08 Juni 2009

Komisi IX DPR RI Usulkan Pencabutan Izin RS Omni Internasional

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat/DPR merasa tidak puas atas penjelasan dari manajemen RS Omni Internasional Tangerang terkait kasus seorang pasien Prita Mulyasari. Karena itu, Komisi IX DPR mengusulkan pencabutan izin RS Omni Internasional.


Selain itu, Komisi IX DPR meminta RS Omni Internasional mencabut gugatan pada Saudari Prita Mulyasari tanpa syarat dan mengusulkan RS Omni untuk meminta maaf kepada saudari Prita, demikian kesimpulan yang disampaikan Ketua Komisi IX DPR Umar Wahid di Jakarta, Senin (8/6).

Pada pertemuan dengan Komisi IX DPR tersebut Direktur RS Omni Internasional dr Bina Ratna Kusuma Fitri menyatakan, hasil laboratorium pertama yang menyebut trombosit Prita 27.000 itu dari sampel darah yang rusak, karena itu diulang lagi.

"Kami cek ulang dan ternyata trombositnya 181.000. Soal rekam medis, yang kami berikan kepada pasien adalah yang sudah divalidasi yakni trombosit 181.000. Untuk yang 27.000 bagaimana kami mengeluarkannya karena sampel darah pertama rusak, sehingga tidak kami validasi," papar dr Bina Ratna.

Menurut anggota Komisi IX Max Sopacoa, apa yang disampaikan oleh Prita dalam suratnya tidak sesuai dengan penjelasan dari pihak RS Omni Internasional. Konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang akurat berdasarkan rekam medis. "Kalau pasien komplain, ya jawab komplain itu, tidak dengan membawanya ke pengadilan dan memenjarakannya," kata Max Sopacoa.

Sedangkan anggota Komisi IX dr Hakim Sori Muda Pohan menyatakan, meskipun RS Omni Internasional merupakan RS swasta yang didirikan oleh pemodal dan berhitung kembali modal, tetap tidak boleh mengabaikan persoalan kemanusiaan.

Dari peristiwa yang berkembang di masyarakat, soal kemanusiaan itu tidak tercermin. RS Omni belum menempatkan kemanusiaan di posisi nomor satu dalam misinya, kata Hakim Sori Muda Pohan.

Pasien berhak mendapat informasi dan penjelasan atas setiap tindakan yang dilakukan dokter padanya. Kalau Prita mengeluh berkali-kali, artinya ada sesuatu yang tidak jalan. "Infus yang mengakibatkan bengkak, itu menunjukkan layanan di bawah standar," kata Hakim Sori Muda Pohan.

Jika memang masih ada keraguan apakah Prita menderita demam berdarah atau bukan, karena pemeriksaan darah masih diulang, ia mempertanyakan, apakah perlu Prita diinfus? Dari pertemuan tersebut justru dipertanyakan mengapa RS Omni membawa Prita ke pengadilan, dan bukannya dr. H.

Prita sendiri mempunyai hak sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. RS Omni Internasional pun bisa dijerat dengan UU Praktik Kedokteran.

RS Omni Internasional bisa dituduh melanggar UU Praktik Kedokteran karena pasien tidak mendapat penjelasan lengkap, pasien tidak mendapat layanan yang baik, pasien tidak mendapatkan rekam medis, kata Charles, anggota Komisi IX.

Saat sebagian besar anggota Komisi IX meminta pihak RS Omni Internasional mencabut gugatan terhadap Prita Mulyasari, dr Bina Ratna KF justru terus membela dr G dan dr H yang ditulis Prita dalam suratnya dan meminta Prita mencabut email tersebut serta meminta maaf kepada kedua dokter tersebut.

Menghadapi pihak manajemen RS Omni Internasional yang tetap bersikukuh untuk melanjutkan gugatannya pada Prita, Komisi IX pun mengusulkan pencabutan izin RS Omni Internasional.

Sumber:http://kompas.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar