Ning,
Biar ku ceritakan padamu tentang seorang kawanku
yang tiba-tiba datang bermuka masam. Bermuram durja.
Dia mengeluh; apalah hidup, katanya
Segala upaya sia-sia. Segala harapan hanya menggantung di kepala
menjadi mimpi atas mimpi. Tak kunjung pasti.
Aku sudah lelah berdoa.
Tuhan di mana? Tanyanya ; jangan-jangan Dia memang tak pernah ada.
Aku tersenyum. Lantas kulihat bungkusan nasi di tangannya.
Bila kau ingin tahu di mana Tuhan bertahta? Biar ku beritahu di mana.
Kurangkul pundaknya lalu kami sama-sama menatap ke ujung jalan
Tampaklah di mata, seorang perempuan tua dengan kaleng sumbangan di tangan
Datanglah padanya, kataku; bukalah bungkusan nasimu lalu makanlah bersamanya dari cawan yang sama.
Dia ragu. Aku tahu hanya nasi itu yang dia punya. Lama dia menimbang, lalu diputuskannya juga untuk menemui perempuan tua itu. Dari tempatku duduk aku melihat mereka saling menyapa, bercakap-cakap lalu makan bersama dari cawan yang sama.
Tak lama, sayang, kawanku itu kembalilah. Dia tersenyum-senyum simpul seraya menganggukkan kepalanya.
Aku bertanya, bagaimana? Dia menjawab, kau benar Tuhan ada di sana.
Ning,
Kukatakan padanya;
kawan, ketika kau membantu saudaramu keluar dari kesulitannya,
kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau memberi makan para fakir miskin, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau rawat dan pelihara anak-anak yatim di rumahmu, Kau akan bertemu Tuhanmu. Ketika kau mengangkat derajat perempuan-perempuan yang melacurkan diri dari lembah kenistaan, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau mengajarkan ilmu yang kau punya tanpa memilah siapa, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau merasa cukup, ikhlas dan bersyukur atas karunia yang kau terima sekecil apapun, kau akan bertemu Tuhanmu.
Katakan padaku, tanyaku masihkah kau anggap Tuhan itu jauh?
Tidak, katanya Tuhan lebih dekat dari urat nadi kita.
Aku tersenyum. Kurangkul pundaknya lalu kuajak dia makan
Jawabnya; terima kasih, kawan aku sudah kenyang.
Muhammad Perdana
Banten
Biar ku ceritakan padamu tentang seorang kawanku
yang tiba-tiba datang bermuka masam. Bermuram durja.
Dia mengeluh; apalah hidup, katanya
Segala upaya sia-sia. Segala harapan hanya menggantung di kepala
menjadi mimpi atas mimpi. Tak kunjung pasti.
Aku sudah lelah berdoa.
Tuhan di mana? Tanyanya ; jangan-jangan Dia memang tak pernah ada.
Aku tersenyum. Lantas kulihat bungkusan nasi di tangannya.
Bila kau ingin tahu di mana Tuhan bertahta? Biar ku beritahu di mana.
Kurangkul pundaknya lalu kami sama-sama menatap ke ujung jalan
Tampaklah di mata, seorang perempuan tua dengan kaleng sumbangan di tangan
Datanglah padanya, kataku; bukalah bungkusan nasimu lalu makanlah bersamanya dari cawan yang sama.
Dia ragu. Aku tahu hanya nasi itu yang dia punya. Lama dia menimbang, lalu diputuskannya juga untuk menemui perempuan tua itu. Dari tempatku duduk aku melihat mereka saling menyapa, bercakap-cakap lalu makan bersama dari cawan yang sama.
Tak lama, sayang, kawanku itu kembalilah. Dia tersenyum-senyum simpul seraya menganggukkan kepalanya.
Aku bertanya, bagaimana? Dia menjawab, kau benar Tuhan ada di sana.
Ning,
Kukatakan padanya;
kawan, ketika kau membantu saudaramu keluar dari kesulitannya,
kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau memberi makan para fakir miskin, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau rawat dan pelihara anak-anak yatim di rumahmu, Kau akan bertemu Tuhanmu. Ketika kau mengangkat derajat perempuan-perempuan yang melacurkan diri dari lembah kenistaan, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau mengajarkan ilmu yang kau punya tanpa memilah siapa, kau akan bertemu Tuhanmu.
Ketika kau merasa cukup, ikhlas dan bersyukur atas karunia yang kau terima sekecil apapun, kau akan bertemu Tuhanmu.
Katakan padaku, tanyaku masihkah kau anggap Tuhan itu jauh?
Tidak, katanya Tuhan lebih dekat dari urat nadi kita.
Aku tersenyum. Kurangkul pundaknya lalu kuajak dia makan
Jawabnya; terima kasih, kawan aku sudah kenyang.
Muhammad Perdana
Banten
terharu :(
BalasHapus@berbaginasiSMI (Sukabumi)
Salam kenal Mas Dani, terima kasih sudah berkunjung. Jabat erat. :)
BalasHapus