22 Desember 2014

Menghormati Kelingking

Selagi bersolek mematut diri di depan cermin, pernahkah Anda mengingat kelingking kaki Anda sendiri? Saya yakin seribu persen, saat menyaksikan pantulan diri Anda di cermin yang Anda urus pastilah yang tampak. Rambut disisir, diberi minyak rambut. Kumis dan jenggot dicukur bersih. Anda mengikhlaskan berpuluh menit untu kegiatan di seputar wajah. 

Bandingkan praktik diskriminasi Anda, misalnya terhadap bagian tubuh lain yang semestinya memiliki hak yang sama : udel, selangkangan, ketiak, hidung, dan kelingking. Agaknya memang apes nasib kelingking jari kaki. Mana pernah ia mendapat prioritas waktu untuk dimanja? Andaikata kelingking dicuci paling keren! Hanya diguyur air, setelah itu disembunyikan lagi di balik kaus kaki, dan sepatu kulit.

Tapi tahukah Anda, bagaimana rasanya jika misalnya kelingking kaki tiba-tiba bikin ulah? Misalnya tersandung batu yang tajam hingga kulitnya robek dan tulang kelingking Anda retak? Kelingking Anda akan melambai-lambai seperti nyiur daun kelapa. Siksa rasa sakit pastilah mendera Anda. Untuk berjalan kaki Anda pincang, mau bersepatu tentu tak mungkin, Anda kesakitan luar biasa. 

Rasain! Saat itulah kita baru sadar, penderitaan jari kelingking kaki bisa mengacaukan segalanya. Seperti sudah jatuh ditimpa tangga, lalu digigit monyet. Dari kelingking nasib kita bisa terjengkang. Kelingking itu adalah peran-peran yang acapkali terabaikan dari hingar bingar dunia kerja. Peran rutin, peran yang itu-itu saja. Peran yang selalu dianggap remeh. 

Siapa sih yang masih punya waktu menyapa mereka: office boy, petugas cleaning service, loper koran, petugas penyapu jalan raya, petugas dinas kebersihan kota, asisten rumah tangga, abang becak, pemulung, kuli angkut, tukang ojek payung, tukang ojek, tukang parkir, petugas penitipan sandal, petugas penjaga pintu kereta api, hansip, dan sebagainya.

Jika hidup Anda selama ini berelasi dengan mereka yang diremehkan tersebut, bayangkan seumpamanya mereka menghilang Anda pasti bakal kalang kabut, persis seperti jari kelingking kaki Anda retak tersandung batu. 

Semua peran adalah penting, tentu tak perlu minder dengan peran-peran (yang dianggap) kecil, dan tak perlu tinggi hati dengan peran (yang dianggap) besar. Setiap peran besar dan kecil adalah saling melengkapi, dan saling membutuhkan. Jangan biarkan kesombongan bersemanyam di hati kita. Mari belajar menghormati jari kelingking.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar