15 Desember 2014

Arswendo Atmowiloto, Penulis Cerita Keluarga Cemara

Arswendo Atmowiloto, mantan pemimpin redaksi tablod Monitor, ia pernah bercita-cita menjadi dokter, tetapi ekonomi keluarga tak memungkinkan dirinya memasuki fakultas kedokteran.
Ayahnya bekerja sebagai pegawai balaikota Surakarta, beliau meninggal ketika Arswendo masih duduk di sekolah dasar. Ibunya meninggal tahun 1965. Ia menjadi anak yatim piatu pada usia 17 tahun.

Ketiak Arswendo diterima di Postel Bandung, yang berikatan dinas, setelah lulus SMA, anak ketiga dari enam bersaudara ini tak bisa berangkat karena tak punya ongkos. Kalau pun ia sempat kuliah di IKIP Negeri Solo (Sekarang Univrsitas Negeri Sebelas Maret), itu pun dijalani dengan setengah hati. Wendo, demikian panggilannya, pernah bekerja diberbagai tempat, mulai di pabrik bihun, tukang parker sepeda di apotik, tukang pungut bola di lapangan tenis, dan lain sebagainya. Selanjutnya ia mulai menulis dalam bahasa Jawa, cerita pendek, dan cerita bersambung, serta artikel di media berbahasa Jawa pada tahun 1968. Mula-mula tulisannya selalu ditolak. Tetapi setelah mengunakan nama Arswendo Atmowiloto, tulisannya pun diterbitkan.  

Wendo menjadi wartawan ketika di Solo muncul harian berbahasa Jawa Dharma Kandha dan Dharma Nyata. Sambil bekerja di media tersebut ia pun menjadi korenponden lepas majalah Tempo. Pada tahun 1972, ia pindah ke Jakarta dan bekerja sebagai redaktur pelaksanan di majalah humor Astaga. Majalah ini tak hidup lama. Dan ia pun menjadi wartawan di kelompok Kompas-Gramedia. Di sini ia menjadi pemimpin redaksi majalah remaja Hai dan tabloid hiburan Monitor

Monitor yang melesat pamornya dalam waktu singkat terjerat sebuah kasus. Dalam tabloid tersebut Arswendo memuat jejak pendapat tentang tokoh-tokoh yang dikagumi, ia menempatkan Nabi Muhammad saw. diurutan kesebelas. Ia diganjar lima tahun kurungan penjara. Ekonomi keluarga pun terpuruk. Anaknya yang baru lulus sekolah dasar berjualan sampul buku, sedangkan anaknya yang lebih tua berjualan kue. 

Pribadinya yang santai dan senang humor membuat Arswendo betah menjalani hidup di penjara. Sebagai contoh, ia menghabiskan waktu di penjara dengan membuat tato di sandal jepit. Setelah ditato, sandal yang semula berharga lima ratus, bisa dijual kembali dengan haraga dua ribu. Dengan usaha itulah ia mempunyai tujuh ratus anak buah. Tentunya ia tetap menulis. Tujuh novel yang ditulisnya di LP Cipinang antara lain Kisah Para Ratib, Abal-abal, dan menghitung Hari. Ia juga menulis puluhan artikel, tiga naskah scenario, dan bberapa cerita bersambung. Sebagian di antaranya dikirim ke Kompas dan Suara pembaharuan dengan menggunakan nama pena. 

Wendo, yang pernah mengikuti program penulisan kreatf di Iowa, Amerika Serikat, pada tahun 1979, dikenal juga sebagai pengamat televise. Wendo, pemilik rumah produksi PT Atmochademas Persada, telah membuat sejumlah sinetron. Sinetron keluarga Cemara memperoleh Panasonic Award pada tahun 2000 sebagai sinetron anak-anak terfavorit. Ia juga menerima Piala Vidia sebanyak tiga kali untuk Pemahat Borobudur, Menghitung Hari, dan Vonis Kepagian. Selain mnulis, Wendo pun sula mendalang. 

Referensi :

1.       Miskin Tapi Sukses Sekolah/Kuliah, Nisrina Lubis, Diva Press, Juni 2010.
2.       http://www.eocommunity.com/Mesin-Ketik-Pertama-Arswendo-Atmowiloto
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar