24 Oktober 2014

Pengakuan Pekerja Panti Pijat Plus-Plus


Ilustrasi : Buruh garment
Melati  awalnya adalah seorang buruh pabrik. Gajinya di bawah UMR (Upah Maksimal Regional), dua juta rupiah. Setiap bulan gaji yang minim itu berubah dan segera ludes untuk membayar uang kontrakan, odol, sabun, beras, ongkos angkot, dan tetek bengek lainnya. Tanggal 15 ia sudah mengalami penyempitan pembuluh dompet.
Ia telah bersabar menjadi buruh pabrik garmen selama 10 tahun. Namun hidupnya begitu-begitu saja, untuk kebutuhan dasar pun masih sering berhutang. Karena keterbatasan pendapatan yang ia terima bukan karena boros.

Suatu hari seorang teman menawarinya bekerja sebagai pemijat.  Sebenarnya lebih dari pemijat biasa, pekerjaannya adalah pemijat plus-plus. Sekali memijat ia memperoleh uang 50 ribu, dalam sehari ada 5 pelanggan yang ia pijat. Jadi pendapatannya sehari 250 ribu. Itu lebih baik daripada bekerja sebagai buruh pabrik. Banting tulang tanpa hasil. “Bekerja kok nggak punya duit? Ujar Melati dalam hati setiap kali mengingat slip gaji di pabrik lama tempat dulu ia bekerja. 

Sumber : Radar Bogor, 21 Oktober 2014, Panti Pijat Plus-Plus di Tlanjung Udik

Sumber foto : 
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/416533-dipukul-polisi-saat-demo--buruh-wanita-kamboja-keguguran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar