03 November 2012

Guruku Pahlawanku : Peran Pendidikan terhadap Kemajuan Bangsa


“Sekolah adalah tempat di mana ketidakbahagiaan anak-anak disembuhkan, dan anak-anak diasuh serta dididik dalam pola kebahagiaan bukan dalam pola kekuasaan dan keseragaman.

Dengan mengetahui gambaran masa depan maka anak-anak didik akan termotivasi belajar, mencetak prestasi dan lulus tepat waktu. Selain mempunyai motivasi belajar anak-anak didik juga memerlukan keseimbangan kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. 

Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, tidak selalu memiliki kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual tinggi. Misalnya: bagaimana ia menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di tempat tinggalnya, bagaimana ia menjalin hubungan baik dengan orang-orang terdekatnya, yang mungkin dianggap hal remeh bagi orang lain.  

Salah satu jalan penting yang harus kita tempuh demi hidup yang sesuai dengan martabat manusia, yang membedakan kita secara sadar dengan hewan adalah dengan jalan membaca, menulis dan belajar. Sedangkan membaca, menulis dan belajar adalah intisari dari usaha manusia yang lazimnya disebut pendidikan. 

Tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membebaskan manusia dari kebodohan. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang tertua, pertama, dan utama. Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, masyarakat, dan pemerintahan hanya bersifat melengkapi atau mengembangkan, tidak menyaingi dan mengantikan pendidikan dalam keluarga. Pendidikan perlu dirancang agar tidak membiasakan anak berpikir sempit, tak nalar, dan lemah berargumentasi.  

Abraham Lincoln, Bob Sadino, Charlie Chaplin, dan Thomas Alva Edison, bukanlah anak kandung pendidikan formal (baca : sekolah). Sebagai contoh, Thomas Alva Edison berhenti sekolah pada usia 12 tahun. Lebih tepatnya ia dikeluarkan dari sekolah karena dianggap terlalu bodoh! 

Seandainya ia terus bersekolah, ia akan berhenti bertanya, dan bereksperimen. Lantas mengisi otaknya dengan pengetahuan umum, menghapal nama-nama pahlawan, menghapal nama-nama ibu kota negara-negara di dunia. Dan kita pasti masih menggunakan lampu petromak atau cahaya lilin sebagai sumber utama penerangan di malam hari.

Menurut saya, yang dipelajari di sekolah itu tidak masuk nalar, misalnya : disuruh hafal pasal-pasal, hafal Undang-Undang 1945. Buat apa hafal tapi tidak mengerti esensinya? Dengan kata lain : "Menuh-menuhin kepale gue aje." Dan anak-anak didik itu, terkadang bahagia kalau gurunya tidak datang untuk mengajar.

Di ruang kelas sekolah-sekolah di Indonesia. Terjadi ketidakadilan yang luar biasa. Guru menguasai satu mata pelajaran tetapi anak didik harus menguasai seluruh mata pelajaran dengan penguasaan penuh. Sementara guru sejarah, tidak menguasai matematika, tidak mahir fisika, kimia, biologi, geografi. Ia pandai hanya di bidang studi sejarah. Dan metode paling popoler di sekolah : apapun pelajarannya cara penyampaiannya ceramah. 

Anak didik dinyatakan berhasil menguasai sebuah bidang studi lewat test tertulis. Bentuk soalnya pilihan ganda bukan essay, soal yang menuntut sebuah perjuangan yang memeras otak.  Kreativitas kita tidak akan muncul jika kita hanya punya "satu jawaban benar" Ini membuat tidak terlatihnya urat kreatif anak didik. Dangkal dalam pemahaman serta bingung dalam penerapan. Yang penting nilai bagus dan lulus ujian. Selesai. 

Anak yang hebat di bidang akademis belum tentu sukses dalam hidup. Ya, mereka hebat karena jago menghafal. Misalnya anak yang nilai ekonominya 9,9 menghapal mati prinsip ekonomi tapi bingung menerapkan cara praktik : dengan pengorbanan sekecil-kecilnya, mengharapkan laba sebesar-besarnya terjemahan bebasnya berjualan.

Aristotel Onassis, di sekolah ia bodoh, sering diusir dari beberapa sekolah, langganan rangking pertama dari urutan belakang di kelasnya (juru kunci). Ia menerjemahkan prinsip ekonomi dengan sangat cemerlang. Simak cerita berikut ini. Pada suatu hari, kebakaran terjadi di gudang sekolahnya. Onnasis membeli seonggok pensil bekas kebakaran itu dengan harga murah. Ia menanamkan sedikit modal dengan membeli dua rautan pensil. Ia berdua dengan temannya mulai membersihkan bagian-bagian pensil yang hangus. Kemudian ia menjual pensil-pensil itu kembali kepada teman-teman di sekolah dengan harga sangat murah, namun tetap dapat untuk cukup besar. Itulah penerapan prinsip ekoomi yang kreatif. 

Sebuah sekolah ideal dalam pandangan saya adalah pertama, sekolah yang berisi guru-guru kreatif dalam mengajar dan mendidik. Mereka harus selalu tertarik dengan apa yang diajarkan, bukan sekedar memenuhi kewajiban mengajar semata. Tidak membebani anak didik menghafal semua bidang studi. Rumus matematika dihafal, tahun-tahun penting dalam sejarah sejarah dihafal, unsur kimia dihafal juga. Perlu ada seleksi ketat dalam meloloskan seseorang berhak menjadi guru atau tidak, nyata berdasarkan kemampuan menularkan ilmu pengetahuan dan ketertarikan minat berbagi ilmu dan berbagi semangat kepada anak-anak didik. 

Kedua, kurikulum dirancang untuk menjadikan anak didik menjadi seorang spesialis. Bukan tahu banyak mata pelajaran sedikit-sedikit tetapi dangkal dan gagap dalam bekerja di dunia nyata. Sebab seseorang hanya pandai di satu bidang saja. Valentino Rossi jago balap motor, tetapi ia tidak piawai matematika dan jago fisika sekaligus. Dan itu tidak memudarkan kehebatannya. 

Ketiga, sekolah harus mempunyai infrastruktur yang baik dalam pengertian dilengkapi laboratorium yang memadai untuk mendukung hebatnya minat anak didik dalam pembelajaran. Seperti laboratorium biologi, fisika, kimia, bahasa, dan laboratorium komputer dengan jaringan internet yang terkoneksi.

Biaya pendidikan haruslah ditopang dari subsidi pemerintah seperti slogannya “sekolah gratis” atau didapat dari subsidi silang antara anak orang berada dan anak yang kurang mampu. Sehingga semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. 

Akhir kata, saya meminjam kisah Tetsuko Kobayasi, diakhir novel Toto Chan, ia menuliskan begini :
“Aku yakin di mana-mana, di dunia ini ada banyak pendidik yang baik, yang bermimpi bisa mendirikan sekolah yang ideal. Sayangnya aku tahu betapa sulitnya mewujudkan impian itu. 
Selamat hari guru untuk bapak dan ibu guru kami yang tercinta (25/11/2012), terima kasih telah mengajar dan mendidik kami dengan penuh cinta. Semoga peran pendidikan mampu menjadikan bangsa Indonesia menjadi lebih maju. Mari kita perjuangkan bersama-sama demi Indonesia yang lebih baik. 

2 komentar: