18 Oktober 2009

Cerita Tukang Tambal Ban



Kemarin (15 Okt 2009) ban motor saya bocor dicium paku, lalu saya perbaiki di tukang tambal ban dekat kantor. Saya pernah menemukan sebuah kata mutiara : Berhemat-hematlah dalam hal ekonomi, tapi jangan berhemat dalam hal pendidikan.” Saya menemukan wujud kata mutiara itu dalam diri si abang tukang tambal ban.

Sambil bekerja si abang bercerita bahwa anaknya yang berumur 4 tahun sekolah di TK A Regina Pacis Bogor. Iurannya Rp 250.000 sebulan. Jadwal sekolah dari hari Senin sampai Jumat. Hari Sabtu ada extra kulikuler melukis. Untuk bisa sekolah di TK A Regina Pacis harus melewati tes wawancara.

Pertanyaan yang mungkin diajukan seputar adalah hal-hal yang sederhana misalnya: Siapa namamu? Di mana rumahmu? Siapa nama ayahmu? Dan sebagainya.

Kata si abang lebih lanjut, sekolah tersebut menyediakan subsidi silang. Iuran sekolah setiap anak berbeda berdasarkan slip gaji yang diserahkan oleh orangtua mereka. Setiap pagi ia mengantar jemput anaknya ke sekolah. Beliau bilang :”Kita harus tahu setiap inchi perkembangan anak kita.”


Di lain kesempatan saya juga pernah melihat banyak anak putus sekolah. Rumahnya bagus, ada tv, DVD, tape, pokoknya peralatan elektroniknya lengkap . Hanya saja pendidikan anak tersebut menurut orangtuanya belum menjadi prioritas.

Ban motor saya sudah selesai ditambal, saya takjub atas perjuangan tukang tambal ban ini dalam menyekolahkan anaknya. Gerimis mulai turun, seperti jarum-jarum kecil yang terjun bebas dari langit.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar