Ilustrasi : Buruh garment |
Melati awalnya adalah seorang buruh pabrik. Gajinya di bawah UMR (Upah Maksimal Regional), dua juta rupiah.
Setiap bulan gaji yang minim itu berubah dan segera ludes untuk membayar uang
kontrakan, odol, sabun, beras, ongkos angkot, dan tetek bengek lainnya. Tanggal
15 ia sudah mengalami penyempitan pembuluh dompet.
Ia telah bersabar menjadi buruh pabrik garmen selama 10 tahun. Namun hidupnya begitu-begitu saja, untuk
kebutuhan dasar pun masih sering berhutang. Karena keterbatasan pendapatan yang
ia terima bukan karena boros.
Suatu hari seorang teman menawarinya bekerja sebagai pemijat. Sebenarnya lebih dari pemijat biasa,
pekerjaannya adalah pemijat plus-plus. Sekali memijat ia memperoleh uang 50
ribu, dalam sehari ada 5 pelanggan yang ia pijat. Jadi pendapatannya sehari 250
ribu. Itu lebih baik daripada bekerja sebagai buruh pabrik. Banting tulang
tanpa hasil. “Bekerja kok nggak
punya duit? Ujar Melati dalam hati
setiap kali mengingat slip gaji di pabrik lama tempat dulu ia bekerja.
Sumber : Radar Bogor, 21 Oktober 2014, Panti Pijat Plus-Plus di Tlanjung
Udik
Sumber foto :
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/416533-dipukul-polisi-saat-demo--buruh-wanita-kamboja-keguguran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar