18 April 2010

Alangkah Lucunya (negeri ini)

Minggu 18 April 2010 kemarin saya nonton film Alangkah Lucunya (negeri ini), sendirian ditemani segelas fanta dingin. Begini ceritanya....

Sejak lulus S1 (Sarjana Manajemen) , hampir 2 tahun Muluk (Reza Rahadian) belum mendapatkan pekerjaan. Meskipun selalu gagal tetapi Muluk tidak pernah berputus asa.

Pertemuan dengan pencopet bernama Komet tak disangka membuka peluang pekerjaan bagi Muluk. Komet membawa Muluk ke markasnya, lalu memperkenalkan kepada bosnya bernama Jarot (Tio Pakusadwewo). Muluk kaget karena di markas itu berkumpul anak-anak seusia Komet yang pekerjannya adalah mencopet.

Akal Muluk berputar dan melihat peluang yang ia tawarkan kepada Jarot. Ia meyakinkan Jarot bahwa ia dapat mengelola keuangan mereka, dan meminta imbalan 10% dari hasil mencopet, termasuk biaya mendidik mereka.

Syamsul (Asrul Dahlan) Sarjana Pendidikan yang kerjanya setiap hari main gaple di pos ronda ditawari proyek untuk mengajar para pencopet tentang budi pekerti dan kewarganegaraan.

Muluk menarik lengan Syamsul ketika ia lagi asyik main gaple pagi-pagi di pos ronda.
Muluk : Sul, gue ada proyek mengembangkan sumber daya manusia mau ikut nggak?
Syamsul : Gue harus ngapain?
Muluk : Ngajarin mereka bahwa pendidikan itu penting!
Syamsul : Gue sendiri nggak yakin kalau pendidikan itu penting.
Muluk : Tenang, ada honornya kok..
Syamsul : Gue sendiri baru tahu setelah lulus kuliah ternyata pendidikan itu nggak penting
Muluk : Lu tau pendidikan itu nggak penting setelah lulus kuliah kan? Berarti kalau lu nggak kuliah lu nggak bakalan tau kalau pendidikan itu penting!
Syamsul : Jadi pusing gue…

Hari pertama Syamsul mengajar, ia kaget, ternyata ia harus mengajar baca tulis anak-anak yang pekerjaannya mencopet. Kata Muluk menyemangati :"Kalau lu sukses ngajar di sini berarti ntar lu sukses ngajar di manapun." Syamsul menjawab sekenanya : "Brengsek lu!"

Pertama Syamsul menerangkan tentang pendidikan dengan bahasa yang ribet buat anak-anak pencopet itu : "Pendidikan adalah alat untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia menjadi lebih baik."

Syul, lu ngomong apaan sih, pake bahasa yang mereka ngerti dong, ujar Muluk.
Tenang Luk ini gue lagi ngarang, jawab Syamsul cepat, dasar brengsek lu!

Syamsul mulai menemukan kalimat pembukanya...
Lalu Syamsul bilang begini : "Pendidikan adalah alat untuk meloncat. Orang yang nggak berpendidikan bisa dapet duit sebulan 5 juta, sedangkan orang yang berpendidikan bisa dapet duit lebih dari 5 juta. Caranya dengan bekerja jadi pegawai, anggota DPR, dokter.
Dengan pendidikan kalian bisa mencopet bank, mencopet brangkas...jadi koruptor !


Pencopet-pencopet kecil ini buta huruf, nggak pernah makan bangku sekolahan.
Pernah suatu kali salah satu anak-anak pencopet ini lari terbirit-birit ke kantor polisi, karena emang nggak bisa baca !
ketahuan gobloknya kan? ngabur dari kejaran masa kok ke kantor polisi? ini karena ia buta huruf, coba kalau ia bisa baca, pasti larinya nggak ke kantor polisi....hehehe.

Syamsul mulai menemukan kemampuan membujuk anak-anak itu untuk belajar, ia bilang: "Kegiatan mencopet kalian nggak akan terganggu meskipun kalian harus belajar."

Kita mau dong diajarin jadi koruptor biar nggak nyopet lagi ! jawab anak-anak copet itu, Syamsul jadi kelimpungan. Waduh, ujar Syamsul sambil garuk-garuk kepala.

Beberapa waktu setelah Syamsul mulai akrab dengan anak-anak yang profesinya pencopet itu, Syamsul study tour, mengajak mereka main ke depan Gedung MPR yang berpagar tinggi sekali.
Teman-teman, ini adalah Gedung MPR bapak-bapak yang duduk di dalam mewakili suara kita.
Seorang anak nyeletuk : “Wakil copet ada nggak bang?”

“Nggak ada, kalau kalian mau duduk di sana kalian harus berpendidikan. Wakil copet nggak ada cuma koruptor di sana banyak!” hahaha, suara tawa penonton meledak...

Pipit, Sarjana Agama yang tiap hari kerjanya ikut kuis di tv, berharap menang meski pajak 10% tetap ditanggung pemenang, ikut juga mengajar pendidikan agama anak-anak copet tersebut.
“Usaha yang dikelola Muluk berbuah, namun di hati kecilnya tergerak niat untuk mengarahkan para pencopet agar mau merubah profesi mereka menjadi pedagang asongan.

Dibantu dua rekannya yang juga sarjana, Muluk membagi tugas kepada Syamsul sarjana pendidikan untuk mengajar budi pekerti dan kewarganegaraan sedangkan Pipit, pengangguran yang sarjana agama untuk mengajar agama dan cara sholat.

Anak-anak copet itu menolak beralih profesi untuk jadi pedagang asongan. Mereka bilang duitnya lebih gede kalau nyopet. Dagang asongan tetap dikejar-kejar juga ama satpol PP.
Muluk, Syamsul dan Pipit pun pergi meninggalkan copet-copet kecil itu, karena ayah-ayah mereka melarang mereka untuk mengembangkan sumber daya manusia yaitu anak-anak yang berprofesi sebagai pencopet itu...menjadi manusia yang lebih terdidik…

Ayah Muluk (Dedi Mizwar), Ayah Pipit (Jarot Raharjo), dan calon mertua Muluk (Jaja Miharja) mengatakan uang hasil kerja mereka haram!

Mereka memaksa untuk ikut ke "kantor" Pipit bekerja. Ketika upaya Muluk dan Syamsul hampir berhasil membujuk anak-anak itu berhenti nyopet dan beralih jadi pedagang asongan.
Hasilnya mereka kecewa, kenapa anak-anak mereka yang disuapi dengan uang halal sejak kecil hingga dewasa tetapi setelah besar bekerja dari hasil uang mengelola duit para pencopet.

Syamsul kembali ke habitat semula, jadi anak nongkrong pos ronda. Pipit juga kembali sibuk mengirimkan sms dan ikut kuis di tv yang hadiannya jutaan rupiah meskipun ia belum pernah menang sekalipun.

Setelah Muluk, Syamsul dan Pipit memutuskan menyerah mendidik anak-anak copet ini karena ayah-ayah mereka melarang....ia mengembalikan semua pendapatan yang telah ia dapatkan, buku tabungan dengan saldo 21 juta, dan motor (dana itu disisihkan 10% ) dari duit hasil nyopet dikembalikan kepada Bang Jarot.

Jarot marah besar kepada anak-anak buahnya. Bang Muluk, Bang Syamsul dan Pipit itu mendidik kalian supaya punya masa depan yang lebih baik. Nggak jadi pencopet seumur hidup.
Suatu hari nanti kalian berhenti nyopet, dan tetep punya duit.
Dari hasil yang 10% milik kita yang disisihkan Bang Muluk tersimpan uang Rp 21.000.000, dan sebuah sepeda motor.

Selama ini kalian nggak pernah kan punya duit sebanyak ini?
nggak pernah kan? coba pikir!
Copet itu paling top dipenjara, digebukin sampai bonyok dan tua tetep miskin!
Ini negara bebas, siapa yang mau nyopet, ya nyopet, siapa yang mau ngasong silahkan!
Itu ada 6 kotak buat dagang asongan. Kalian boleh ambil! 6 orang anak akhirnya tergerak untuk beralih profesi menjadi pengasong.

Pada hari pertama mereka ngasong, mereka dikejar-kejar Satpol Pamong Praja (PP).
Muluk yang sedang belajar nyetir…turun ke jalan, berjibaku membela anak-anak mantan copet yang pernah dia asuh ketika mereka tertangkap Saptol PP, lari…lari..teriak Muluk.

“Pak mereka menjadi rejeki dengan berjualan asongan, tidak untuk kaya, tetapi untuk bertahan hidup daripada mereka mencopet lebih baik mereka jadi pedagang asongan.
"Tapi mereka mengganggu lalu-lintas! jawab satpol PP
"Seharusnya yang bapak tangkap para koruptor yang makan uang rakyat bukan mereka, ucap Muluk.
"Koruptor kan nggak mengganggu lalu-lintas, jawab salah seorang Satpol PP sekenanya..
"Ya, udah tangkap aja orang ini, jawab petugas Satpol PP. Muluk pun digiring ke mobil tahanan…

Lagu Tanah Airku, mengiringi adegan demi adegan scene ini.
Tanah airku tidak kulupakan
kan kukenang selama hidupku
biarpun saya pergi jauh
tidak kan hilang dari kalbu

Tanahku yang kucintai
engkau kubanggakan...

Ada air mata yang tertumpah saat saya menyaksikan adegan ini.
Film ini membuat kita menangis sekaligus mentertawakan diri sendiri.


Muluk mengajungkan dua jempolnya untuk menyemangati anak-anak mantan copet itu agar tidak berhenti mengasong, dari kursi mobil tahanan, sambil meneteskan air mata.

Di akhir film ada sebuah kutipan UUD 1945 Pasal 34: “Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”

Betapa lucunya pasal ini. Fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh teman-temannya, begitu seharusnya…


Seorang teman (Daus) bilang : "Kemiskinan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara agar tetap miskin…begitu faktanya!".



Tidak ada komentar:

Posting Komentar