Selagi bersolek mematut diri di
depan cermin, pernahkah Anda mengingat kelingking kaki Anda sendiri? Saya yakin
seribu persen, saat menyaksikan pantulan diri Anda di cermin yang Anda urus
pastilah yang tampak. Rambut disisir, diberi minyak rambut. Kumis dan jenggot
dicukur bersih. Anda mengikhlaskan berpuluh menit untu kegiatan di seputar
wajah.
Bandingkan praktik diskriminasi
Anda, misalnya terhadap bagian tubuh lain yang semestinya memiliki hak yang
sama : udel, selangkangan, ketiak, hidung, dan kelingking. Agaknya memang apes
nasib kelingking jari kaki. Mana pernah ia mendapat prioritas waktu untuk
dimanja? Andaikata kelingking dicuci paling keren! Hanya diguyur air, setelah
itu disembunyikan lagi di balik kaus kaki, dan sepatu kulit.
Tapi tahukah Anda, bagaimana
rasanya jika misalnya kelingking kaki tiba-tiba bikin ulah? Misalnya tersandung
batu yang tajam hingga kulitnya robek dan tulang kelingking Anda retak?
Kelingking Anda akan melambai-lambai seperti nyiur daun kelapa. Siksa rasa
sakit pastilah mendera Anda. Untuk berjalan kaki Anda pincang, mau bersepatu
tentu tak mungkin, Anda kesakitan luar biasa.
Rasain! Saat itulah kita baru
sadar, penderitaan jari kelingking kaki bisa mengacaukan segalanya. Seperti
sudah jatuh ditimpa tangga, lalu digigit monyet. Dari kelingking nasib kita bisa
terjengkang. Kelingking itu adalah peran-peran yang acapkali terabaikan dari
hingar bingar dunia kerja. Peran rutin, peran yang itu-itu saja. Peran yang
selalu dianggap remeh.
Siapa sih yang masih punya waktu
menyapa mereka: office boy, petugas cleaning service, loper koran, petugas
penyapu jalan raya, petugas dinas kebersihan kota, asisten rumah tangga, abang
becak, pemulung, kuli angkut, tukang ojek payung, tukang ojek, tukang parkir,
petugas penitipan sandal, petugas penjaga pintu kereta api, hansip, dan
sebagainya.
Jika hidup Anda selama ini
berelasi dengan mereka yang diremehkan tersebut, bayangkan seumpamanya mereka
menghilang Anda pasti bakal kalang kabut, persis seperti jari kelingking kaki
Anda retak tersandung batu.
Semua peran adalah penting, tentu
tak perlu minder dengan peran-peran (yang dianggap) kecil, dan tak perlu tinggi
hati dengan peran (yang dianggap) besar. Setiap peran besar dan kecil adalah
saling melengkapi, dan saling membutuhkan. Jangan biarkan kesombongan
bersemanyam di hati kita. Mari belajar menghormati jari kelingking.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar