Saya pernah menuliskan riwayat
hidup Ibu Dewi Sartika, yaitu ketika saya duduk di kelas 5 SD. Waktu itu saya
menuliskannya di kertas double folio bergaris. Pada sebelah kiri atas, saya
tempelkan potret Ibu Dewi Sartika dalam balutan baju kebaya dan rambut yang
disanggul.
Kali ini saya menuliskan ulang riwayat hidup Ibu Dewi Sartika 10
hari setelah hari ulang tahunnya (4 Desember 1884). Ada hal baru yang saya
temukan, ternyata Ayu Raja Permas adalah nama Ibunda Raden Dewi Sartika. Nama
beliau dipakai sebagai nama jalan di dekat stasiun kereta api Bogor (Jl. Nyi
Raja Permas), sedangkan nama Raden Dewi Sartika
sendiri dipakai sebagai nama jalan di pusat keramaian pasar anyar, atau
lebih dikenal sebagai bioskop 21, Dewi Sartika.
Inilah kisah pelita bagi kaum
wanita tersebut…
Ibu Raden Dewi Sartika lahir di
Bandung, 4 Desember 1884, ketika ia berumur 10 tahun ia sudah bertekad untuk
mengajar membaca dan menulis teman-teman seusianya dan pegawai Kapatihan
Cicalengka. Padahal saat itu, ia sedang dititipkan di rumah pamannya, Raden
Demang Aria Surakarta Adiningrat, seorang Patih Cicalengka. Ayahnya, Raden
Rangga Somanagara sedang diasingkan Belanda di
pulau Ternate, Maluku.
Di belakang pendopo kepatihan
Cicalengka inilah Ibu Raden Dewi Sartika sempat bersekolah. Ia bersekolah di
sekolah khusus anak-anak Belanda dan priyayi, nama sekolahnya adalah Sekolah
Kelas Satu (Eerste Klasse Inlandsche
School) di Bandung. Ia sempat bermain sekolah-sekolahan dan mengajarkan
teman-teman seusianya dan pegawai kepatihan Cicalengka membaca dan menulis.
Betapa hebatnya, Ibu Raden Dewi Sartika (1894), dalam usia 10 tahun itu sudah ikhlas berbagi ilmu membaca
dan menulis.
Pada 16 Januari 1904, ketika Ibu
Dewi Sartika berumur 20 tahun secara terang-terangan beliau mendirikan Sakola
Istri. Sekolah tersebut bertempat di Paseban Barat Pendopo Bandung. Mendengar
kegiatan yang dilakukan Raden Dewi Sartika, seorang Inspektur Hindia Belanda,
C. Den Hammer menanyakan kepada beliau apa maksud didirikannya Sakola Istri.
Inilah jawaban keren dari Ibu Dewi Sartika.
“Saya ingin menanamkan kepada
perempuan Bumi Putera, sebagai perempuan mereka harus bisa segala-galanya, agar
mereka punya rasa percaya diri terhadap kemampuannya dan tidak melulu
bergantung pada suami, apalagi pada belas kasihan orang lain,” jawab Ibu Raden
Dewi Sartika lantang.”
Atas kesungguhan Ibu Raden Dewi
Sartika tersebut Inspektur Hammer, meminta RA Martanagara, bupati Bandung pada
saat itu untuk menyediakan ruangan angkatan pertama Sakola Istri, jumlah
muridnya 20 orang dengan 3 guru. Setahun kemudian murid Sakola Istri bertambah
banyak dan sekolah tersebut dipindahkan ke jalan Ciguriang Kebon Cau. Hingga
tahun 1909, sekolah ini meluluskan angkatan pertama dan nama Sakola Istri
diubah menjadi Sakola Kautamaan Istri, yang pada tahun 1912 (setelah 8 tahun)
jumlahnya menjadi 9 sekolah.
Atas keberhasilan mendidik dan
mengajar, Raden Dewi Sartika dianugrahi 2 kali bintang emas oleh Pemerintah
Hindia Belanda. Ibu Dewi Sartika wafat pada tanggal 11 September 1947 pada usia
61 tahun di Tasikmalaya. Ia dimakamkan di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu,
kecamatan Cineam. Namun 3 tahun kemudian makam beliau dipindahkan ke komplek
pemakaman bupati bandung yang berada di jalan Karanganyar Bandung hingga detik ini. Atas jasa-jasa sebagai
perintis bagi kaum wanita maka pemerintah RI memberikan penghargaan beliau
gelar Pahlawan KemerdekaanNasional dengan SK Presiden RI No. 252 tahun 1966.
Umur biologis Ibu Raden Dewi Sartika 61 tahun, namun umur kebaikannya tetap
dikenang seperti baru terjadi kemarin, melampaui 128 tahun. Sekarang giliranmu
untuk menjadi hebat seperti Ibu Raden Dewi Sartika.
Sumber :
Pikiran Rakyat, Minggu 14
Desember 2014
Sumber gambar :
https://alive4.beon.co.id/~sejarahr/sejarah-singkat-pramuka/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar