Suatu hari Mencius pulang sekolah
lebih awal daripada biasanya. Ketika itu ibunya sedang menenun kain. Sembari
tetap menenun, ibunya bertanya, “Kenapa pulang cepat Nak?” Mencius menjawab,
“Sekolah libur Bu.”
Menyadari Mencius telah berbohong,
ibunya serta merta berhenti menenun, lalu berdiri mencari gunting. Begitu
didapatkan, tanpa ragu ia menggunting hasil tenunan yang sudah 80% jadi! Padahal
itu hasil kerja kerasnya selama berbulan-bulan.
Mencius terpana, shock.
“Kenapa ibu melakukan itu ?!”
Ibunya menjawab dengan kalem,
“Mencius, lihatlah. Walaupun sudah 80% jadi, kalau ibu mogok menenun, maka sama
saja kain ini tidak jadi. Tidak berguna. Karena “hampir jadi” itu tidak sama
dengan jadi. Hasil kerja ibu baru membuahkan hasil, bila ibu kerjakan sampai
selesai.”
Mencius meraba-raba ke mana arah
pembicaraan Ibunya. Lalu Ibunya melanjutkan, “Demikianlah pula kamu. Engkau
belajar tetapi engkau suka membolos, walaupun hanya sehari, maka hasilnya tidak
akan maksimal. Tidak akan cukup berharga. Sama saja dengan kain yang baru 80%
jadi.”
Menyadari kesalahannya Mencius
segera bersujud, paikui, di hadapan
ibunya, minta ampun. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Mencius atau Meng Zi (372 SM – 289 SM) adalah filsuf Cina yang dihormati
sebagai orang nomor dua setelah Confusius. Pengalaman Mencius ditegur ibunya
ini terus dipelihara dalam budaya Cina melalui sebuah pepatah yang berbunyi :
Duan ji jiao ze (arti harfiahnya : merusak mesin demi memberi pelajaran kepada
anak).
Sumber :
Intisari, edisi Oktober 2014
Lentera, Kain yang Gagal, S. Siek
Tjay King, dari Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar