Tengah malam
Di emperan sebuah toko roti
masih terjaga
sosok dekil, mungil
terkapar mengigil
tangan kanannya mengengam
botol air mineral yang diisi segengam beras...
sekuat daya menahan dinginnya
angin malam…
Kedua tangannya yang bersedekap beku
sayup-sayup berdoa
Tuhanku...
aku lapar sekali...
hari ini uang hasil mengamenku
tak cukup untuk membeli
nasi bungkus
untuk menganjal rasa laparku
aku rindu masakan ibuku…
rindu sekali…
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
21 Mei 2010
Mimpi Pesanan
Kepada peri mimpi
gelandangan itu memesan mimpi
setelah lama tak bermimpi
Ia minta dikirimi mimpi
tentang orang kaya yang pemurah...
orang miskin yang pandai bersyukur…
orang pintar yang tidak culas…
perempuan cantik yang tidak sombong…
Dunia manis idaman gelandangan
malang itu...
peri mimpi serta merta menolak
permintaan gelandangan malang itu
anak manis, bisakah kau tukar
mimpimu dengan mimpi yang
mudah aku kabulkan?
10 Sept 2006
gelandangan itu memesan mimpi
setelah lama tak bermimpi
Ia minta dikirimi mimpi
tentang orang kaya yang pemurah...
orang miskin yang pandai bersyukur…
orang pintar yang tidak culas…
perempuan cantik yang tidak sombong…
Dunia manis idaman gelandangan
malang itu...
peri mimpi serta merta menolak
permintaan gelandangan malang itu
anak manis, bisakah kau tukar
mimpimu dengan mimpi yang
mudah aku kabulkan?
10 Sept 2006
Narsisus
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga kau pikir kesempurnaan semesta
ada pada dirimu
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga ketika aku datang, turut bercermin di sampingmu
dan air telaga bening itu bergetar
memantulkan wajah, rambut, mata, hidung, bibir dan gincuku
kau pun terkesima, tak percaya
kau lihat berulang-ulang
pantulan pada permukaan air
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga ketika sehelai daun jatuh dan membuat
gelombang kecil pada permukaan air
mengacak-ngacak pantulan wajah kita berdua
kau marah, gusar, dan melemparkan sebutir batu
yang akhirnya membuat gelombang besar pada
telaga bening itu
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga kau tak dapat berpikir bijak
kita adalah dua mahluk yang sama-sama kurang sempurna
Ardian
30 Juli - Des 1997
pada air telaga bening itu
hingga kau pikir kesempurnaan semesta
ada pada dirimu
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga ketika aku datang, turut bercermin di sampingmu
dan air telaga bening itu bergetar
memantulkan wajah, rambut, mata, hidung, bibir dan gincuku
kau pun terkesima, tak percaya
kau lihat berulang-ulang
pantulan pada permukaan air
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga ketika sehelai daun jatuh dan membuat
gelombang kecil pada permukaan air
mengacak-ngacak pantulan wajah kita berdua
kau marah, gusar, dan melemparkan sebutir batu
yang akhirnya membuat gelombang besar pada
telaga bening itu
Barangkali kau memang sudah terlalu lama bercermin
pada air telaga bening itu
hingga kau tak dapat berpikir bijak
kita adalah dua mahluk yang sama-sama kurang sempurna
Ardian
30 Juli - Des 1997
Nightmare
Pulanglah!
Dan aku pulang
setelah tergesa merapihkan baju kisut dan rambut kusut
di dalam dada menumpuk kesakitan seorang pelacur
gelap memberiku jalan buntu
memaksaku memintas ke jalan batu
di persimpangan aku harus berhenti
di rumah setengah jadi berseng penyok
di halamannya yang sempit di antara pagar kepompong
berdiri pohon entah apa, daunnya gimbal dan semrawut
seperti seorang gila yang sedang menunggu
Di ruangan di antara patahan dinding bata
ada sepotong kaca retak
memantulkan wajah luka seorang pendosa
udara serbuk-serbuk pahit
di kursi renyuk
menanti kakek tua cerewet yang sakit
O, waktu, tunggu aku agar tak menyerah di sini!
Nenden Lilis A
2003
Dan aku pulang
setelah tergesa merapihkan baju kisut dan rambut kusut
di dalam dada menumpuk kesakitan seorang pelacur
gelap memberiku jalan buntu
memaksaku memintas ke jalan batu
di persimpangan aku harus berhenti
di rumah setengah jadi berseng penyok
di halamannya yang sempit di antara pagar kepompong
berdiri pohon entah apa, daunnya gimbal dan semrawut
seperti seorang gila yang sedang menunggu
Di ruangan di antara patahan dinding bata
ada sepotong kaca retak
memantulkan wajah luka seorang pendosa
udara serbuk-serbuk pahit
di kursi renyuk
menanti kakek tua cerewet yang sakit
O, waktu, tunggu aku agar tak menyerah di sini!
Nenden Lilis A
2003
Empat Bait Pergi
Pergilah
banting pintu seperti biasa
dan biarkan rumah bergetar
Bernyanyilah, atau minum
di ujung gang itu selalu ada gardu
dan tiga arah untuk berseteru
di sakumu relah kusisipkan cinta dengan sengaja
untuk kau makan atau tukarkan dengan ketololan
Sebentar lagi langit melepas baju
dini hari berlalu dan bekas sepatumu
riap di udara yang wagu
tapi kau masih juga di pekarangan
tak jelas menanam apa
dan tak pernah tahu yang kukerjakan
di dalam
Dina Oktaviani
Jakarta, Juli 2002
banting pintu seperti biasa
dan biarkan rumah bergetar
Bernyanyilah, atau minum
di ujung gang itu selalu ada gardu
dan tiga arah untuk berseteru
di sakumu relah kusisipkan cinta dengan sengaja
untuk kau makan atau tukarkan dengan ketololan
Sebentar lagi langit melepas baju
dini hari berlalu dan bekas sepatumu
riap di udara yang wagu
tapi kau masih juga di pekarangan
tak jelas menanam apa
dan tak pernah tahu yang kukerjakan
di dalam
Dina Oktaviani
Jakarta, Juli 2002
17 Mei 2010
Begitu Engkau Bersujud
Emha Ainun Najib
Begitu engkau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika
bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
1987
Pengirim Subhan Toba
Jumat 6 Januari 2000
Sumber :http://luqmansastra.blogspot.com
Begitu engkau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika
bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
1987
Pengirim Subhan Toba
Jumat 6 Januari 2000
Sumber :http://luqmansastra.blogspot.com
Surat dari Ibu
Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke hidup bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang
dan warna senja belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau.
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!
Kembali pulang, anakku sayang
kembali ke balik malam!
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”
16 Mei 2010
Pelangiku
-Buat Queency, malaikat kecilku-
Pelangiku punya delapan warna
me-ji-ku-hi-bi-ni-u
(merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilla,dan unggu)
dan satu lagi; kamu...
Pelangiku punya delapan warna
me-ji-ku-hi-bi-ni-u
(merah, jingga, kuning, hijau, biru, nilla,dan unggu)
dan satu lagi; kamu...
15 Mei 2010
Kubayangkan Surga
Jejak Cinta
Dia (Siti Hadjar) berpeluh buat Ismail
berlari-lari pada gersang gurun...Shofa-Marwah.
kering pasir pun kemilaukan terik matahari
jadi saksi meski dikata fatamorgana.
Itu, Siti Hadjar membekaskan jejak tapak kaki
tak ada duka...tiada keluh.
keikhlasan menyertai... peziarah mengikuti
lihatlah peluhnya menjadi kolam cinta,
buat ismail...
buat yang mau menjejakkan kaki.
Bekasi, Nov 09
Fitriah Anugrah
kering pasir pun kemilaukan terik matahari
jadi saksi meski dikata fatamorgana.
Itu, Siti Hadjar membekaskan jejak tapak kaki
tak ada duka...tiada keluh.
keikhlasan menyertai... peziarah mengikuti
lihatlah peluhnya menjadi kolam cinta,
buat ismail...
buat yang mau menjejakkan kaki.
Bekasi, Nov 09
Fitriah Anugrah
04 Mei 2010
Doa dalam Hujan
Menembus garis-garis hujan
anak lelaki itu menawarkan jasa:
“Pakailah payungku, bu
biar perutku terlindung dari kelaparan
dingin ini menggigit dinding laparku
periuk emakku kosong seharian.”
:kutabung lembar-lembar ribuan di pundi Tuhan….
Sementara di sudut lainnya,
Seorang anak perempuan
melagukan nada-nada hujan
bibirnya menggigil pucat
gemetar memelas suaranya
hati terpanggil nyanyian Tuhan
: Terlalu murah jika memberiNya uang recehan…
Tuhanku yang Maha Rahman,
Butiran airmata ini tinggi mengawang
anak-anak itu kelak menjadi orang
ditempa alam dengan kegetiran
:Engkaulah yang Maha Memungkinkan…..
Bandung, 30 Maret 2010
Rini Garini Darsodo
anak lelaki itu menawarkan jasa:
“Pakailah payungku, bu
biar perutku terlindung dari kelaparan
dingin ini menggigit dinding laparku
periuk emakku kosong seharian.”
:kutabung lembar-lembar ribuan di pundi Tuhan….
Sementara di sudut lainnya,
Seorang anak perempuan
melagukan nada-nada hujan
bibirnya menggigil pucat
gemetar memelas suaranya
hati terpanggil nyanyian Tuhan
: Terlalu murah jika memberiNya uang recehan…
Tuhanku yang Maha Rahman,
Butiran airmata ini tinggi mengawang
anak-anak itu kelak menjadi orang
ditempa alam dengan kegetiran
:Engkaulah yang Maha Memungkinkan…..
Bandung, 30 Maret 2010
Rini Garini Darsodo
Sujud
Mustofa Bisri
Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.
Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.
Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.
Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih
Bagaimana kau hendak bersujud pasrah
sedang wajahmu yang bersih sumringah
keningmu yang mulia
dan indah begitu pongah
minta sajadah
agar tak menyentuh tanah.
Apakah kau melihatnya
seperti iblis saat menolak menyembah bapakmu
dengan congkak,
tanah hanya patut diinjak,
tempat kencing dan berak
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya jadi lahan
pemanjaan nafsu
serakah dan tamak.
Apakah kau lupa
bahwa tanah adalah bapak
dari mana ibumu dilahirkan,
tanah adalah ibu yang menyusuimu
dan memberi makan
tanah adalah kawan yang memelukmu
dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang
menuju keabadian.
Singkirkan saja
sajadah mahalmu
ratakan keningmu,
ratakan heningmu,
tanahkan wajahmu,
pasrahkan jiwamu,
biarlah rahmat agung
Allah membelai
dan terbanglah kekasih
Doa Pesakitan
Emha Ainun Nadjib
GUSTI,
seperti kapan saja
kami para hamba
tak berada di mana-mana
melainkan di hadapan-Mu jua
ini sangat sederhana
tetapi kami sering lupa
sebab mengalahkan musuh-musuh-Mu
yang kecil saja, kami tak kuasa
GUSTI,
inilah tawanan-Mu
tak berani menengadahkan muka
mripat kami yang terbuka
telah lama menjadi buta
sebab menyia-nyiakan dirinya
dengan hanya menatap hal-hal maya
GUSTI,
cinta kami kepada Mu tak terperi
namun itu tak diketahui
oleh diri kami sendiri
maka tolong ajarilah kami
agar sanggup mengajari diri sendiri
menyebut nama-Mu seribu kali sehari
karena meski hanya sehuruf saja dari-Mu
takkan tertandingi
GUSTI,
kami berkumpul di sini
untuk mengukur keterbatasan kami
melontarkan beratus beribu kata
seperti buih-buih
melayang-layang di udara
diisap kembali oleh Maha Telinga
sehingga tinggal jiwa kami termangu
menunggu ishlah dari Mu
agar jadi bening dan tahu malu
GUSTI,
kami pasrah sepasrah-pasrahnya
kami telanjang setelanjang-telanjangnya
kami syukuri apapun
sebab rahasia Mu agung
tak ada apa-apa yang penting
dalam hidup yang cuma sejenak ini
kecuali berlomba lari
untuk melihat telapak kaki siapa
yang paling dulu menginjak
halaman rumah Mu
GUSTI,
lihatlah
mulut kami fasih
otak kami secerdik setan
jiwa kami luwes
bersujud bagai para malaikat Mu
namun saksikan
adakah hidup kami mampu begitu ?
langkah kami yang mantap dan dungu
hasil-hasil kerja kami yang gagah dan semu
arah mata kami yang bingung dan tertipu
akan sanggupkah melunasi hutang kami
kepada kasih cinta penciptaan Mu ?
GUSTI,
masa depan kami sendiri kami bakar
namun Engkau betapa amat sabar
peradaban kami semakin hina
namun betapa Engkau bijaksana
kelakuan kami semakin nakal
namun kebesaran Mu maha kekal
nafsu kami semakin rakus
tapi betapa rahmat Mu tak putus-putus
kemanusiaan kami semakin dangkal
sehingga Engkau menjadi terlampau mahal
GUSTI,
kamilah pesakitan
di penjara yang kami bangun sendiri
kamilah narapidana
yang tak berwajah lagi
kaki dan tangan ini
kami ikat sendiri
maka hukumlah dan ampuni kami
dan jangan biarkan terlalu lama menanti
GUSTI,
seperti kapan saja
kami para hamba
tak berada di mana-mana
melainkan di hadapan-Mu jua
ini sangat sederhana
tetapi kami sering lupa
sebab mengalahkan musuh-musuh-Mu
yang kecil saja, kami tak kuasa
GUSTI,
inilah tawanan-Mu
tak berani menengadahkan muka
mripat kami yang terbuka
telah lama menjadi buta
sebab menyia-nyiakan dirinya
dengan hanya menatap hal-hal maya
GUSTI,
cinta kami kepada Mu tak terperi
namun itu tak diketahui
oleh diri kami sendiri
maka tolong ajarilah kami
agar sanggup mengajari diri sendiri
menyebut nama-Mu seribu kali sehari
karena meski hanya sehuruf saja dari-Mu
takkan tertandingi
GUSTI,
kami berkumpul di sini
untuk mengukur keterbatasan kami
melontarkan beratus beribu kata
seperti buih-buih
melayang-layang di udara
diisap kembali oleh Maha Telinga
sehingga tinggal jiwa kami termangu
menunggu ishlah dari Mu
agar jadi bening dan tahu malu
GUSTI,
kami pasrah sepasrah-pasrahnya
kami telanjang setelanjang-telanjangnya
kami syukuri apapun
sebab rahasia Mu agung
tak ada apa-apa yang penting
dalam hidup yang cuma sejenak ini
kecuali berlomba lari
untuk melihat telapak kaki siapa
yang paling dulu menginjak
halaman rumah Mu
GUSTI,
lihatlah
mulut kami fasih
otak kami secerdik setan
jiwa kami luwes
bersujud bagai para malaikat Mu
namun saksikan
adakah hidup kami mampu begitu ?
langkah kami yang mantap dan dungu
hasil-hasil kerja kami yang gagah dan semu
arah mata kami yang bingung dan tertipu
akan sanggupkah melunasi hutang kami
kepada kasih cinta penciptaan Mu ?
GUSTI,
masa depan kami sendiri kami bakar
namun Engkau betapa amat sabar
peradaban kami semakin hina
namun betapa Engkau bijaksana
kelakuan kami semakin nakal
namun kebesaran Mu maha kekal
nafsu kami semakin rakus
tapi betapa rahmat Mu tak putus-putus
kemanusiaan kami semakin dangkal
sehingga Engkau menjadi terlampau mahal
GUSTI,
kamilah pesakitan
di penjara yang kami bangun sendiri
kamilah narapidana
yang tak berwajah lagi
kaki dan tangan ini
kami ikat sendiri
maka hukumlah dan ampuni kami
dan jangan biarkan terlalu lama menanti
Sajak Garuda
SELALU TERDENGAR OLEHKU SUARA,
DARI PARUH GARUDA ITU :
kalau kau hisap darah rakyatku,
akan kutagih darah itu
kalau kau ambil tanah mereka,
akan kusengsarakan hari tuamu
kalau kau rebut hak mereka,
akan kubatalkan kebahagiaanmu
kalau kau rampok kenyang mereka,
akan kulaparkan anak cucumu
dan,
kalau kasih Tuhan kepada mereka kau halangi,
mayatmu tak 'kan kuhormati
KALAU TELINGAKU KELIRU,
PASTI GARUDA HANYALAH GAMBAR DUNGU
Emha Ainun Nadjib
02 Mei 2010
Pelajaran Pertama Menulis Sajak
Frida Nathania
Untuk menulis sajak, kita tak perlu
Meja yang lapang, pun tak butuh liur bir
Guna merangsang sang syair terlahir
Dari kelangkang takdirnya kelabu
Tapi mungkin kita perlukan sunyi
(barangkali dalam secangkir kopi):
Kelam, pekat, mengepul dari pori bumi
Dari kolong waktu yang kenyang dilukai
Jadi kita akan duduk bersama, merenungi
Di meja lapuk yang tak teramat luas ini
Memutuskan sesudah merundingkannya masak
Kata-kata terbaik bagi sebuah sajak
2010
Sumber : Kompas, Minggu 2 Mei 2010
Untuk menulis sajak, kita tak perlu
Meja yang lapang, pun tak butuh liur bir
Guna merangsang sang syair terlahir
Dari kelangkang takdirnya kelabu
Tapi mungkin kita perlukan sunyi
(barangkali dalam secangkir kopi):
Kelam, pekat, mengepul dari pori bumi
Dari kolong waktu yang kenyang dilukai
Jadi kita akan duduk bersama, merenungi
Di meja lapuk yang tak teramat luas ini
Memutuskan sesudah merundingkannya masak
Kata-kata terbaik bagi sebuah sajak
2010
Sumber : Kompas, Minggu 2 Mei 2010
22 Maret 2010
Riwayat Kata-kataku
Kata-kata aku tak mampu
hidup lebih lama darimu:
teruskan hidupku
gemakan jiwaku yang punah
Dalam matiku kata-kataku bernyanyi
mengantar darahku yang hilang
Kata-kata, aku tak mampu
hidup lebih lama darimu
tiuplah seruling di hati yang patah
sentuhlah bibir yang rindu bergetar
Kata-kataku hanyut ke masa depan
meninggalkanku dengan lambung tertidur
Bila kau dapati kata-kataku
tergeletak di tepi jalan, tegurlah
maka aku yang telah mengabu
akan berdenyut dalam jantungmu!
13 Januari 2006
hidup lebih lama darimu:
teruskan hidupku
gemakan jiwaku yang punah
Dalam matiku kata-kataku bernyanyi
mengantar darahku yang hilang
Kata-kata, aku tak mampu
hidup lebih lama darimu
tiuplah seruling di hati yang patah
sentuhlah bibir yang rindu bergetar
Kata-kataku hanyut ke masa depan
meninggalkanku dengan lambung tertidur
Bila kau dapati kata-kataku
tergeletak di tepi jalan, tegurlah
maka aku yang telah mengabu
akan berdenyut dalam jantungmu!
13 Januari 2006
Nyanyian Si Bisu dan Tarian Si Pincang
Dan manakala si bisu
bernyanyi mengiringi tarian si pincang:
maka dunia pun menjadi
salah satu sudut terindah
taman-taman surga
10 Juni 2005
bernyanyi mengiringi tarian si pincang:
maka dunia pun menjadi
salah satu sudut terindah
taman-taman surga
10 Juni 2005
21 Maret 2010
Nyalakan Matamu
Bagus, nyalakan matamu
Segera tuliskan kata-katamu
Dengan sisa-sisa sakitmu
20 Maret 2010
Segera tuliskan kata-katamu
Dengan sisa-sisa sakitmu
20 Maret 2010
Airmata Anak-anak
Airmata anak-anak sepeti gelas tumpah
di atas meja di restoran mewah
dan kita berlomba menjauhinya
Airmata anak-anak seperti gelas tumpah
sebuah saputangan putih
tak cukup
untuk mengeringkannya
Feb 1997
di atas meja di restoran mewah
dan kita berlomba menjauhinya
Airmata anak-anak seperti gelas tumpah
sebuah saputangan putih
tak cukup
untuk mengeringkannya
Feb 1997
Baju Bulan
Bulan, aku mau lebaran. Aku ingin baju baru , tapi tak punya uang. Ibuku entah di mana sekarang, sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan.
Bolehkah, bulan kupinjam bajumu barang semalam ? Bulan terharu : kok masih ada yang membutuhkan bajunya yang kuno di antara begitu banyak warna warni baju buatan? Bulan mencopot bajunya yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil yang sering ia lihat menangis di persimpangan jalan. Bulan rela telanjang di langit: atap paling rindang bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang.
Bolehkah, bulan kupinjam bajumu barang semalam ? Bulan terharu : kok masih ada yang membutuhkan bajunya yang kuno di antara begitu banyak warna warni baju buatan? Bulan mencopot bajunya yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil yang sering ia lihat menangis di persimpangan jalan. Bulan rela telanjang di langit: atap paling rindang bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang.
Joko Pinurbo
Kompas, Minggu 23 Nov 2003
Langganan:
Postingan (Atom)