18 Oktober 2012

Kenapa si Kecil Berbohong?

Setiap kali bohong, hidung Pinokio bertambah panjang
Polos dan ceplas ceplos, itu idealnya anak-anak. Juga tak ragu mengutarakan isi hati. Jika yang terjadi sebaliknya yaitu berdiam diri atau malah berbohong, patut diwaspadai. Mungkin saja ada masalah. Bisa pada anak, orang tua, atau orang sekitar. 


Seringkali orang tua mencegah seorang anak berkata jujur. Misalnya : Marsha secara terus terang bilang bahwa dia benci adiknya. Emaknya langsung sewot keluar jurus cubitan di paha.

Bila orang tua menghendaki anak-anaknya berkata jujur, maka orang tua harus bersedia mendengar kebenaran yang manis maupun yang pahit, baik maupun buruk yang diungkap seorang anak. Jangan pernah membuat anak takut untuk mengungkapkan isi hatinya.      

Perilaku berbohong bisa digolongkan menjadi tiga, yaitu
     
     1. Membalikkan Kebenaran
Misalnya, anak mengaku sudah bikin PR padahal belum, anak mengaku membaca buku pelajaran padahal membaca komik, anak mengaku sakit padahal males ketemu guru galak di sekolah atau takut dibullying, anak mengaku beli buku padahal buat traktir teman beli bakso, dan sebagainya.

      2. Direncanakan atau Dibuat-buat
Misalnya anak mengaku bisa terbang ke surga padahal naik pohon aja keder. Kita sering mendongeng kucing bisa ngomong : Hello Kitty. Mereka belum bisa membedakan mana khayalan dan mana kenyataan. Guru saya di SMP pernah bilang : “Kalau bohong alasannya yang masuk akal…yang cakepan dikit gitu.

      3. Melemparkan Tuduhan
Anak menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dia buat. Misalnya dia cemburu pada adiknya, lalu ketika gelas pecah tuduhan ia lempar kepada adiknya. Ini terjadi lantaran ia benci dinomorduakan.

Selidiki dan Ajak Diskusi 
Jika mendapati anak berbohong sebaiknya orang tua tidak langsung marah. “Tindakan awalnya adalah tumbuhkan pemakluman dalam diri orang tua", kata Eli Prasetyo Mpsi, psikolog perkembangan anak.

Maklum karena itu dilakukan anak-anak yang juga memiliki keinginan pribadi . Juga maklum pada tindakannya yang masih dalam batas wajar. Dengan pandangan maklum orang tua akan lebih mudah menjalin komunikasi. Ajak anak berbicara dari hati ke hati. Apa keinginannya, apa yang dia alami sehari-hari. 

Tanyakan perlahan alasan dia melakukannya (berbohong). Biarkan anak mengutarakan semuanya dengan gamblang, tak perlu memotong dengan pendapat setuju atau tidak.

Setelah anak mengutarakan isi hati, ajak dia bernegosiasi. Motivasi dia agar memahami mengapa ada keinginan yang belum boleh dilakukan, dan evaluasi diri terhadap batasan dan larangan yang diberikan orang tua. Lalu orang tua bisa mengajak anak menjalin kesepakatan. 

“ Jika dia masuk pada usia mengenal keinginan , itu saatnya orang tua mengajak dia membuat kesepakatan.  
Dengan begitu anak merasa dihargai, karena telah diberi kepercayaan. Orang tua bisa memberikan batasan tetapi tidak mengekang tanpa penjelasan.  Kepercayaan akan mendukung anak mematuhi kesepakatan dan tidak perlu berbohong lagi.       

Sumber : Koran Radar Bogor, Kamis 18 Oktober 2012, rubrik Parenting

2 komentar: