29 September 2009

Siapakah Orang Yang Disebut Editor Itu?

Apa yang Dikerjakan Editor? Bagaimana Editor Dididik untuk Melakukan Apa
yang Mereka Kerjakan? Siapa Pengambil Keputusan Tertinggi?

Oleh: David Rosenthal

Sebutan-sebutan editor seperti associate editor, acquiring editor, editor, senior editor, executive editor, editor in chief, associate publisher dan publisher; apa artinya itu?
Sebutan itu bisa tidak berarti apa-apa, atau bisa juga berarti sesuatu yang berbeda. Hal tersebut tergantung dari perusahaan penerbitan itu sendiri. Di antara para editor memang ada pembagian tugas. Ada editor di dalam perusahaan penerbitan yang melulu menangani naskah yang diperoleh sendiri oleh perusahan penerbitan tersebut. Naskah yang diperoleh sendiri oleh perusahaan penerbitan berarti adalah naskah yang diperoleh oleh acquisiton editor, yang disamping mengedit sendiri naskah yang diperolehnya juga juga akan menyerahkan naskah yang diperolehnya kepada editor lain. Naskah yang diperoleh sendiri olehperusahaan penerbitan bisa juga berarti naskah yang diperoleh penerbit atau editor in chief, yang disamping menaruh perhatian terhadap aspek bisnis dari suatu naskah, juga mencari naskah.



Apakah tugas paling utama dari seorang editor?

Tiga tugas paling utama dari seorang editor adalah mencari, memperbaiki dan menerbitkan naskah. Di dalam perusahaan penerbitan tertentu, tugas mengedit dipisahkan dari tugas menerbitkan. Di Random House hampir semua editor beroperasi sebagai penerbit, artinya editor juga sangat terlibat dalam semua aspek penerbitan buku, seperti desain, iklan, pemasaran, publisitas dan seterusnya.
Dulu ada ungkapan bahwa editor adalah jenderal berbintang lima bagi setiap buku yang diterbitkannya. Saya rasa, ungkapan itu masih tetap berlaku sampai sekarang.

Tugas yang pertama adalah mempertimbangkan nilai komersil dan nilai sastra dari sebuah naskah berdasarkan selera anda. Caranya ialah dengan banyak membaca. Andalah yang memutuskan apakah penulis ini layak untuk diangkat, apakah naskah ini pantas untuk diterbitkan dan apakah penulis berbakat ini pantas untuk dikembangkan.

Tugas yang lainnya, yang penting, ialah melakukan apa yang bisa anda lakukan untuk membantu pengarang dalam mencipatakan buku sebaik mungkin. Dalam melakukan tugas ini Anda sebenarnya lebih berfungsi sebagai pelayan; ketimbang sebagai majikan dari sang pengarang. Anda bersikap mendukung dan kritis terhadap pengarang. Anda melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah karya menjadi lebih baik. Dan dalam hubungan dengan pengarang tertentu, ini bisa berarti bahwa anda tak perlu berbuat apa-apa lagi.
Pernahkah ada kasus dimana bantuan editorial tidak diperlukan lagi?

Ada. Kadang-kadang kita menerima naskah yang sangat sempurna. Dan dalam kasus seperti ini maka yang kita lakukan tinggal menandatangani satu-dua potong kertas agar naskah segera masuk ke proses produksi.
Bagaimana dengan pengarang yang membutuhkan begitu banyak bantuan editorial ?
Memang ada situasi di mana kita perlu melakukan diskusi dan editing untuk membuat naskah menjadi lebih baik.

Keputusan bisnis seperti apa yang diambil oleh editor?

Di dalam penerbitan buku umum, sampai kepada batas tertentu, seorang editor bisa memutuskan sampai seberapa besar jumlah uang muka yang pantas diberikan untuk sebuah naskah, dan bagaimana mengembalikan uang muka tersebut kepada perusahaan lewat penjualan. Tentu saja, ketika kembali, uang itu harus lebih besar dan perusahaan harus memperoleh keuntungan agar bisa menerbitkan buku-buku yang lain.
Apa yang menjadi ukuran dari keberhasilan editor?
Dalam suatu kurun waktu tertentu ia berhasil memperoleh sejumlah naskah. Dan ketika naskah tersebut terbit, bukunya meraih keberhasilan. Sebuah buku dikatakan berhasil bila ia bisa memberikan keuntungan finansial atau penghargaan yang besar kepada pengarang maupun kepada penerbit. Jika dalam setahun Anda bisa memperoleh 20 naskah atau buku, dan semua buku tersebut tidak memberikan keuntungan finansial dan tidak pula mendapat pujian dari para penulis resensi, maka berarti Anda bukan seorang editor yang baik. Jika dalam setahun Anda bisa memperoleh 20 naskah atau buku, dan sepuluh dari buku tersebut memberikan keuntungan, beberapa hanya pulang pokok dan beberapa yang lainnya merugi, maka berarti Anda masih tergolong seorang editor yang baik.

Apakah rahasia untuk menjadi seorang editor yang berhasil?

Anda harus punya citarasa. Anda juga harus punya pendapat. Dan anda harus mendukung citarasa serta pendapat itu dengan uang, walau pun itu berarti adalah uang perusahaan. Tanggung jawab bagaimana uang itu dipakai berada di pundak editor.

Apakah pandangan pribadi seorang editor harus merupakan refleksi dari pandangan perusahaan?

Memang, ada perusahaan penerbitan yang memiliki ciri atau gaya tertentu. Tapi, saya rasa, ciri tersebut tidaklah sengaja diupayakan agar menjadi ciri atau gaya para editornya. Dalam mempekerjakan seorang editor, maka yang dilihat penerbit adalah kemampuan sang editor untuk memperoleh naskah. Kemampuan tersebut bisa disebabkan oleh kepribadian, citarasa, akal atau kegigihan sang editor. Hal lain yang dilihat penerbit adalah kemampuan sang editor untuk membuat naskah itu berhasil. Dan jika tidak berhasil secara komersil, maka paling tidak naskah itu berhasil secara literer dan estetika.

Apakah ada cara lain untuk memperoleh naskah selain daripada yang digagas oleh literary agent?

Ada. Saya pernah mencoba mencari naskah sendiri. Dan saya tahu editor lain juga melakukan hal yang sama. Ketika timbul gagasan sebuah buku maka saya pergi menghubungi seseorang yang saya rasa bisa menulisnya. Mungkin saja, di kemudian hari, ketika menyusun kontrak penulisan dengan orang itu saya membutuhkan bantuan agen. Tapi dari sini bisa terlihat, bahwa gagasan sebuah buku tidak selalu berawal dari agen.

Apakah agen sering mengambil-alih pekerjaan editor?

Rasanya, ya. Tapi persoalannya, menurut pendapat saya, karena sampai pada tahap tertentu, penerbit dan editor telah menyerahkan apa yang seharusnya menjadi tugasnya, kepada agen. Dan ini bukanlah kesalahan agen. Membaca jurnal sastra, menghadiri acara pembacaan cerpen atau pertemuan pengarang, seharusnya adalah tugas penerbit atau editor. Tapi dewasa ini hal tersebut lebih banyak dilakukan oleh agen. Inilah yang menjadi akar persoalan. Saya tak melihat alasan, mengapa pula harus agen, dan bukan penerbit atau editor, yang harus lebih dahulu mengetahui kabar tentang seorang muda berbakat yang baru menyelesaikan sebuah lokakarya penulisan? Ini hanya bisa terjadi karena kami tidak melakukan tugas dengan baik.
Adalah sebuah kenyataan bahwa 15% dari royalti sebuah buku biasanya jatuh kepada agen. Sementara itu editor, yang bekerja bersama dengan pengarang sejak awal buku digagas paling-paling hanya mendapat imbalan kenaikan pangkat di perusahaan, tapi tak pernah mendapat imbalan uang. Bagaimana pendapat anda mengenai hal ini?
Saya tidak merasa keberatan dengan kenyataan tersebut. Itu adalah keputusan yang dibuat oleh pengarang. Sebenarnya agen melakukan tugas yang berat dan berharga bagi pengarang. Mereka bukan saja melakukan perundingan dengan penerbit. Banyak aspek yang mereka lakukan, misalnya menjual hak terjemahan ke luar negeri, merundingkan hak pembuatan filem dan hal-hal lain yang bisanya kami-penerbit dan editor-tidak lakukan.

Apa proses selanjutnya yang terjadi jika seorang agen mengirimkan naskah dan editor menyukai naskah tersebut?

Saya tidak tahu apa yang terjadi di penerbit lain. Tapi saya bisa menceritakan kepada Anda apa yang terjadi di Random House. Pembaca pertama yang menyukai naskah tersebut akan memberikannya kepada satu atau dua temannya yang lain untuk mendapatkan second opinion.
Jika semua menyukainya, maka barulah kepala penerbitan membacanya. Jika kepala penerbitan juga menyukainya barulah naskah itu dibicarakan dengan editor. Berapa royalti dan uang muka maksimal yang sanggup dibayarkan. Kemudian kta kembali menemui agen dan berkata, “Saya ingin menawarkan uang sekian-sekian untuk naskah ini…” dan agen bebas untuk menerima, menolak atau melakukan pembicaraan lain. Negosiasi biasanya berkisar di seputar jumlah uang muka dan hak-hak mana yang dikontrol oleh penerbit dan hak-hak mana pula yang dikontrol oleh agen dan pengarang.
Berapa besar jumlah uang muka yang biasanya ditawarkan oleh Random House?

Dari 0 dolar, 1.000 dolar sampai jutaan dolar.
Bagaimana cara menentukan jumlah uang muka?
Sama saja seperti menentukan hal-hal yang lain. Sebagian didasarkan kepada pengalaman dan sebagian lagi didasarkan kepada nasib. Sebenarnya ada beberapa cara untuk menetapkan jumlah uang muka. Salah satu cara adalah dengan memperkirakan berapa banyak uang yang akan diperoleh buku tersebut dari royalti dan berapa besar potensi laba yang akan diberikannya kepada perusahaan, didasarkan atas potensi penjualan. Jika saya melihat sebuah buku, maka berdasarkan pengalaman saya bisa mengatakan, “Saya rasa saya bisa menjual buku ini sampai limapuluh ribu eksemplar. Saya rasa saya bisa menjual hak penerbitannya ke dalam paperback sebesar $ 100.000. Saya rasa saya bisa begini dan begitu.” Jika angka-angka tersebut dikutak-katik maka muncullah jumlah uang muka untuk ditawarkan.
Kadang-kadang, kalau persaingan memperebutkan naskah tersebut agak ketat, anda memang terpaksa meningkatkan jumlah uang muka. Penerbit lain mungkin akan melakukan kalkulasi yang berbeda, sehingga angkanya menjadi lebih tinggi. Sampai pada taraf tertentu, apakah uang muka yang kita bayarkan itu layak atau tidak, sudah merupakan judi. Kadang-kadang kita berada dalam situasi lelang.
Apakah ada cara ilmiah dalam menentukan uang muka yang layak ditawarkan kepada agen?
Semua itu hanya terkaan. Tidak ada yang ilmiah mengenai hal itu. Memang, seperti perusahaan penerbit lainnya, dalam melakukan pembelian naskah yang melibatkan uang dalam jumlah besar, kami melakukan penghitungan komputer. Jika kami hendak membeli buku sebesar setengah juta dolar atau memberikan uang muka sebesar setengah juta dolar, maka kami akan memasukkan sejumlah angka ke dalam program komputer sehingga kami tahu berapa oplah cetakan pertama, berapa harga jual, berapa penjualan hak luar negeri yang kami antisipasi dan sebagainya. Program komputer dibutuhkan hanya untuk mengetahui berapa besar kehilangan kami atau berapa besar yang akan kami peroleh dengan uang muka sebesar itu, dan apakah uang muka itu bisa ditutup dari penjualan buku si pengarang. Memang komputer ada gunanya. Tapi hidup-mati kami tentu saja bukan ditentukan oleh komputer. Memang kelihatannya agak ilmiah. Tapi perlu anda ketahui bahwa angka-angka yang dimasukkan juga adalah perkiraan. Simulasi komputer bisa saja mengatakan bahwa sebuah buku akan terjual sebesar 100.000 ekseplar; padahal intuisi kami sebenarnya mengatakan ia hanya bisa terjual 15.000 eksemplar. Jika kami terlalu mengandalkan kompouter, dari dahulu kami sudah berhenti menjadi penerbit. Mungkin kami hanya bisa menjadi penjaja koran seperti orang di pojok sana.
Jika pejualan buku tidak seperti yang diharapkan, apakah uang muka yang telah diterima agen atau pengarang harus dikembalikan?
Tidak. Itu risiko penerbit.

Apakah hal itu ada tertulis?

Ya. Paling tidak di dalam kontrak kami. Saya belum pernah mendengar ada penerbit yang menuntut uang mukanya untuk dikembalikan. Satu-satunya kasus dimana uang muka harus dikembalikan ialah bila pengarang tidak bisa menyelesakan penulisan naskah sebagaimana yang telah dijanjikannya atau bila naskah itu jauh dari memuaskan.
Seberapa seringkah kejadian dimana uang muka terpaksa dikembalikan karena naskah tak berhasil diselesaikan, atau karena naskah itu sangat tidak memuaskan penerbit.

Tidak terlalu sering. Saya rasa, ketika menandatangani kontrak si editor sudah memiliki keyakinan tinggi bahwa si pengarang akan menyerahkan naskahnya sebagaimana yang telah disepakati. Kadang-kadang keyakinan itu memang meleset. Dan dalam kasus yang seperti ini mulailah kita memikirkan apa yang harus dilakukan.
Situasinya seperti kalau kita masuk ke sebuah toko. Anda memecahkan barang yang dijajakan, berarti anda harus membelinya.

Apakah yang terjadi bila terjadi perbedaan pendapat antara editor dan pengarang tentang arah sebuah naskah atau buku?

Biasanya editor akan berkata, “Kalau anda tidak mau melakukannya seperti ini, maka silakan tanya editor lain dan tawarkan saja naskah itu kepada penerbit lain.” Jika si pengarang berhasil menemukan penerbit lain untuk naskahnya, maka ia akan mengganti uang muka yang telah diterimanya dari penerbit yang pertama. Tak ada yang dirugikan.

Bagaimana pula halnya bila terjadi perbedaan pendapat dan tak ada penerbit lain yang mau menerima naskah tersebut?

Dalam hal ini memang musti ada yang kalah. Menurut pendapat saya ada dua pendekatan. Editor bisa memakai pendekatan dengan berkata, “Anda mau mengerjakan naskah ini sebagaimana yang saya minta, atau saya akan menganggap naskah ini tak bisa diterima dan anda harus membayar kembali semua yang telah anda terima dan naskah ini tidak akan saya terbitkan.” Atau pengarang juga memakai pendekatan dengan berkata, “Saya hanya mau mengerjakannya sebagaimana yang saya inginkan dan selanjutnya terserah anda.” Apa pun pendekatan yang dipakai, hasilnya adalah sebuah perang besar.
Pernahkah ada kasus dimana penerbit menggugat pengarang secara hukum agar mengembalikan uang muka yang telah diterimanya?

Mengejar pengarang agar mengembalikan uang muka adalah kasus yang sangat jarang: tapi pernah terjadi.

Bagaimana seorang pengarang harus memandang editornya?

Dalam berhubungan dengan editor, menurut hemat saya, maka hendaklah Anda memandang editor sebagai seseorang yang akan menjadi kritikus Anda yang paling penting. Di antara editor dan pengarang harus ada rasa saling percaya yang luar biasa besar, yang ditopang oleh rasa saling menghargai dan rasa saling menyenangi yang besar pula. Saya bukan hendak mengatakan bahwa hubungan editor-pengarang yang baik haruslah merupakan hubungan perkawanan. Tapi, kalau hubungan edior-pengarang itu dilandasi oleh perkawanan, maka hal itu tentu sangat menolong. Editor acapkali harus mengatakan kepada pengarang, “Tulisan ini tak jalan.” Dan saya rasa tak ada hal yang lebih buruk daripada, ketika seseorang telah menghabiskan tenaganya selama dua tahun untuk menulis sebuah naskah dan menyerahkannya kepada anda dengan wajah gembira dan anda membawanya pulang ke rumah dan membacanya dan beberapa hari kemudian anda datang lagi kepada pengarang itu dan berkata, “Saya tak mengerti apa yang anda tulis ini…” Ini adalah suatu hal yang sangat berat untuk dikatakan kepada seseorang. Ini adalah sesuatu yang menyakitkan bagi anda, karena anda juga tentu ingin agar naskah atau buku itu berhasil. Anda juga mempunyai kepentingan terhadap naskah tersebut.
Di pihak lain, bila Anda mengatakan kepada pengarang, yang kadang-kadang cenderung memiliki ego yang rapuh, bahwa Anda menyenangi apa yang mereka tulis dan bahwa Anda juga akan melakukan apa saja agar naskah atau buku itu berhasil, maka anda tentu ingin agar mereka percaya kepada apa yang anda katakan.
Apakah nasehat yang akan anda berikan kepada para editor dalam berhubungan dengan pengarang?

Para editor hendaklah bisa mengutarakan dengan jelas apa yang diinginkannya dari pengarang. Sebaliknya, pengarang juga hendaklah menyadari bahwa naskah atau buku yang hendak ditulisnya itu adalah sesuatu yang diharapkan oleh editor.

Pengarang bisa memilih siapa yang menjadi agennya. Tapi mengapa pengarang tidak bisa memilih siapa yang harus menjadi editornya?

Tentu saja pengarang juga boleh memilih editornya. Anda tak harus menulis sebuah buku kepada orang-orang tertentu yang memang tidak anda sukai.
Apakah ini berarti bahwa pengarang bisa memilih perusahaan penerbitan yang diinginkannya?

Ya.

Bisakah naskah kita diterbitkan oleh sebuah perusahaan penerbitan, tapi ditangani oleh editor yang tidak bekerja di perusahaan tersebut? Dengan lain perkataan, bisakah editor dari dua perusahaan yang berbeda saling bertukar pengarang?

Ada saja kasus di mana terjadi perbedaan pendapat yang keras antara editor dengan pengarang. Dalam hal ini maka pengarang, melalui agennya atau melalui kepala bagian penerbitan, bisa meminta agar editornya diganti. Halnya juga sama dengan ketika editor tidak sanggup lagi menangani seroang pengarang dan berkata, “Saya tak sanggup bekerja dengan Anda. Rasanya Anda perlu mencari editor lain.”
Apakah pengarang yang seperti ini akan dianggap jelek?

Saya rasa tidak. Tergantung dari situasi yang terjadi. Seperti di dalam bisnis mana pun, maka di bisnis penerbitan pun akan ada saja orang yang memang susah untuk dijadikan mitra bekerja sama.
Anda memasukkan naskah ke sepuluh penerbit. Dan ada satu penerbit yang menerima naskah tersebut. Berarti anda berurusan dengan editor dari penerbit tersebut. Misalkan saja, Anda tidak bisa bekerja sama dengan editor tersebut, maka ada beberapa hal yang bisa anda lakukan. Anda bisa menjual putus naskah tersebut dan tak perlu lagi berurusan dengan sang editor. Tapi, bisa juga, anda tak perlu menjual naskah tersebut. Hubungan dengan sang editor bisa dilakukan secara tertulis.
Menurut pendapat Ada apakah editor itu memang diperlukan? Apakah tidak ada pengarang yang bisa melakukan tugasnya dengan baik tanpa bantuan editor?

Saya rasa, tak ada hal yang lebih baik daripada seorang editor yang baik mendampingi seorang pengarang. Pengarang yang baik pasti akan setuju dengan pendapat tersebut. Dan tak ada yang lebih merusak daripada seorang editor yang buruk atau yang tak berbakat yang mendampingi seorang pengarang. Bagi seorang pengarang, editor adalah tolok ukur atau wakil dari khalayak pembaca. Kadang-kadang memang ada editor yang sama sekali tidak memberikan sentuhan apa-apa lagi terhadap sebuah naskah. Tapi untuk sampai kepada tindakan yang demikian tentu dibutuhkan kebijaksanaan dan kepiawaian yang luarbiasa tinggi dari seorang editor. Dan memang, kalau sesuatu tak rusak mengapa pula harus diperbaiki?

Apakah editor juga bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan pemasaran dan promosi melalui media?

Secara eksplisit, tidak. Hal itu adalah tugas associate publisher. Di Random House editor memang sangat terlibat dalam soal-soal tersebut. Ini adalah soal pengaturan dan kesepakatan di masing-masing penerbit. Tapi biasanya editor berhak mengusulkan jumlah oplah cetakan pertama dan cara-cara memasarkan sebuah buku.
Apakah editor dan pengarang perlu senantiasa membahas aspek pemasaran sebuah buku?

Boleh-boleh saja. Tapi yang menjadi persoalan ialah, apakah cara pandang editor dan cara pandang pengarang tentang pemasaran sebuah buku sama?

Seorang pengarang boleh saja memiliki harapan atas pemasaran bukunya. Tapi harapan itu hendaklah realistis. Jika anda menulis novel yang sangat serius tentang persoalan X, atau jika Anda menulis biografi tentang seorang pemain polo yang tak begitu terkenal yang hidup di abad kesembilanbelas, maka mengharapkan buku itu menjadi sebuah bestseller adalah sesuatu yang tidak realistis. Dan karena itu juga anda tak bisa mengharapkan sebuah penerbit mengalokasikan anggaran promosi sampai 100.000 dolar untuk buku seperti itu.
Kalau ada editor yang menjanjikan bahwa buku seperti itu bisa menjadi bestseller, maka editor tersebut pasti bohong.
Apakah ada saran yang bisa Anda berikan kepada pengarang yang sedang mencari editor?

Pertama, carilah agen. Untuk mendapatkan editor, anda harus lebih dahulu mendapatkan agen. Terutama bagi para penulis fiksi, langsung berhubungan dengan editor adalah hal yang sangat sukar untuk dilakukan. Tapi halnya akan lain, bila penulis itu sedang mengikuti lokakarya penulisan di perguruan tinggi. Dalam lokakarya penulisan yang baik, biasanya para dosen pembimbing telah memiliki kontak langsung dengan editor atau agen.
Mengapa, dewasa ini, semakin sukar saja bagi seorang penulis untuk mendapatkan seorang editor atau penerbit? Atau, sebaliknya, mengapa semakin sukar saja bagi seorang editor atau penerbit untuk mendapatkan seorang penulis yang baik?

Karena semua orang cenderung menganggap bahwa pekerjaan menulis dan membuat buku itu sebagai sesuatu yang mudah. Kalau anda berada di sebuah pesta maka akan ada saja seseorang-entah tukang pipa atau tukang binatu-yang datang kepada anda dan berkata, “Saya mempunyai kisah hidup yang menarik. Saya mau menuliskannya menjadi sebuah buku…” Hal yang sama tidak pernah anda dengar dalam kaitan dengan keahlian bedah otak atau mendaki gunung. Anda tak pernah mendengar seseorang berkata, “Wuah, operasi otak itu sangat luar biasa. Saya juga mau mengoperasi otak.” Atau, “Wah, pengalaman mendaki Mount Everest itu sangat luarbiasa. Saya juga mau mendaki Mount Everest.”

Entah mengapa, semua orang merasa mampu dan ingin menjadi penulis. Saya tidak tahu apakah ini baik atau tidak, tapi akibatnya penerbit kebanjiran naskah. Dan ini memperlambat proses penerbitan. Penerbit harus menggunakan sebagian dari waktunya untuk meneliti naskah-naskah tersebut; memisahkan gandum dari jerami. Memang, ada orang lain yang bisa dibayar untuk meneliti naskah-naskah tersebut. Tapi pekerjaan ini tetap menyita waktu penerbit secara keseluruhan. Akhir-akhir ini ada kecenderungan orang untuk menganggap, bahwa kalau bukunya tidak menjadi bestseller maka hal itu disebabkan karena kurangnya perhatian dan waktu yang diberikan oleh editor terhadap naskahnya.

Apakah ada pengarang-pengarang berbakat yang karyanya mubazir karena mereka tidak berhasil menemukan penerbit?

Mungkin ada. Tapi saya rasa jumlahnya kecil sekali. Sebab, menurut hemat saya, kalau penulis itu memang berbakat, akan ada saja jalan baginya untuk dikenal dan diketahui oleh editor atau penerbit.
Catatan:

1. David Rosenthal bekerja untuk sebuah imprint bernama Little Random, yang menjadi bagian dari Random House, Inc. Dan di dalam Random House terdapat pula imprint-imprint lain seperti Random House sendiri, Alfred A. Knopf, Pantheon, Crown, Vintage, Ballantine Books, Fawcett Books, Fodors Travel Books dan–seperti kata Rosenthal–”Entah apa lagi, hanya Tuhan-lah yang tahu…” Random House, yang berdiri sejak tahun 1939, adalah sebuah perusahaan penerbitan buku yang terbesar di dunia.
2. Tulisan ini diambil dari buku “Book Editors Talk to Writers”, sebuah buku kumpulan transkripsi wawancara tentang aspek editorial. Pewawancara dan Penyunting: Judy Mandell. Penerbit: John Wiley & Sons, Inc.
3. Penterjemah: Mula Harahap
http://mulaharahap.wordpress.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar