Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan

19 Januari 2015

Cuplikan dari Dialog Film Jodoh Aretta

Arretta : Saya nggak nyesel kalau saya hanya dapet warisan sepuluh buku, karena dari sepuluh buku itulah saya bisa belajar tentang cinta. Papa bilang cinta itu seperti buku, setiap lembarannya mengajarkan banyak hal yang tidak ternilai harganya.

Cuplikan dari Dialog Film Kuberikan Segalanya

Harry : "Kau boleh tertawakan aku karena sebagai sarjana muda, aku mau jadi sopir. Tapi kau juga jangan lupa bahwa sebagai sopir aku mampu membiayai ibu dan adikku sekaligus biaya kuliahku!"

Cuplikan Dialog Film Kuberikan Segalanya

Anisah    : Saya diberi kelebihan oleh Allah
Pak Jalu  : Kelebihan apa? Tangan saja kamu nggak punya!

18 Januari 2015

Cuplikan Dialog dalam Film untuk Rena


Saya  menyaksikan film ini tahun 2008 di layar kaca RCTI, ada dialog yang tidak pernah saya lupakan dalam film ini. Surya Saputra dan Maundy Ayunda keren banget aktingnya. Bikin gerimis mata ini. Silahkan menyimak dialognya.

19 November 2012

Malena : Cantik Itu Luka


Signora Malena, a more capable person than me... wrote that the only true love is unrequited love. Now I understand why. It's been so long since you last came out of your house. But the longer we are apart, the stronger my love becomes.  -Renato Amoroso-

Ketenangan sebuah kota di Sisilia, Selatan Italy mulai terusik ketika perang dunia kedua pecah. Para lelaki dewasa diminta bergabung dengan tentara nasional untuk ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk Nino Scordia. Ada yang istimewa dengan lelaki jangkung ini. Dia beristrikan seorang wanita cantik bernama Malena yang dibawanya pindah ke Sicilia.

Malena adalah wanita dengan kecantikan luar biasa. Matanya, bibirnya, hidungnya, dadanya, pinggulnya, semua yang ada padanya mampu membuat laki-laki menahan nafas. Tak terkecuali seoang bocah 12 tahun, Renato Amaroso. Dari hanya sebuah pandangan, Renato berubah menjadi lelaki muda yang terobsesi pada Malena dan mulai membiarkan fantasinya menghadirkan wanita itu.

30 November 2011

Puss In Boot, Film Bioskop Perdana Queency

Minggu, 27 November 2011
Studio 2, Botani Square, 11.45 - 14.00

Puss in Boots adalah film  bioskop pertama yang ditonton  Queency.Dia (Queency)  takut kucing, tapi suka sekali melihat film ini. Kucing di film ini mirip dirinya : bisa ngomong!

Nak, kita hari ini nonton di bioskop ya...tivinya geudeee sebesar rumah kita, kalau lampunya mati, jangan nangis dan minta pulang ya Queency. Hari ini akan menjadi hari bersejarah jika Queency telah dewasa.  


Berbeda dengan Disney yang rajin menuturkan kembali kisah-kisah dongeng jaman dahulu dengan semangat kekanak-kanakan, Dreamworks Animation (dengan debutnya 'Shrek') punya sisi humor yang lebih liar. Mereka lebih berani untuk mengutak-atik dongeng-dongeng terkenal, kadang mencampur-adukkan satu dengan lainnya, dan menghasilkan sesuatu yang lebih fresh.

Kali ini Dreamworks Animation dengan bangga mempersembahkan 'Puss In Boots' yang sudah lama didengung-dengungkan untuk menjadi masterpiece terbaru mereka. Modifikasi dari dongeng buncis ajaib yang mampu menembus awan.

Kisah ini terjadi sebelum Puss (Antonio Banderas) bertemu dengan konco-konconya dalam 'Shrek'. Puss adalah kucing liar, berbahaya, pecinta wanita dan seperti kucing-kucing lainnya, pecinta susu. Dia juga merupakan buronan yang sedang dicari-cari.

Suatu hari, sebuah berita menakjubkan terdengar sampai di telinga Puss: sepasang kekasih pemberontak, Jack (Billy Bob Thornton) dan Jill (Amy Sedaris) memiliki kacang ajaib. Kacang ajaib yang selama ini dicari-cari Puss sepanjang hidupnya. Terutama karena kacang ajaib itu mengingatkannya kepada sahabatnya di masa kecil, Humpty Dumpty, sahabat sebentuk telur (Zach Galifianakis).

Puss pun segera bergerak dan mencari jalan untuk mencuri kacang ajaib itu. Di tengah jalan, dia bertemu dengan Kitty Softpaws (Salma Hayek) yang menginterupsi pekerjaannya. Kejutan besar, Kitty bekerja di bawah kekuasaan Humpty Dumpty.

Bertemunya Puss dengan Humpty Dumpty (telur) membuat mereka kembali bernostalgia. Dan mereka, bersama Kitty, memutuskan untuk bekerja bersama mendapatkan kacang ajaib itu dan menghadapi Jack and Jill bersama-sama.

Ketika 'Shrek' (2001) hadir di tengah-tengah kita, kita semua terkejut. Selera humornya sangat segar, parodinya sangat lucu, karakternya juga menyenangkan. Belum termasuk referensi dari budaya pop yang sangat cool seperti adegan bullet time dari 'The Matrix' (1999) yang membuat orang tertawa sampai mengeluarkan air mata. Sekuelnya, 'Shrek 2' (2004) tidak hanya lebih lucu dan lebih menarik dari film pertamanya, tapi juga mengenalkan karakter baru yang tidak gampang untuk dilupakan, Puss In Boots.

Setelah sekian lama desas-desus Puss In Boots akan dibuatkan spin-off-nya, akhirnya rumor itu menjadi nyata. Puss In Boots adalah karakter yang cukup unik dalam dongeng aslinya. Di tangan Dreamworks Animation, Puss In Boots menjadi karakter yang lebih menggelegar, terutama karena Antonio Banderas. Darah latinnya dan resume-nya bermain dalam 'The Mask of Zorro' (1998) berpengaruh besar dengan hasil akhir karakter Puss In Boots versi reboot ini.

Antonio Banderas menghidupkan nyawa Puss dengan begitu sempurna sehingga Puss terlihat begitu nyata dan menggemaskan. Pengisi suara lainnya, seperti Salma Hayek, Billy Bob Thornton, Amy Sedaris dan Zach Galifianakis juga melakukan pekerjaan yang bagus. Terutama Salma Hayek yang suaranya sangat menggoda. Tidak hanya bagi Puss, tapi juga bagi penonton.

Animasi Dreamworks juga sangat outstanding. Hampir semua gambar terlihat magis dan mempesona. Di sisi musik, Henry Jackman yang bekerja sama dengan Rodrigo Y Gabriela memberikan aura latin yang semakin mempertajam suasana fun 'Puss In Boots'. Terutama adegan pertemuan pertama Puss dan Kitty yang berakhir dengan perang dansa yang tidak hanya kocak namun juga keren.

Satu-satunya kekurangan 'Puss In Boots' adalah selera humornya yang kadang terlalu sophisticated dan dewasa sehingga menjadikannya agak kurang bisa dinikmati anak-anak. Misalnya, adegan yang referensinya melibatkan 'Fight Club' (bagi penonton yang mengerti lawakan ini akan tertawa terbahak-bahak). Tapi, secara umum, 'Puss In Boots' adalah sebuah film animasi yang menyenangkan.


10 Februari 2011

Rindu Purnama : Cinta Bersemi di Rumah Singgah


Waktu aku sakit, ibu yang jaga. Setiap aku bangun, selalu ditanya; ingin makankah nak? Ingin minumkah nak? Waktu aku sakit, ibu yang jaga.

Lirik lagu dari Mande Queency

Cinta dapat mengubah semua orang dan meluluhkan jiwa yang penuh keangkuhan. Cinta pula yang mampu menyadarkan seseorang betapa hidup tak melulu berkutat pada persoalan individual, atau kesalehan individual belaka tapi juga orang-orang di sekelilingnya. Rajin beribadah; sholat jungkir balik...mengucapkan bismilah 100 kali sehari tapi tak punya sedikit cinta buat anak-anak yatim dan juga benci terhadap anak-anak jalanan.

Inilah yang dialami Surya, lelaki lajang, karyawan teladan sebuah perusahaan properti terkenal. Surya (Teuku Firmansyah) adalah tipe lelaki pekerja keras yang mengabdikan sebagian besar waktunya untuk pekerjaan. Dia tinggal seorang diri di sebuah rumah mewah bersama sepasang suami-istri yang bekerja sebagai sopir dan pembantunya. Pertemuannya dengan bocah perempuan yang ia beri nama Purnama perlahan mengubah hidupnya.

Nama sebenarnya gadis kecil itu Rindu (Salma Paramitha -- pernah berperan sebagai anaknya Naysila Mirdad di sinetron Intan--), ia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah seorang anak jalanan yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen. Tak diduga, mobil Surya yang dikendarai sopirnya (Pak Pur) menabrak Rindu, yang tengah berusaha menghindari kejaran petugas satuan polisi pamong praja. Kecelakaan itu membuat Rindu menderita amnesia. Sang sopir, yang iba melihat kondisi Rindu, membawanya ke rumah sakit. Dia lalu mengajak anak perempuan itu tinggal di rumah majikannya. Surya, yang paling benci kepada anak-anak karena dianggap sebagai biang kekacauan, marah besar. Dia tak mau anak kecil yang diberi nama panggilan Purnama itu ada di rumahnya.

Di tempat lain, Sarah (Ririn Ekawati), gadis berkerudung yang membaktikan hidupnya bagi anak-anak jalanan, gundah. Rindu, gadis kecil kesayangannya, tak kunjung pulang ke rumah singgah yang dikelolanya, sebuah rumah kecil berdinding kayu di tengah perkampungan pemulung yang kumuh dan padat. Tiga sahabat Rindu sesama anak jalanan hanya bilang Rindu dibawa orang tak dikenal. Berhari-hari dia dan bocah-bocah itu mencari, tapi Rindu tak kunjung ditemukan.

Merasa kehadirannya tak diinginkan, Rindu akhirnya memilih pergi meninggalkan Surya. Bukannya senang, lelaki itu justru menyesal. Di sela kesibukannya bekerja, dia terus mencari Rindu. Gambar-gambar hasil goresan tangan Rindu menuntunnya bertemu dengan Sarah. Mereka kemudian bersama-sama mencari Rindu.

Selama mencari Purnama itulah Surya dan Sarah menjadi dekat. Keduanya makin akrab setelah Rindu akhirnya kembali ke rumah singgah. Keakraban Surya dan Sarah memicu kemarahan Monique (Titi Sjuman), putri pemilik perusahaan tempat Surya bekerja. Monique, yang lama memendam cinta kepada Surya, kemudian menyusun proyek pembangunan apartemen mewah di kawasan tempat rumah singgah berada.

Inilah kisah yang terjalin dalam film Rindu Purnama, sebuah film tentang pentingnya arti keluarga, persahabatan, dan kepedulian terhadap sesama. Kisah cinta yang dikemas di atas realitas sosial tentang anak jalanan. Rindu Purnama merupakan film keenam yang diproduksi Mizan Productions, setelah Laskar Pelangi, Garuda di Dadaku, Sang Pemimpi, Emak Ingin Naik Haji, dan 3 Hati, 2 Dunia, 1 Cinta.

Film drama keluarga yang berlatar cerita anak-anak jalanan itu menjadi debut Mathias Muchus sebagai sutradara, setelah hampir 30 tahun bergelut di industri film. “Pengalamannya sebagai aktor membuat kami yakin Mathias Muchus mampu menjadi sutradara film. Kami tidak ragu,” ujar Putut Widjanarko, produser Rindu Purnama.

Muchus sendiri mengaku sudah lama ingin menjadi sutradara. Dia merasakan kegelisahan yang sudah memuncak karena ketidakpuasan terhadap sutradara-sutradara yang mengarahkannya. ”Selama ini, sebagai pemain, saya sering merasa tidak puas terhadap apa yang dibuat oleh sutradara-sutradara yang mengarahkan saya. Saya sering mempunyai keinginan-keinginan yang tidak dibuat oleh sutradara,” katanya.

Rindu Purnama tak cuma didukung bintang-bintang film kawakan yang matang di bidang akting, seperti Ratna Riantiarno dan Pietrajaya Burnama (almarhum). Film yang mulai diputar di bioskop pada 10 Februari mendatang ini juga didukung sejumlah pemain anak-anak. Selain Rindu, ada lima pemain anak yang berperan sebagai anak jalanan.

Nanda Giri, koordinator casting Rindu Purnama,mengaku tidak mudah menemukan enam karakter anak jalanan ini. Dia sampai harus meng-casting kurang-lebih 200 anak, baik dari agensi pemain maupun hasil pencarian dari rumah-rumah singgah, sanggar anak-anak jalanan, dan sekolah-sekolah di kawasan kumuh lokasi shooting.


Farril Ramadhan
, misalnya, bocah kecil pemeran Akbar. Sahabat Rindu yang selalu tampil dengan ingus mengalir di hidung, baju kotor kebesaran, dan rambut cokelat kemerahan ini ditemukan dari sebuah Rumah Pintar yang didirikan oleh Dharma Wanita PT Kereta Api, sekolah yang diperuntukkan bagi keluarga-keluarga ekonomi lemah di daerah Tanjung Priok.


Ada juga anak-anak jalanan sungguhan yang bermain di film ini. Andrea (Tara Maulana), yang berperan sebagai sahabat Purnama lainnya, sehari-hari memang berada di jalanan untuk mengamen. Andrea mengajak Purnama mengamen untuk mencari uang buat beli nasi bungkus.

Hari itu mereka dapat rejeki kakap, mereka diberi uang 50 ribu oleh si om di warung tenda. Uang tersebut mereka belikan 10 nasi bungkus. 1 bungkus buat Andrea, dan satu bungkus lagi buat Purnama, sisanya yang 8 bungkus mereka bagikan ke anak-anak jalanan dan orang-orang malang lainnya. Ada dialog antara Andrea, Purnama dan batu nisan ibunya yang membuat saya terharu.


Andrea : "Kamu, mau aku kenalin sama ibuku nggak? tanya Andrea. Purnama : Menatap mata Andrea, untuk menunda menjawab.

Sebelum Purnama menjawab, Andrea menarik lengan kecil Purnama. Ia mengajak Purnama memanjat sebuah pohon besar yang terletak di komplek pemakaman. Dari atas pohon dia berteriak.

Andrea: "Bu, Andre punya teman baru, namanya Purnama, gara-gara dia Andre dipanggil monyet (matanya tertuju ke arah
sebuah batu nisan. Ternyata ibu Andrea sudah meninggal). Ibu malu nggak punya anak monyet? (garuk-garuk kepala)...

Purnama : (Terkejut, dia pikir Andrea masih memiliki ibu)



Demikian juga Irfansyah. Bocah 12 tahun itu sudah berada di jalanan saat usianya masih sekitar enam tahun. Seperti perannya, Tara dan Irfan lebih banyak berada di rumah singgah ketimbang di rumahnya.
Jadi kapan pun, di manapun; jangan berhenti mencintai anak-anak jalanan dan anak-anak yatim piatu. Anak-anak manis itu juga berhak bahagia, dan merasa dicintai, sebab kebahagiaan bukan milik orang kaya belaka.



Rindu Purnama

Genre: Drama
Sutradara: Mathias Muchus
Skenario: Ifa Isfansyah, Mathias Muchus
Pemain: Teuku Firmansyah, Titi Sjuman, Ririn Ekawati, Salma Paramitha, Ratna Riantiarno,

18 April 2010

Alangkah Lucunya (negeri ini)

Minggu 18 April 2010 kemarin saya nonton film Alangkah Lucunya (negeri ini), sendirian ditemani segelas fanta dingin. Begini ceritanya....

Sejak lulus S1 (Sarjana Manajemen) , hampir 2 tahun Muluk (Reza Rahadian) belum mendapatkan pekerjaan. Meskipun selalu gagal tetapi Muluk tidak pernah berputus asa.

Pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu memperkenalkan kepada bosnya bernama Jarot (Tio Pakusadwewo). Muluk kaget karena di markas itu berkumpul anak-anak seusia Komet yang pekerjannya adalah mencopet.

Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet, termasuk biaya mendidik mereka.

Syamsul (Asrul Dahlan) Sarjana Pendidikan yang kerjanya setiap hari main gaple di pos ronda ditawari proyek untuk mengajar para pencopet tentang budi pekerti dan kewarganegaraan.

Muluk menarik lengan Syamsul ketika ia lagi asyik main gaple pagi-pagi di pos ronda.
Muluk : Sul, gue ada proyek mengembangkan sumber daya manusia mau ikut nggak?
Syamsul : Gue harus ngapain?
Muluk : Ngajarin mereka bahwa pendidikan itu penting!
Syamsul : Gue sendiri nggak yakin kalau pendidikan itu penting.
Muluk : Tenang, ada honornya kok..
Syamsul : Gue sendiri baru tahu setelah lulus kuliah ternyata pendidikan itu nggak penting
Muluk : Lu tau pendidikan itu nggak penting setelah lulus kuliah kan? Berarti kalau lu nggak kuliah lu nggak bakalan tau kalau pendidikan itu penting!
Syamsul : Jadi pusing gue…

Hari pertama Syamsul mengajar, ia kaget, ternyata ia harus mengajar baca tulis anak-anak yang pekerjaannya mencopet. Kata Muluk menyemangati :"Kalau lu sukses ngajar di sini berarti ntar lu sukses ngajar di manapun." Syamsul menjawab sekenanya : "Brengsek lu!"

Pertama Syamsul menerangkan tentang pendidikan dengan bahasa yang ribet buat anak-anak pencopet itu : "Pendidikan adalah alat untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi lebih baik."

Syul, lu ngomong apaan sih, pake bahasa yang mereka ngerti dong, ujar Muluk.
Tenang Luk ini gue lagi ngarang, jawab Syamsul cepat, dasar brengsek lu!

Syamsul mulai menemukan kalimat pembukanya...
Lalu Syamsul bilang begini : "Pendidikan adalah alat untuk meloncat. Orang yang nggak berpendidikan bisa dapet duit sebulan 5 juta, sedangkan orang yang berpendidikan bisa dapet duit lebih dari 5 juta. Caranya dengan bekerja jadi pegawai, anggota DPR, dokter.
Dengan pendidikan kalian bisa mencopet bank, mencopet brangkas...jadi koruptor !


Pencopet-pencopet kecil ini buta huruf, nggak pernah makan bangku sekolahan.
Pernah suatu kali salah satu anak-anak pencopet ini lari terbirit-birit ke kantor polisi, karena emang nggak bisa baca !
ketahuan gobloknya kan? ngabur dari kejaran masa kok ke kantor polisi? ini karena ia buta huruf, coba kalau ia bisa baca, pasti larinya nggak ke kantor polisi....hehehe.

Syamsul mulai menemukan kemampuan membujuk anak-anak itu untuk belajar, ia bilang: "Kegiatan mencopet kalian nggak akan terganggu meskipun kalian harus belajar."

Kita mau dong diajarin jadi koruptor biar nggak nyopet lagi ! jawab anak-anak copet itu, Syamsul jadi kelimpungan. Waduh, ujar Syamsul sambil garuk-garuk kepala.

Beberapa waktu setelah Syamsul mulai akrab dengan anak-anak yang profesinya pencopet itu, Syamsul study tour, mengajak mereka main ke depan Gedung MPR yang berpagar tinggi sekali.
Teman-teman, ini adalah Gedung MPR bapak-bapak yang duduk di dalam mewakili suara kita.
Seorang anak nyeletuk : “Wakil copet ada nggak bang?”

“Nggak ada, kalau kalian mau duduk di sana kalian harus berpendidikan. Wakil copet nggak ada cuma koruptor di sana banyak!” hahaha, suara tawa penonton meledak...

Pipit, Sarjana Agama yang tiap hari kerjanya ikut kuis di tv, berharap menang meski pajak 10% tetap ditanggung pemenang, ikut juga mengajar pendidikan agama anak-anak copet tersebut.
“Usaha yang dikelola Muluk berbuah, namun di hati kecilnya tergerak niat untuk mengarahkan para pencopet agar mau merubah profesi mereka menjadi pedagang asongan.

Dibantu dua rekannya yang juga sarjana, Muluk membagi tugas kepada Syamsul sarjana pendidikan untuk mengajar budi pekerti dan kewarganegaraan sedangkan Pipit, pengangguran yang sarjana agama untuk mengajar agama dan cara sholat.

Anak-anak copet itu menolak beralih profesi untuk jadi pedagang asongan. Mereka bilang duitnya lebih gede kalau nyopet. Dagang asongan tetap dikejar-kejar juga ama satpol PP.
Muluk, Syamsul dan Pipit pun pergi meninggalkan copet-copet kecil itu, karena ayah-ayah mereka melarang mereka untuk mengembangkan sumber daya manusia yaitu anak-anak yang berprofesi sebagai pencopet itu...menjadi manusia yang lebih terdidik…

Ayah Muluk (Dedi Mizwar), Ayah Pipit (Jarot Raharjo), dan calon mertua Muluk (Jaja Miharja) mengatakan uang hasil kerja mereka haram!

Mereka memaksa untuk ikut ke "kantor" Pipit bekerja. Ketika upaya Muluk dan Syamsul hampir berhasil membujuk anak-anak itu berhenti nyopet dan beralih jadi pedagang asongan.
Hasilnya mereka kecewa, kenapa anak-anak mereka yang disuapi dengan uang halal sejak kecil hingga dewasa tetapi setelah besar bekerja dari hasil uang mengelola duit para pencopet.

Syamsul kembali ke habitat semula, jadi anak nongkrong pos ronda. Pipit juga kembali sibuk mengirimkan sms dan ikut kuis di tv yang hadiannya jutaan rupiah meskipun ia belum pernah menang sekalipun.

Setelah Muluk, Syamsul dan Pipit memutuskan menyerah mendidik anak-anak copet ini karena ayah-ayah mereka melarang....ia mengembalikan semua pendapatan yang telah ia dapatkan, buku tabungan dengan saldo 21 juta, dan motor (dana itu disisihkan 10% ) dari duit hasil nyopet dikembalikan kepada Bang Jarot.

Jarot marah besar kepada anak-anak buahnya. Bang Muluk, Bang Syamsul dan Pipit itu mendidik kalian supaya punya masa depan yang lebih baik. Nggak jadi pencopet seumur hidup.
Suatu hari nanti kalian berhenti nyopet, dan tetep punya duit.
Dari hasil yang 10% milik kita yang disisihkan Bang Muluk tersimpan uang Rp 21.000.000, dan sebuah sepeda motor.

Selama ini kalian nggak pernah kan punya duit sebanyak ini?
nggak pernah kan? coba pikir!
Copet itu paling top dipenjara, digebukin sampai bonyok dan tua tetep miskin!
Ini negara bebas, siapa yang mau nyopet, ya nyopet, siapa yang mau ngasong silahkan!
Itu ada 6 kotak buat dagang asongan. Kalian boleh ambil! 6 orang anak akhirnya tergerak untuk beralih profesi menjadi pengasong.

Pada hari pertama mereka ngasong, mereka dikejar-kejar Satpol Pamong Praja (PP).
Muluk yang sedang belajar nyetir…turun ke jalan, berjibaku membela anak-anak mantan copet yang pernah dia asuh ketika mereka tertangkap Saptol PP, lari…lari..teriak Muluk.

“Pak mereka menjadi rejeki dengan berjualan asongan, tidak untuk kaya, tetapi untuk bertahan hidup daripada mereka mencopet lebih baik mereka jadi pedagang asongan.
"Tapi mereka mengganggu lalu-lintas! jawab satpol PP
"Seharusnya yang bapak tangkap para koruptor yang makan uang rakyat bukan mereka, ucap Muluk.
"Koruptor kan nggak mengganggu lalu-lintas, jawab salah seorang Satpol PP sekenanya..
"Ya, udah tangkap aja orang ini, jawab petugas Satpol PP. Muluk pun digiring ke mobil tahanan…

Lagu Tanah Airku, mengiringi adegan demi adegan scene ini.
Tanah airku tidak kulupakan
kan kukenang selama hidupku
biarpun saya pergi jauh
tidak kan hilang dari kalbu

Tanahku yang kucintai
engkau kubanggakan...

Ada air mata yang tertumpah saat saya menyaksikan adegan ini.
Film ini membuat kita menangis sekaligus mentertawakan diri sendiri.


Muluk mengajungkan dua jempolnya untuk menyemangati anak-anak mantan copet itu agar tidak berhenti mengasong, dari kursi mobil tahanan, sambil meneteskan air mata.

Di akhir film ada sebuah kutipan UUD 1945 Pasal 34: “Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Betapa lucunya pasal ini. Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh teman-temannya, begitu seharusnya…


Seorang teman (Daus) bilang : "Kemiskinan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara agar tetap miskin…begitu faktanya!".



26 Oktober 2009

Sisa Pikiran dan Imajinasi Mantan Lelaki Sempurna, Anwar Holid



The Diving Bell and the Butterfly Sutradara: Julian Schnabel Produksi: Kathleen Kennedy, Jon Kilik Penulis: Jean-Dominique Bauby Screenplay: Ronald Harwood Pemain: Mathieu Amalric, Emmanuelle Seigner, Marie-Josée Croze, Max Von Sydow Sinematografi: Janusz Kaminski Editing: Juliette Welfling Musik: Paul Cantelon Distribusi: Pathé Renn Productions, Miramax Films Rilis: 23 Mei 2007 Durasi: 112 minutes Bahasa: Prancis; subtitle Inggris Rating: ****

Seorang penderita locked-in syndrome hidup seperti dalam kepompong mahaberat, membungkus tubuhnya begitu ketat, sampai ia merasa dirinya disemen pada tembok. Dia hanya bisa diam di tempat, seluruh tubuhnya mengalami stroke, lumpuh total, tapi pikiran dan perasaannya normal. Dia gagal memerintahkan saraf dalam tubuhnya agar bergerak. Dengan pikiran dan imajinasi itu dia masih bisa mengembara ke manapun mau. Dia mengomentari segala yang dia lihat dengan mata kirinya---satu- satunya organ masih berfungsi, bersama kedipannya. Penyakit ini merupakan kondisi yang luar biasa jarang terjadi. Salah satu penderitanya ialah Jean-Dominique Bauby, orang Prancis.


Sutradara Julian Schnabel memfilmkan kehidupan dan pikiran Bauby berdasarkan skenario karya Ronald Harwood, dengan Mathieu Amalric berperan sebagai Bauby. Film itu sepenuhnya berbahasa Prancis, dengan subtitle Inggris. Film itu langsung mengingatkan aku pada film My Left Foot (Str. Jim Sheridan, 1989), ketika Daniel Day-Lewis berperan sebagai Christy Brown, seorang penyair-pelukis- penulis penderita cerebral palsy, yang hanya bisa menggerakkan kaki kirinya. Upaya keras Bauby sebagai penderita stroke parah yang menuliskan pikiran dan perasaan dalam sisa hidupnya menjadikan kisah itu luar biasa. Schnabel cukup mengeksploitasi sisi itu.

Bagaimana Bauby menulis buku, padahal dia hanya bisa mengedip? Dia cuma bisa memberi dua kode kepada orang lain: satu kedip untuk "ya", dua kedip untuk "tidak." Lelaki kelahiran 1952 ini menggunakan cara berkomunikasi yang diajarkan pihak rumah sakit, terutama oleh Henriette Durand. Durand mula-mula melatih Bauby untuk terbiasa dengan huruf yang paling sering digunakan dalam percakapan Prancis, lantas satu demi satu huruf diucapkan sambil bertatapan, untuk memastikan bahwa huruf itu yang ingin didiktekan Bauby. Segera setelah Bauby terbiasa dengan cara itu, orang-orang di dekatnya, terutama dokter, perawat, pembaca buku untuknya, juga ibu dari anak-anaknya menggunakan cara berkomunikasi tersebut.

Secara harfiah Bauby mengetik dengan mengedip, sehuruf demi sehuruf. Dalam proses penulisannya, dia berutang besar kepada Claude Mendibil, seorang pegawai penerbit Robert Laffont yang dipekerjakan untuk menuliskan imajinasi dan pikiran Bauby. Sebelum sakit, Bauby memang punya kontrak dengan penerbit tersebut. Awalnya pihak penerbit juga ragu, "Bukankah dia tidak bisa bicara?" "Tapi bukan berarti dia tidak bisa berkomunikasi, " yakin Durand. Dulu dia ingin menulis kisah tentang balas dendam berdasarkan novel The Count of Monte Cristo (Alexandre Dumas, père) dengan tokoh utama seorang wanita.

Penulisan dalam kasus Bauby merupakan proses yang betul-betul menguras energi, kesabaran, dan waktu. Mereka harus mengulang setiap awal huruf, seperti kita harus mengucapkan ABCD sampai Z sebelum memastikan memilih awalan huruf dan memulai kata. Mereka sring bekerja lima jam per hari. Selama masa perawatan itu mereka mengerjakan buku itu, mengedit, dan merevisi, dua tahun lebih lamanya. Akhirnya buku tersebut terbit berjudul Le scaphandre et le papillon, setebal kira-kira 130-an halaman.

Bauby seorang pembaca sastra yang kuat. Dia membaca karya Honore Balzac, dan terutama The Count of Monte Cristo. Dia hedonis, suka keindahan dan kenikmatan, suka berimajinasi tentang segala hal, kecuali yang berbau agama. Dalam kehidupan mudanya yang cemerlang, dia jurnalis di majalah fashion perempuan Elle, sampai menjadi editor-in-chief. Elle bukan saja populer, ia merupakan majalah terkemuka, franchisenya ada di mana-mana, termasuk Indonesia. Alih-alih menulis tentang balas dendam, Le scaphandre et le papillon lebih merupakan memoar, berisi tentang pengalamannya sebagai penderita locked-in syndrome yang dirawat di rumah sakit di pinggir pantai, hubungan dengan ibu dari ketiga anaknya, anak-anaknya, kawan-kawan baiknya, sekelumit kerjanya di Elle, makanan favoritnya, dan upaya memahami wanita. Meski sukses, dia tampak kurang terkesan dengan karirnya selama di Elle atau bagaimana dia dahulu menulis secara normal. Tapi minimal, di sana dia memperoleh
kemewahan dan sosialita kelas satu. Dia lebih suka bercerita tentang orang-orang yang dia sayangi.

"Buku itu tiada kecuali ia dibaca," demikian kata Bauby. Maka Bauby memilih mengutarakan pikirannya, perasaannya, alih-alih membicarakan atau mengeluh soal sakitnya. Untuk ukuran orang sakit mengerikan, dia cukup humoris. Bagaimanapun, yang tersisa dari dirinya hanyalah pikiran dan kenang-kenangan. Itulah yang dia ceritakan. Menjadi penderita stroke yang sia-sia mau melakukan apa-apa, bergantung sepenuhnya pada pertolongan orang lain, dia merasa dirinya sebagai bayi berumur 42 tahun.

Film The Diving Bell and the Butterfly mula-mula bercerita dan bersudut pandang kamera dari Bauby. Jadi penonton melihat dari matanya, mendengar suara dan pikirannya, merasakan penderitaannya. Tapi lama-lama sudut pandang film meluas, dan akhirnya penonton menyaksikan kisah tentang kehidupan dan keluarganya. Dia punya ayah yang sama-sama merasa sakit locked-in syndrome, hanya saja dia terkurung di apartemen. Bauby punya tiga anak dari seorang perempuan yang tidak dia cintai, karena itu tidak dia nikahi. ("Dia bukan istriku, dia ibu dari anak-anakku, " tegasnya.) Memang agak aneh seseorang sampai bisa punya tiga anak dari seorang wanita yang tidak dicintai, meskipun perempuan itu tampak perhatian, tetap tampak intim merayakan Hari Ayah, dan bila bertemu dengan anak-anaknya, dia jadi ayah yang ramah. Seorang perempuan lain juga mencintai Bauby, tapi dia tak tega melihat Bauby dalam keadaan sakit. Menurut Wikipedia, film ini menyisakan kontroversi soal
akurasi tentang perempuan dalam hidup Bauby. Schnabel tampak sengaja mengubah untuk alur drama, atau mungkin dia ingin menunjukkan kasih sayang keluarga yang lebih utuh dan mengharukan.

Di ujung film Bauby ingat kembali bagaimana saat dirinya terkena stroke. Pada Jumat, 8 Januari 1995, ia berangkat ke bioskop dengan anak sulungnya, mengendarai mobil super mewahnya, sambil bicara sebagai sesama lelaki. Di tengah jalan, dia merasa ada yang salah dengan tubuhnya, membuatnya segera berhenti di pinggir jalan. Anaknya panik menyaksikan serangan mendadak itu, sebab Bauby bukan perokok dan peminum. Dia bukan lelaki dengan ciri-ciri kemungkinan terkena penyakit mengerikan seperti itu. Dia koma sekitar dua puluh hari, dan setelah bangun mendapati dirinya gagal mengucapkan sepatah kata pun. Pada dua puluh minggu pertamanya setelah stroke, dia kehilangan bobot 27 kg.

Kalau kita mengabaikan Bauby yang menderita, isi film ini mungkin biasa saja. Pada dasarnya cerita dia seperti mengawang-awang, dia banyak membicarakan mimpi, imajinasi, mengomentari ini-itu, meluapkan perasaan. Schnabel memvisualisasikan imajinasi Bauby dengan bagus sekali. Di Festival Film Cannes dan Golden Globe Award dia memenangi sutradara terbaik, sementara di Academy Award dia mendapat nominasi untuk kategori itu. Dua film terkemuka lain karya Schnabel ialah Basquiat dan Before Night Falls. Mathieu Amalric juga bermain bagus. Tapi karena perannya, gerak tubuhnya minim. Ini membuatnya jadi kurang eksploratif bila dibandingkan Daniel Day-Lewis yang tampak kepayahan berusaha menggerakkan kaki kiri atau badan lain dalam My Left Foot. Bedanya lagi, dulu Bauby sempurna, dia pencinta perempuan, kenyang dengan pengalaman itu; sementara Christy Brown cacat sejak awal, dia ditertawakan ketika akan mengucapkan perasaan pada perempuan.

Perjuangan seseorang mengatasi rintangan hidupnya bisa jadi merupakan hal klise. Budi Warsito, seorang script-writer, berkomentar, "Tapi seberat atau seringan apa pun perjuangan orang, membuat kita sering salut. Kita sulit menghakimi mereka. Karena kadang-kadang yang ringan menurut kita, mungkin berat buat orang lain. Begitu sebaliknya. Bisa jadi, semangatlah penyebabnya. " Jelas semangat Bauby bisa membuat orang lain malu, apalagi bagi penulis normal.

Bauby meninggal sepuluh hari setelah Le scaphandre et le papillon terbit pada 1997 dan mendapat pujian di mana-mana.



01 September 2009

Kata Maaf Terakhir







“Kamu berhak sakit hati tapi bukan kamu yang bertugas menghukum dia nak…”





Gerimis airmata saat saya menyaksikan film ini. Perjuangan seorang ayah meminta kata maaf terakhir dari anak-anak dan istri yang telah ia tinggalkankarena ada perempuan lain. Pertanyaan konyol yang terlintas : Kalau kanker paru-paru tak mengerogoti tubuh Darma, masihkan ia mengejar kata maaf?

DARMA (Tio Pakusadewo), seorang perokok berat, didiagnosis menderita kanker paru-paru stadium IV sehingga kemungkinan akan menjalani bulan terakhir kehidupannya pada Ramadan tahun ini. Oleh karena itu, dirinya membuat daftar yang harus dilakukan pada sisa hidupnya.

Daftar tersebut terdiri dari salat lima waktu, berpuasa sebulan penuh, berhenti merokok, serta mendapatkan maaf dari mantan istrinya, Dania (Maia Estianty) dan kedua anaknya, Reza (Ade Surya Akbar) serta Lara (Amanda) yang dulu ditinggalkannya. Tiga keinginan pertama sudah dia jalani. Namun apa daya, keinginan terakhir sangat sulit diperoleh. Saat hidupnya hampir berakhir, Darma mulai mencari cara untuk meminta maaf pada keluarganya sehingga dia bisa meninggal dengan tenang.



Melalui Lara, anak yang paling dekat dengan dirinya, Darma mulai berusaha meluluhkan keluarganya. Berbekal buah mangga, Darma mulai membangkitkan memori Lara akan kenangan indah membuat es buah dengan diiringi lagu "Biru" dari Vina Panduwinata.
**


FILM drama yang berdurasi 98 menit ini memang mencoba mengangkat konflik batin seorang ibu bersama kedua anaknya. Setelah lama ditinggalkan suami, Dania bersama kedua anaknya, Reza dan Lara, harus berjuang untuk berdamai dengan hati mereka masing-masing sehingga bisa memberi maaf kepada orang yang telah meninggalkan luka besar di dalam hati mereka.
Untuk memperkuat suasana konflik tersebut, penulis skenario Leila S. Chudori--yang sebelumnya pernah berkolaborasi dengan sutradara Maruli Ara saat menggarap serial televisi "Dunia Tanpa Koma,"--sengaja memplot cerita dengan setting bulan Ramadan. Momentum Ramadan ini pula yang dimanfaatkan tim promosi untuk merilis film yang sebagian besar mengambil lokasi shooting di kawasan Puncak.


Apresiasi pantas diberikan kepada aktor Tio Pakusadewo, yang demi pendalaman karakter, ia sampai harus mencari referensi ke rumah sakit untuk mencari orang-orang yang terkena kanker stadium IV. "Di situlah saya bisa mendalami karakter, sekaligus bagaimana perasaan dan kondisi orang yang sudah terkena penyakit mematikan," ujarnya saat Gala Premiere "Kata Maaf Terakhir" di Planet Hollywood Jakarta, Kamis (20/8/2009).

Pesan moral film ini adalah pikirkanlah setiap tindakan yang akan Anda lakukan agar ada hari indah yang terbungkus sebagai kado (kenangan manis) dan kata maaf harus diperjuangkan sampai hembusan nafas terakhir.





11 Agustus 2009

Merantau, Perjalanan Menjadi Lelaki Sejati

12 Agustus 2009
Sinopsis Merantau


Orangtua kita kabur ninggalin kita berdua. Mereka punya anggapan banyak anak banyak rejeki, jadi ada yang jagain mereka di masa tua nanti...mereka lupa sebelum itu mereka harus ngasih makan anak-anak mereka. Mereka nggak sanggup ngasih makan kita. Gua nggak ngerti kenapa mereka ninggalin kita berdua begitu aja! Itulah sepenggal dialog yang diucapkan Astri, kakak Adit yang berjuang membesarkan adiknya tercinta dengan bekerja sebagai penari striptise, ia tak punya pilihan lain. Hidup harus terus berlanjut.






PRODUSER: Ario Sagantoro, GENRE: Drama-Action, SUTRADARA: Gareth H. Evans, PEMAIN: Iko Uwais, Christine Hakim, Donny Alamsyah. Sisca Jessica, Yusuf Aulia, Alex Abbad, Yayan Ruhian, Mads Koudal, Laurent "Lohan" Buson

Pada sebuah masa, ketika lelaki telah akil baliq, ia harus belajar sendiri untuk menemukan jati dirinya dengan jalan merantau. Kelak, pengalaman hidup yang dialami, akan menerpanya menjadi lelaki sejati. Dan, alam akan membimbingnya untuk bisa membedakan cahaya kebenaran dan cahaya kebatilan.

Merantau, menjadi sebuah tradisi masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat, yang hingga kini masih dipertahankan. Mendengar kisah itulah, sutradara muda asal Inggris Gareth H Evans merasa terpikat. Ia pun mengejawantahkannya lewat sebuah film yang dikemas dalam balutan drama action bertajuk Merantau.

Syahdan, nun jauh di sebuah kampung di Minangkabau sana, seorang anak muda akan menjalani babak baru dalam fase kehidupannya. Yuda (Iko Uwais), lelaki itu, harus menjalani sebuah tradisi yang kelak akan menasbihkan dirinya menjadi lelaki yang sempurna. Ia harus merantau meninggalkan keluarga dan kampung halaman yang dicintainya. Pilihan yang tak mudah, tapi harus dijalani.

Sang ibu, Wulan (Christine Hakim), tampak berat melepaskan anak bungsunya itu. Tapi ini harus, demi menghargai sebuah tradisi. Kepergian Yuda, ditangisi ibunya. Pun, dilepas kakaknya, Yayan (Donny Alamsyah), dengan penuh haru.

Sebuah babak baru dimulai. Jakarta menjadi kota perantauannya. Berbekal ilmu Silat Harimau dari gurunya, Yuda berharap bisa bertahan hidup dengan menjadi seorang guru silat.

Hari pertama di Jakarta, masalah langsung menyergapnya. Rumah salah satu keluarganya yang akan dijadikan sebagai tempat berlabuh sementara, ternyata sudah rata dengan tanah. Namun, niat Yuda sudah bulat. Ia tak mungkin balik badan dan menyerah. Ia memilih melanjutkan hidup, meski harus menggelandang sekalipun.

Perkenalannya dengan seorang bocah bernama Adit (Yusuf Aulia), justru membawanya pada sebuah peristiwa yang kelak menentukan hidupnya. Adit, adalah bocah yang dibuang orangtuanya. Bersama sang kakak, Astri (Sisca Jessica), mereka berusaha menaklukkan kejamnya Jakarta. Astri memilih menjadi penari erotis. Sementara Adit, mengemis di perempatan dan sekali-kali iseng mencuri dompet orang, hanya untuk bisa menyambung hidup. Yuda bahkan nyaris jadi korbannya.

Perjalan hidup Astri lebih berliku. Ia terjebak mucikari bernama Johni (Alex Abbad). Olehnya, Astri kerap diperlakukan bak sapi perahan dan tanpa iba dihadiahi tonjokan.

Di sebuah lorong sempit di antara tembok-tembok kota yang berjubel, Yuda tak sengaja melihatnya. Ia tak bisa tinggal diam. Hatinya tergerak, ketika seorang perempuan dihajari laki-laki pecundang. Dihampirinya lelaki itu. Bruukkk! Seketika Johni terhempas hanya satu gerakan. Dia mencoba melawan, tapi tetap saja dibuat Yuda tak berkutik.

Dari sinilah, malapetaka itu berawal. Yuda terseret perseteruan dengan jaringan mafia perdagangan perempuan di bawah pimpinan Ratger (Mats Koudal). Johni, tak lain adalah kaki tangannya. Ia berusaha menculik Astri untuk diperdagangkan pada lelaki hidung belang.

Dengan mengusung genre drama action, film garapan Gareth H Evans ini tentu dijejali scene yang pernuh aksi laga. Tak sekadar aksi baku pukul, koreografi di bawah arahan Edwel Datuk Rajo Gampo Alam dan Tim Silat Harimau, terasa apik dilihat. Tak heran, melihat adegan-adegan yang ada mengingatkan pada aksi pertarungan di Hollywood sana.

Gareth H Evans, sang sutradara, mengamini hal itu. Formula aksi pertarungan yang ringan dengan menyisipkan unsur komedi di dalamnya, seperti yang dilakukan aktor Jackie Chan pada film-filmnya, diadopsi di awal-awal filmnya. Meski begitu, gerakan beladiri yang dihadirkan tetaplah rasa Indonesia.

Memasuki babak selanjutnya, aksi laga pun berubah lebih serius dan kian agresif. Pak Bule, begitu Gareth dijuluki oleh para pemainnya, berusaha menonjolkan secara utuh gerakan Silat Harimau.

Pemilihan Iko Uwais sebagai bintang utama, jelas bukan tanpa alasan. Meski tak punya latar belakang akting, pengalaman Iko memperdalam beladiri pencak silat dianggap mampu melakukan apa yang diinginkan sutradara.

Iko, pemain pendatang baru yang mengaku belum percaya bisa beradu peran dengan aktor kawakan Christine Hakim itu, merupakan atlet nasional pencak silat, yang tergabung dengan Padepokan Tiga Berantai di Jakarta. Hal sama juga berlaku pada Yayan Ruhian, pemeran Eric, yang juga perantau asal Minang.

Tak sekadar memberikan hiburan, semangat untuk menumbuhkan kebanggaan pada beladiri pencak silat di pentas dunia, pastinya perlu diacungi jempol. Seperti kata Christine, pencak silat adalah warisan budaya yang juga patut dibanggakan. Sayangnya, tak sedikit dari masyarakat Indonesia, yang kurang perhatian.

Seperti film-film sebelumnya, penampilan Christine tak perlu disangsikan lagi. Meski mendapat porsi yang tak terlalu banyak, ia cukup memberi ruh pada fim ini.

Sebelum diputar di Indonesia, yang rencananya akan dirilis 6 Agustus mendatang, film Merantau telah memulai world premier-nya dengan menjadi film penutup di ajang Puchon International Fantasy Film Festival (Pifan) 2009 pada 23 Juli 2009, di Bucheon, Korea Selatan. Tepuk tangan panjang pun diberikan masyarakat di sana seusai pemutaran film tersebut. Adakah, ini juga akan berlaku di negerinya sendiri?

Sumber :Berbagai sumber






21 Mei 2009

Bukan Cinta Biasa

Tok..5 x (pintu digedor dengan keras di pagi hari sekitar jam 7)

Ya sebentar, jawab orang di dalam.

Tommy : Maaf, kamu cari siapa?

Nikita : Tommy

Tommy : Saya Tommy

Nikita : Berarti om ayah saya!

Itulah dialog pembuka film ini.


Bukan Cinta Biasa merupakan film Indonesia berjenis komedi romantis yang dirilis pada 7 Mei 2009. Film ini dengan screen play yang sangat fun dan entertaining. Dibumbui oleh latar dan ambience musik pop Indonesia, film ini akan membuat hati penikmatnya bernyanyi, tetapi sekaligus juga bisa menitikkan air mata.


Film ini bercerita tentang seorang ayah yang profesinya rocker, playboy yang masih aktif, bertato, rambut panjang, brewokan, tukang main perempuan yang seketika berubah demi memperoleh cinta dari anaknya.

Tommy rela nggak minum (alkohol), nggak ngesex, nggak baca playboy, nggak nge-drug, belajar shalat subuh, nggak ngerokok, mau bikinin anaknya telor rock and roll, dan melakukan hal-hal ajaib lainnya. Ia menuntut diri sedemikian untuk berubah demi “dicintai” anaknya.


Bintang dalam film ini adalah artis baru Olivia Lubis Jensen, Ferdy 'Element' Taher, Wulan Guritno, Rocky dan lain-lain. Juga muncul dalam film, penyanyi muda terkenal Afgan Syah Reza. Dikawal oleh tiga serangkai (sutradara; Benni Setiawan, produser; Herman Harson dan Naldy Nazar), ‘Bukan Cinta Biasa’ terasa sebagai film yang ringan. Tetapi, meskipun ringan dengan balutan adegan-adegan komedi dan canda tawa, film ini punya nilai “lebih” dengan tetap berusaha menonjolkan sisi-sisi moral, yaitu mengangkat realitas kehidupan anak remaja yang jujur dan suka memberontak, tetapi tetap memerlukan kasih sayang orang tua. Begitu juga dengan orang tua, seburuk-buruknya kelakuan mereka, serasa sulit untuk tidak menyayangi anaknya dengan sepenuh hati.

Ada dialog menarik yang saya punggut dari film ini.

Nikita, kamu adalah hal terindah dalam hidup daddy. Sejak kamu hadir, hidup daddy menjadi sempurna. Waktu pertama kali kamu datang, hidup daddy rasanya aneh, tapi sekarang …kalau kamu nggak ada, hidup daddy jadi lebih aneh…


Reff lagu Bukan Cinta Biasa dari Afgan pas sekali mengiringi film ini.

Cintaku bukan cinta biasa
Jika kamu yang menemani
Dan kamu yang temaniku seumur hidupku


Pesan moral film ini adalah cinta mampu merubah ayah yang brengsek menjadi ayah yang baik; meskipun, seperti dikisahkan di film, terpisah selama 15 tahun, cinta anak dan seorang bapak tidak dapat dipisahkan oleh waktu. Bukan hanya orangtua saja yang bisa merubah anaknya menjadi lebih baik, tapi sebaliknya pun begitu, anak di film ini mendidik kekeliruan orang tua di masa lalunya. Cinta sang anak yang memberikan pencerahan kepada orang tuanya untuk lebih baik.