Emilda (39), warga Palingam, Padang, sejak malam pascagempa menerjang Sumbar terus mencari dan menanti putrinya, Lila Yolanda (12), pelajar MTSN modern Gunung Panggilun. Lila adalah peserta Bimbel di GAMMA, Jalan Proklamasi, Padang, yang gedungnya ambruk diguncang gempa.
Hingga Kamis pagi ia bersama suaminya menunggui instalasi gawat darurat di RSUP M Djamil Padang, menatap dengan cemas kantong-kantong mayat yang dibawa petugas. Menjelang siang tangisnya tak terbendung melihat wajah sang putri dalam kantong mayat. "Bang, sabar Bang, Tuhan sayang ama Lila, anak hanya titipan-Nya," ujar Emilda kepada suaminya yang tak bisa berkata-kata. Keduanya kemudian membawa jenazah putrinya ke rumah duka di Palingam Padang Selatan, Kota Padang, Kamis (1/10).
Suasana makin menyayat hati karena suara sirene ambulans datang dan pergi mengangkut korban yang baru ditemukan di balik reruntuhan bangunan. Setiap ambulans datang, orang-orang segera mendekat, lalu terdengar tangisan bila mereka menjumpai kerabatnya yang menjadi korban.
Di tempat lain, Ronald, warga Perumnas Pengambiran, Kecamatan Lubek, Kota Padang, pasrah menanti evakuasi tantenya yang tertimbun reruntuhan Hotel Ambacang. "Saya terus melihat setiap kantong mayat yang dibawa ambulans tapi sampai senja belum ada tanda-tanda tante berhasil dievakuasi."
Hingga Kamis pagi ia bersama suaminya menunggui instalasi gawat darurat di RSUP M Djamil Padang, menatap dengan cemas kantong-kantong mayat yang dibawa petugas. Menjelang siang tangisnya tak terbendung melihat wajah sang putri dalam kantong mayat. "Bang, sabar Bang, Tuhan sayang ama Lila, anak hanya titipan-Nya," ujar Emilda kepada suaminya yang tak bisa berkata-kata. Keduanya kemudian membawa jenazah putrinya ke rumah duka di Palingam Padang Selatan, Kota Padang, Kamis (1/10).
Suasana makin menyayat hati karena suara sirene ambulans datang dan pergi mengangkut korban yang baru ditemukan di balik reruntuhan bangunan. Setiap ambulans datang, orang-orang segera mendekat, lalu terdengar tangisan bila mereka menjumpai kerabatnya yang menjadi korban.
Di tempat lain, Ronald, warga Perumnas Pengambiran, Kecamatan Lubek, Kota Padang, pasrah menanti evakuasi tantenya yang tertimbun reruntuhan Hotel Ambacang. "Saya terus melihat setiap kantong mayat yang dibawa ambulans tapi sampai senja belum ada tanda-tanda tante berhasil dievakuasi."
Ronald terakhir kali bertemu tantenya Rabu pagi. "Saya ketemu sama tante pagi dan beliau tersenyum, tapi itu rupanya senyum tante yang terakhir karena saya sudah berganti shift pukul 15.00 WIB, sebelum kejadian gempa meruntuhkan Ambacang," ujarnya.
Seorang korban selamat dari gempa di Hotel Ambacang, yaitu Razal,i peserta bimbingan teknis pengelolaan tambak tinggi yang digelar Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumbar. "Saya selamat berkat pertolongan Tuhan," ujarnya.
Razali, warga Kabupaten Limapuluh Kota, selamat dari impitan reruntuhan hotel di Jalan Bundo Kandung Padang karena setelah getaran gempa kedua, ia berlari keluar ruangan dan meloncat dari lantai dua ke basement hotel tersebut. "Alhamdulillah atas pertolongan Allah, saya bisa selamat, meski kepala bocor dan mendapatkan lima jahitan serta punggung luka," ujarnya di RSUP M Djamil.
Namun malang bagi rekannya, ia tidak selamat dari reruntuhan hotel yang ambruk nyaris rata dengan tanah. "Saya tak dapat selamatkan Andi, padahal di saat pelatihan maupun lari ketika gempa terjadi, ia selalu berada di belakang saya," ujarnya.
Razali masih ingat, ada orang yang melambaikan tangan padanya saat gedung rubuh, namun ia tak bisa menolongnya. "Teriakan minta tolong dari tamu hotel itu juga sayup saya dengar, dan sampai saat ini masih terngiang di telingan saya, tapi saya tak bisa berbuat apa-apa,"ujarnya.
Evakuasi korban tertimbun di berbagai lokasi beberapa kali terhalang hujan lebat dan keterbatasan alat berat. Menurut Dandim Padang Haris Sarjana, alat berat sebenarnya bisa dikerahkan untuk mempercepat evakuasi, namun bila tidak dilakukan dengan hati-hati, bisa meruntuhkan semua bangunan. "Harus dengan evakuasi manual, sebab pukul empat dinihari tadi anggota saya masih mendengar ada yang minta tolong," ujar Haris.
Evakuasi korban tertimbun di berbagai lokasi beberapa kali terhalang hujan lebat dan keterbatasan alat berat. Menurut Dandim Padang Haris Sarjana, alat berat sebenarnya bisa dikerahkan untuk mempercepat evakuasi, namun bila tidak dilakukan dengan hati-hati, bisa meruntuhkan semua bangunan. "Harus dengan evakuasi manual, sebab pukul empat dinihari tadi anggota saya masih mendengar ada yang minta tolong," ujar Haris.
Sementara itu sehari pasca gempa ekonomi Padang lumpuh, selain listrik padam total hampir di seluruh Kota Padang. Perbankan juga berhenti total beroperasi, sedangkan para pegawai dan pelajar tidak masuk. Sebelumnya banyak SPBU tutup dan baru Kamis dibuka. Antrean pun memanjang untuk mendapat BBM.
Menurut Direktur RS M Djamil Padang, di rumah sakit itu, sampai Kamis pukul 19.00 WIB sudah ada sekitar 84 korban tewas yang dibawa ke sana. "Mereka ditemukan di berbagai titik, mulai dari Bimbel GAMMA, Adira Finance, LIA-LBA Padang, Ambacang Hotel, BII Padang, dan Pasar Inpres I Pasar Raya Padang.
Menurut keterangan masyarakat, di beberapa lokasi jumlah korban tertimbun mencapai ratusan. Di Adira Finace diperkirakan sekitar 30-40 orang tertimbun, di Pasar Inpres I Pasaraya Padang diperkirakan 100-an korban tertimbun dan terbakar. Mereka adalah para pedagang dan pembeli di pasar itu.
Lalu di Sugama Coleg Veteran Padang diperkirakan 20-30 korban tertimbun, dan di STBA Prayoga mungkin sekitar 100 mahasiswa juga dihimpit reruntuhan. Sementara di LIA-LBA sekitar 60 korban dikabarkan tertimbun, sedangkan di Quantum baru bisa keluar sebanyak empat korban tewas dari perkirakan sekitar 30 an orang tertimbun di situ.
Sumber : Kompas, Jumat 2 Oktober 2009
Sumber : Kompas, Jumat 2 Oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar