14 Mei 2010

Guru Tak Mampu Biayai Sekolah Anaknya

Guru melakukan pekerjaan mulia, menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Mengajar dengan perut lapar, tak mampu menyekolahkan anak, setiap bulan memikirkan bagaimana cara membayar rumah kontrakan, bekerja sebulan digaji sehari.


Zaenal Abidin,seorang guru agama islam yang mengabdikan diri di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 4 Kota Serang sejak 2004 lalu, khawatir tidak bisa membiayai sekolah anaknya.

Sarjana lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanudin, Banten pada 2004 lalu, saat ini masih sebagai guru honor dengan gaji hanya Rp200.000 per bulan. Dengan honor yang sangat kecil itu, Zaenal kesulitan menyekolahkan buah hatinya Ahmad Muzaki, 4, di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), biaya masuknya mencapai jutaan rupiah.

”Anak saya sekarang usianya empat tahun dan sangat bingung untuk cari biaya sekolahnya di PAUD,” keluh Zaenal Abidin saat ditemui di rumah mertuanya, Jalan Raya Syeh Nawawi Albantani tepatnya di Desa Cilaku, Kecamatan Cipocok Jaya,Kota Serang. Suami Sutarsih ini menjelaskan, gaji yang diterimanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional. Sebab, ke sekolah saja,dia harus mengeluarkan uang Rp10.000 untuk membeli bensin.

”Kalau secara hitung-hitungan sangat tekor, tapi niat saya adalah mengabdi,”paparnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup , Zaenal juga mengajar di SMK 2 Kota Serang. Dengan mengajar di dua sekolah itu, penghasilan Zaenal bisa bertambah. ”Lumayan ada penambahan honor lagi di SMK 2,”ujarnya. Setiap libur sekolah pun Zaenal mencari pekerjaan sampingan lain.”Pekerjaan apa saja yang penting halal, lumayan untuk beli susu buat anak saya,”ungkapnya.

Tenaga honorer di Banten saat ini dibagi tiga, yaitu guru bantu sekolah yang dibiayai pemerintah pusat, guru honorer yang dibiayai APBD, dan guru honor tidak tetap yang gajinya dibiayai dari anggaran kegiatan sekolah.”Seperti saya ini, honornya dibiayai sekolah,”bebernya. Kekhawatirannya tidak mampu menyekolahkan anak semakin kuat dengan penghapusan Direktorat Jenderal (Dirjen) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK).

Sebab, penghapusan tersebut berpengaruh terhadap para tenaga honorer yang telah mengabdi selama lebih dari lima tahun. Dihapusnya Dirjen PMPTK itu dikhawatirkan disertai dengan penghapusan tunjangan fungsional Rp200.000 per bulan yang dicairkan setiap tahun bagi guru yang mengajar lebih dari lima tahun.”Uang yang diberikan pemerintah pusat setiap tahun itu hitung-hitung sebagai uang tunjangan hari raya buat kami,kanlumayan,”tandasnya.

Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Banten Ajak Muslim mengatakan, hingga saat ini jumlah guru honorer atau guru non-PNS yang sudah memiliki Nomor Unik Tenaga Kependidikan (NUPTK) sekitar 54.534 orang. ”Jumlah guru non-PNS di Banten sekitar 50% lebih dari jumlah guru PNS yang saat ini mencapai 83.632,”ujar Ajak Muslim.

(Teguh Mahardika/Koran SI/rhs)
Sumber : http://okezone.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar