“Pokoknya aku mau beli mobil Tamiya…! Huwaaa…!” Toni, anak laki berusia 5 tahun itu menangis seraya berteriak keras. Dua kakinya dihentak-hentakkan ke lantai mal. Sontak, Toni menjadi pusat perhatian orang-orang di sekeliling maupun yang lalu lalang.
Ibunya yang wajahnya mulai memerah menyiratkan rasa malu dan kesal. Gegas sang ibu berteriak dengan suara yang tak kalah kerasnya, “Tamiya itu mahal…! Kita kan ke sini mau beli sepatu…!” ujar sang ibu sambil tangannya menarik lengan mungil Toni yang kian mengeraskan teriakan dan tangisannya.
Ibunya yang wajahnya mulai memerah menyiratkan rasa malu dan kesal. Gegas sang ibu berteriak dengan suara yang tak kalah kerasnya, “Tamiya itu mahal…! Kita kan ke sini mau beli sepatu…!” ujar sang ibu sambil tangannya menarik lengan mungil Toni yang kian mengeraskan teriakan dan tangisannya.
Sang ibu pun terus berteriak sambil memaksa Toni untuk berdiri. “Berdiri, nggak!” ibu mulai meluncurkan kata perintah bernada ancaman. Toni tetap mengamuk, duduk di lantai mal sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Sang ibu kian kalap…Toni terus dihujani kalimat-kalimat ancaman yang kasar dilengkapi dengan cubitan yang bertubi-tubi. Toni pun terus mengamuk.
Itulah sepenggal kejadian seorang anak mengamuk di mal. Pernahkah Anda mengalami hal ini? Di tengah jalan-jalan santai bersama keluarga, tiba-tiba anak mengamuk tak terkendali. Apa yang Anda lakukan bila itu terjadi? Akankah Anda melakukan sebagaimana ibu Toni lakukan? Marah, mengancam, dan mencubit? Atau tindakan kekerasan lainnya?
Oh, semoga tidak. Itu hanya akan mempermalukan diri Anda sendiri. Anak Anda pun tidak akan berubah. Anak tidak mendapat pembelajaran maupun pelajaran apapun dari sikap
Anda.Tahukah Anda? Sesungguhnya anak Anda yang masih suci dari noda dosa itu tak pernah sedikit pun bermaksud membuat Anda kesal. Terlebih menyakiti hati Anda. Percayalah!
Anda.Tahukah Anda? Sesungguhnya anak Anda yang masih suci dari noda dosa itu tak pernah sedikit pun bermaksud membuat Anda kesal. Terlebih menyakiti hati Anda. Percayalah!
Sebenarnya anak Anda sedang menyampaikan dan berusaha menggapai keinginannya. Setiap anak memiliki cara beragam untuk itu. Sebagaimana Toni yang menyampaikan keinginan memiliki mobil Tamiya dengan caranya ; mengamuk sesuka hati, menangis, berteriak-teriak sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Bagaimana dengan anak Anda?
1. Ada baiknya Anda memberi pemahaman pada anak bahwa mal adalah tempat umum, yang di dalamnya terdapat banyak orang dari berbagai tempat dengan tujuan beragam.
2. Bimbing dan latih anak untuk berhati-hati dalam menjaga benda berharga miliknya, juga menjaga keselamatan diri. Misalnya : tidak memisahkan diri dari keluarga, tidak berlarian, tidak bercanda dan berhati-hati saat naik escalator, dll)
3. Sebelum berangkat, ajak anak untuk membuat kesepakatan. Tentukan komponen-komponen kesepakatan antara anak dan Anda. Misal kasus untuk Toni : tujuan ke mal adalah beli sepatu (sepakati jenis sepatu ; sepatu sekolah atau sepatu pesta), tidak ada makan besar ; yang boleh beli corn atau donat (pilih salah satu saja), tidak beli mainan karena sudah beli sepatu, tidak menangis, dan tidak ngambek.
4. Sepakati juga konsekuensi, bila anak melanggar kesepakatan. Misalnya : kalau Toni melanggar kesepakatan dengan sengaja, maka sepatu yang sudah dibeli tidak boleh langsung dipakai. Atau biarkan anak memilih konsekuensi. Hal ini akan melatih kemampuan anak memaknai sportifitas dan tanggung jawab.
5. Saat anak berteriak dan menangis lepas kontrol, tenangkan diri Anda. Jangan justru Anda terpancing emosi lalu marah-marah kepada anak di tempat umum. Anda akan menjadi tontonan publik. Kemarahan dan prilaku kasar Anda akan dinilai sebagai tindakan kekerasan. Bisa saja Anda akan dianggap sebagai ibu yang ‘tidak becus’ mengurus anak. Maukah?
6. Amati situasi setempat. Kendalikan diri Anda lalu bersegera peluk anak dengan penuh kasih sayang. Bila memungkinkan, giring ke sudut ruang di mal. Bantu diri Anda dengan berdoa memohon bantuan Allah untuk melembutkan hati anak Anda
7. Posisikan wajah Anda sejajar dengan wajah anak. Hapus air mata anak dengan lembut. Tatap mata anak lekat, kemudian ucapkan kalimat-kalimat yang menenangkan : Toni sayang…kalau kamu ngambek begini…ibu jadi sedih dan malu. Lihat! Semua orang melihat ke arah kita. Kamu malu nggak?
8. Ajak anak untuk melihat sekeliling. Dengan begitu Anda menyadarkan pada anak bahwa saat itu ia bukan berada di rumah tapi di mal.
9. Apabila anak tetap menangis dan berteriak, tetaplah tenang dan teruslah berbicara : Toni mau beli Tamiya? Bukankah kita ke mal mau beli sepatu? Besok Toni sudah mau sekolah. Jadi Toni bisa pakai sepatu baru. Asyik kan…?
10. Kemudian bila anak berkata : Pokoknya aku mau beli mobil Tamiya…! Kata ‘pokoknya’ seringkali dijadikan anak sebagai password untuk memaksakan kehendak. Bisa jadi kata itu diadopsi dari kita juga sebagai orang tua yang ‘mungkin’ kerap berkata : POKOKNYA kamu harus….., KALAU NGGAK…
11. Setelah anak mulai tenang dan berhenti menangis, ajak anak melihat mainan yang diinginkannya. Minta anak melihat harganya lalu jelaskan bahwa harga itu bukan harga yang murah. Ajarkan anak mengenal nilai uang.
12. Bila anak masih terlihat ingin memaksakan kehendaknya, ingatkan kembali tujuan utama Anda mengajak anak ke mal. Teruslah ajak anak bicara untuk membangun kemampuan berpikirnya.
13. Perlahan, alihkan perhatian anak agar mau meninggalkan toko mainan (penyebab anak ngamuk). Mengajak anak menikmati es krim atau makanan kesukaannya akan mengurangi kecemasan hatinya.
Selamat mencoba.
Pastikan Anda tetap tenang dengan emosi terkontrol saat menghadapi prilaku anak yang tak terkendali dan di luar prediksi Anda. Pastikan diri dan hati Anda secara konstan berada di zona maksimum kesabaran.
Hal yang perlu kembali Anda ingat adalah : Anak Anda tak pernah sedikit pun bermaksud membuat kesal dan menyakiti hati Anda.
Salam Bahagia
Sumber : ninikhandrini.blogdetik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar