28 Juli 2010

Rokok Membunuhmu Secara Perlahan (Iklan rokok : keren sih...tapi...")

Papi saya ,Yunasrun Manaf Lubis (almarhum) perokok berat. Satu hari ia bisa menghabiskan 32 batang rokok, bahkan lebih. Papi saya jarang berolah raga, suka sekali minum kopi hitam (kental), dan setiap kali saya ingatkan tentang bahaya merokok ia selalu bilang : "Umur di tangan Tuhan, kalau mati ya mati aja, merokok nggak merokok tetap mati." Beliau mati mendadak (meninggal dunia) kena serangan jantung pada usia 55 tahun.

"Pi, apa sih enaknya ngerokok?" tanya saya penasaran.
"Nggak ada, rasa asap doang. Nggak ada untungnya" makanya Bobby jangan merokok, jawab beliau.
"Lho, kok papi ngerokok? kejar saya lagi.
"Abis gimana, udah kecanduan, kalau nggak ngerokok seperti ada sesuatu yang kurang," jawab papi saya.



Teman sepermainan saya di rumah yang cowok-cowok (kelas 4 SD) memulai karier merokok pertama mereka lewat rokok daun kaung. Ada juga yang patungan dari uang jajan buat beli rokok Minak Djinggo buat menjajal "gimana sih enakya rokok itu?". Harganya kala itu masih dua puluh lima rupiah. Mereka merokok di kuburan biar nggak dilabrak bapak-bapak mereka yang galak.


Peristiwa ini membuat urat penasaran saya tergelitik. Diam-diam saya lalu mengumpulkan sisa-sisa puntung rokok milik papi saya. Saya kupas puntung rokok itu satu-persatu. Saya melinting rokok pertama saya dari sisa tembakau puntung-puntung rokok tersebut. Setelah selesai, rokok itu pun saya sulut. Hisapan pertama membuat saya batuk-batuk. Saya kapok, dan berjanji nggak bakalan ngerokok, ternyata rokok itu bikin batuk. Hilang sudah rasa penasaran ini. Sejak hari itu sampai detik ini saya tidak pernah menyentuh rokok.

Iklan rokok di tv, menurut saya keren sih, tapi menyesatkan. Iklan rokok adalah satu-satunya iklan di dunia yang tidak menampilkan "si rokoknya".

"Laki-laki harus merokok, kalau nggak merokok banci," begitu celoteh teman SMP saya. Betapa pun kerasnya mereka membujuk, saya tetap teguh pada pendirian untuk tidak merokok.

Rokok menjadi barang haram di sekolah, terutama buat anak laki-laki apalagi perempuan. Buat para guru yang terhormat, rokok dihalalkan. Pernah suatu hari ketika saya kelas 1 SMP, teman sekelas saya tertangkap basah. Di tasnya ditemukan sebungkus rokok. Dia dihukum. 3 batang rokok dijejalkan di mulutnya lalu dinyalakan.

"Ayo hisap sepuasmu" bentak guru terhormat itu.
"Iya pak," dengan susah payah mereka melakukan itu atas dasar pembelajaran yang aneh.

Bukan itu hukuman yang tepat. Mereka seharusnya disuruh membuat kliping tentang bahaya merokok.
Apa aja sih kandungan rokok? Kenapa rokok dilarang? Apa daya rusak rokok buat kesehatan? Kalau rokok dilarang kenapa guru-guru merokok? Apakah paru-paru dan jantung bapak-bapak guru tersebut tahan nikotin? Yang terpenting adalah guru harus memberi contoh untuk tidak merokok!

Memang betul pendapat almarhum papi saya bahwa tidak ada orang yang hidup selamanya. Merokok nggak merokok tetap mati. Tetapi menjaga kesehatan dengan tidak merokok adalah salah satu cara bersyukur yang indah.

Tubuh ini pinjaman Tuhan. Jangan biarkan jantung dan paru-paru meradang diserbu asap rokok bertubi-tubi. Tidak merokok adalah salah satu wujud mencintai anak dan istri. Coba lihat di dalam bungkus rokok tertulis peringatan : "Rokok dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan impotensi.

Seandainya saya mati muda, Queency dan bundanya akan pontang panting untuk membiayai hidup
dan membayar uang sekolah yang semakin hari semakin mahal.

Soal merokok dan tidak merokok memang merupakan pilihan. Sebab sesuai aturan hukum positif Indonesia rokok meski sudah dilabeli pemerintah sebagai zat beracun bagi kesehatan dan difatwakan haram oleh Muhamadiyah, rokok masih boleh dikonsumsi.

Selamat memilih, saya telah telah memilih untuk tidak merokok.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar