayah Kota Serang.
Sumber : antara.com, 17 Januari 2010
"Otak yang seharusnya dipakai untuk berfikir, hanya dipakai untuk mempertahankan hidup akibat pukulan dan teriakan," kata psikolog Ery Soekresno dalam seminar "Mendidik Anak Tanpa Pukulan dan Teriakan" di Aula Setda Pemprov Banten di Serang, Minggu.
Ery mentakan, mendidik anak dengan cara memukul dan teriakan memang bisa mempercepat anak untuk mengerti yang diinginkan orang tua, namun hal itu bukan suatu penyadaran terhadap anak karena ada unsur keterpaksaan.
Seharusnya penegakkan disiplin dan aturan adalah melatih anak untuk dapat mengendalikan dorongan dari dalam dirinya sehingga tercapai tujuan yang mulia.
Mendidik anak, menurut Ery, tidak sama dengan menghukum. Tujuan pendidikan adalah menjadikan anak bahagia dan produktif dengan cara memberikan hasil karya nyata.
Jika mendidik dengan teriakan dan pukulan, maka yang bekerja adalah otak reftil yang ada di belakang, sehingga anak jadi bodoh karena menggunakan otak itu untuk mempertahankan hidup.
"Anak hanya berfikir untuk mempertahankan diri, sulit berfikir yang lain. Pukulan dan teriakan sudah tidak cukup, tapi anak harus faham," kata psikolog Kelompok Pecinta Pendidikan Bangsa (KPPB) tersebut.
Selain itu, kata Ery, cara mendidik anak dengan teriakan dan pukulan juga bisa mengakibatkan anak menjadi kurang percaya diri dan anak akan cenderung melakukan tindakan kriminal karena meniru perbuatan orang tuanya.
"Namun yang harus dilakukan orang tua adalah membuat aturan dan memberikan konsekuensi saat anak melanggar aturan, sesuai dengan apa yang dilanggarnya," kata Ery.
Seminar yang diselenggarakan oleh Taman Kanak Kanak Islam Terpadu (TKIT) Al-Izzah Serang tersebut diselenggarakan di Aula Setda Provinsi Banten, diikuti ratusan ibu-ibu dari wilayah Kota Serang.
Sumber : antara.com, 17 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar