Stasiun Kereta Api Bogor |
Nama Kota Bogor adalah sesuatu yang baru. Nama Kota Bogor
menggantikan nama Kota Buitenzorg baru terjadi pada tahun 1950. Pengumuman nama
resmi Kota Bogor disampaikan oleh Menteri Pendidikan, A. Mononutu dalam
konferensi pers (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 21-01-1950). Hal ini
berbeda dengan Djakarta yang menggantikan nama Batavia, saat Hari Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 otomatis Batavia berganti
menjadi Djakarta. Tidak demikian dengan Buitenzorg.
Nama Buitenzorg secara resmi dimulai
tahun 1810. Hal ini terkait dengan pembelian tanah-tanah partikelir yang
dilakukan oleh Gubenur Jenderal Daendels mewakili Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1810 untuk membentuk Kota Bogor sebagai milik pemerintah. Buitenzorg
sendiri sebelum ditetapkan sebagai nama kota adalah nama area. Suatu nama area
yang meliputi dari Dermaga hingga Tjiseroa dan dari Kampong Baro hingga
Tjidjeroek. Nama area Buitenzorg berasal-usul dengan keberadaan Istana Gubernur
Jenderal VOC di Kampong Baro (Kampong masa lampau dimana Istana Bogor yang
sekarang berada). Bahasa Belanda, buiten=luar rumah, zorg=tempat
peristirahatan.
Setelah nama resmi Kota Bogor diubah, lalu nama-nama
jalan juga diubah. Namun nama-nama jalan yang diubah hanya yang berbau Belanda.
Sedangkan nama yang berbau pribumi tetap dipertahankan, seperti nama-nama
geografis (nama kampong, nama area dan sebagainya). Nama-nama jalan yang diubah adalah:
Handel straat menjadi jalan Surya Kencana; Hospital weg menjadi jalan Pengadilan; Treub weg menjadi jalan Otto Iskandardinata, Lingburgstirum weg menjadi jalan Harupat, Groote weg (sekarang jalan Djuanda); Bataviasch weg (sekarang jalan A. Yani); Park weg menjadi jalan Dewi Sartika, Station weg (jalan Nyi Raja Permas), Bioscop weg (jalan Mayor Oking), Gang Vander Wyk (jalan Pabaton), Museum weg (jalan Kantor Batoe), Koepel weg (jalan Lawang Gintung), Bantam mbr weg (sekarang jalan Kapten Muslihat), Landbouw weg (jalan Cimanggu), Gasebriek weg (jalan MA Salamun).
Dari nama-nama berbau Belanda tersebut hanya ada satu
nama "Pahlawan" Belanda di Buitenzorg yang perlu diabadikan namanya yakni
Melchior Treub. Anehnya, tidak ada nama-nama yang berbau keluarga kerajaan
Belanda atau nama-nama pahlawan Belanda (sebagaimana ditemukan di Batavia,
Bandoeng dan Medan). Nama-nama jalan di Buitenzorg hampir semuanya menggunakan
nama-nama situs. Sekadar untuk diketahui Prof. Dr. Melchior Treub adalah mantan
Direktur Kebun Raya.
Untuk nama-nama geografis yang dipertahankan yang sudah
ada sebelumnya adalah Gang Kebon Djahe, Tjiwaringin weg, Tjikeumeh weg (jalan
Merdeka), Boeboelak weg (jalan RE Martadinata), Paledang weg, Panaragan weg,
Pantjasan weg, Lolongok weg, Sadang weg, Lajongsari weg, Bondongan weg (jalan
Pahlawan), Batoetoelis weg, Soekasari weg (jalan Siliwangi), Tjiliboet weg
(Kebon Pedes), Tjimanggoe weg, Tjilendek weg.
Nama Tokoh
Nasional
Nama jalan di kota-kota di Indonesia menempatkan nama
tokoh nasional menjadi prioritas. Nama-nama tokoh tersebut seperti Otto
Iskandardinata, Djuanda, Dewi Sartika, Kartini, Jenderal Ahmad Yani,
Jend.Sudirman. KS Tumbun, RE Martadinata, Raden Saleh. Nama lain diasosiasikan dengan nasional seperti
Merdeka, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Pahlawan (sejak keberadaan Taman Makam
Pahlawan), Pemuda. Jembatan Merah dan sebagainya.
Nama Tokoh
Bogor
Mayor Oking, pejuang Perang Kemerdekaan. Mayor Oking
Djaya Atmadja di dalam Divisi Siliwangi ikut menumpas PKI di Madiun dan gerakan
DI/TII di Jawa Barat. Kapten Moeslihat, pahlawan Kota Bogor dalam Perang
Kemerdekaan (1945-1949). Kapten Tubagus Moeslihat gugur di Kota Bogor 6
Desember 1945.
Dua nama yang khusus di Kota Bogor adalah jalan
Pajajaran, jalan Suryakencana dan jalan
Siliwangi. Ketiga nama jalan ini seakan menjadi ‘tuan rumah’ karena nama-nama
tersebut terkait erat dengan keberadaan Kerajaan Pakuan-Pajajaran dengan raja
terakhir Prabu Siliwangi yang keberadaannya diyakini berada di tengah Kota
Bogor yang sekarang.
Nama tokoh Kota Bogor lainnya antara lain MA Salmun (Sastrawan Sunda terkenal), KH. Abdullah Bin Nuh (pejuang kemerdekaan dan ulama Islam), KH Sholeh Iskandar (pejuang kemerdekaan dan ulama Islam), Dr.Semeru, dan lainnya. Dr. Semeru tidak begitu dikenal di Kota Bogor. Pernah menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) di Buitenzorg
Nama Jalan
Terkini: Andi Hakim Nasoetion
Nama jalan terkini di Kota Bogor adalah Jalan Andi
Hakim Nasution. Penabalan nama Andi Hakim Nasution baru terjadi beberapa hari
yang lalu. Nama jalan Andi Hakim Nasution menggantikan nama jalan Rumah Sakit
(yang dulu juga dikenal sebagai jalan Malabar). Lokasi nama jalan Andi Hakim
Nasution berada di samping Institut Pertanian Bogor (IPB) di area Baranangsiang, Bogor Utara.
Di Kota Bogor tidak ada nama jalan Dr. Masdoelhak
Nasution, Ph.D. Juga tidak ada nama jalan Jenderal Abdul Haris Nasution. Jalan
Masdoelhak Nasution hanya ada di Kota Medan (saja). Jalan Abdul Haris Nasution
hanya ada di beberapa kota seperti Kota Bandung, Kota Medan, Kota Padang
Sidempuan, Kota Kendari.
Jalan Andi Hakim Nasution hanya ada di Kota Bogor.
Tidak ada di Kota Medan, tidak ada di Kota Padang Sidempuan dan tidak ada di
Kota Panyabungan. Nama Andi Hakim Nasution sangat dikenang oleh alumni-alumni
Institut Pertanian Bogor (IPB), tidak hanya karena pernah menjabat rektor IPB
selama dua periode (1978-1987) tetapi karena kepeloporannya merekrut siswa
berprestasi dari seluruh penjuru tanah air untuk kuliah di IPB tanpa tes masuk
PTN. Andi Hakim Nasution sendiri tentu saja sangat dikenal di Kota Bogor karena
Andi Hakim Nasution adalah anak Bogor: meski lahir di Jakarta tetapi sejak
kanak-kanak sudah tinggal di Bogor hingga meninggal dunia di Kota Bogor.
Penabalan nama Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, MSc
terkait dengan kiprahnya di Institut Pertanian Bogor yang secara nasional
banyak memberikan inovasi-inovasi dalam pengembangan perguruan tinggi yang
diterapkan secara nasional seperti rekrutmen calon mahasiswa berprestasi
(sekarang mahasiswa undangan), program masa kuliah (hanya empat tahun),
kebijakan persyaratan untuk menjadi guru besar harus berpendidikan level
tertinggi (Doktor atau Ph.D) dan penulis utama buku matematika untuk sekolah
menengah.
Keluarga Andi Hakim Nasution juga cukup dikenal luas
di Kota Bogor pada masa lampau. Ayahnya, Drh. Anwar Nasution adalah alumni
Sekolah Kedokteran Hewan (Veeartsenschool). Anwar Nasoetion, lahir di Pidoli,
Panyabungan. Anwar Nasoetion lulusan HIS Padang Sidempoean masuk Veeartsen
School tahun 1922 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1923) dan lulus dokter
hewan 1928 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1928). Setelah lulus, Drh.
Anwar Nasution diangkat menjadi dokter hewan pemerintah di Batavia (De Indische
courant, 04-06-1930). Kemudian Anwar Nasution bertugas di sejumlah tempat di
Hindia Belanda, antara lain di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur (Het nieuws
van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-02-1938). Salah satu kontribusi Dr.
Anwar Nasution adalah membuat pedoman pengawasan daging hewan untuk diterapkan
di seluruh wilayah Hindia Belanda hingga ke desa-desa (lihat De Indische
courant, 27-06-1941).
Setelah pension dari dinas pemerintah (semasa
pendudukan Jepang) Drh. Anwar tidak kembali ke kampong halaman tetapi memilih
tetap menetap di Kota Bogor dan berkiprah sebagai dokter hewan swasta (di jalan
Tjiwaringin).
Wali Kota Bogor, Bima Arya, Ph.D cerdas dan cermat
mengusulkan dan meresmikan nama Prof. Andi Hakim Nasoetion untuk nama jalan
kali pertama. Prof. Andi pernah mengusulkan agar masa kuliah lebih cepat (empat
tahun) dan harus bergelar doktor agar bias jadi guru besar. Menjadi doctor dan
menjadi guru besar lebih muda dan akan lebih lama mengabdikan keilmuannya bagi
masyarakat. Bima Arya, Ph.D adalah ilmuwan muda yang meraih gelar doctor pada
usia muda dan lebih muda dan lebih cepat mengabdikan keilmuannya. Energi otak
pada usia muda lebih jernih dan lebih cepat bereaksi. Ini mengindikasikan Bima
Arya, Ph.D juga adalah produk pemikiran Prof. Andi Hakim Nasoetion. Saya yakin,
alumni IPB sangat respek dan selalu ingat terhadap terobosan yang dibuat Wali
Kota Bogor, Bima Arya, Ph.D. Kami ucapkan selama kepada Wali Kota muda Kota
Bogor.
Saya sendiri terus terang adalah produk pemikiran
Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, MSc. Karena pemikirannyalah saya bisa
belajar di Kota Bogor, dari kota terpencil di pedalaman saya termasuk diantara
yang diundang belajar di Institut Pertanian Bogor tahun 1983. Lewat bukunya
saya menjadi paham matematika dan dari situ saya lebih mudah memahami
statistika dan ekonomi. Dalam sebuah permikirannya yang terus saya kenang waktu
itu ‘belajarlah dan siap untuk berkembang dimanapun (bidang keilmuan kita)
berada. Saat ini saya tengah mempelajari sejarah ekonomi dan bisnis Indonesia.
Meski saya berada jauh di Kota Depok, serial artikel sejarah Kota Bogor ini
adalah bagian dari cara saya untuk tetap dekat memory di Bogor, kota dimana
pemikiran saya mulai berkembang.
.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar