24 Juli 2009

Ayah Ada tetapi Tidak Berperan

25 Juli 2009


...Ayah, kapan datang lagi?" kata Nao, yang sekarang berusia 23 tahun, mengakui,
"Sebelum saya masuk sekolah dasar, saya jarang melihat Ayah. Pernah ketika ia
hendak pergi, saya memohon kepadanya, "Ayah nanti pulang kah?"


Hubungan keluarga seperti yang dialami Nao dengan ayahnya menggerakan penulis asal Polandia Piotr Szczukiewicz untuk mengatakan, "Tampaknya ayah adalah figur penting yang hilang dari keluarga." Memang, banyak ayah yang tinggal bersama keluarga mereka dan menyediakan nafkah. Namun, sebagaimana dikatakan majalah Prancis, Capital, "banyak sekali ayah yang cukup puas untuk sekadar memberi nafkah, tetapi tidak mau menjadi pendidik".

Seringkali, sang ayah ada dalam keluarga tetapi tidak berperan dalam kehidupan anaknya. Perhatiannya terfokus di tempat lain. "Bahkan [jika sang ayah] ada secara fisik," kata majalah Prancis, Famille chretienne, "ia bisa absen secara psikologis." Mengapa dewasa ini ada begitu banyak ayah yang absen secara mental dan emosi dari keluarga mereka?

Sebagaimana dijelaskan jurnal di atas, alasan yang mendasar ialah, "ia tidak memahami apa peran seorang ayah dan suami". Kebanyakan ayah berpandangan bahwa untuk menjadi ayah yang baik, seseorang cukup membawa pulang gaji yang memadai. Sebagaimana dinyatakan penulis Polandia Josef Augustyn, "banyak ayah mengira bahwa mereka adalah orang tua yang baik karena mereka memberi nafkah untuk keluarga". Tetapi, memberi nafkah hanyalah bagian dari tanggung jawab seorang ayah.

Faktanya ialah, anak tidak menilai martabat ayah mereka berdasarkan jumlah uang yang ia peroleh atau seberapa mahal hadiah yang mungkin ia berikan kepada mereka. Sebaliknya, apa yang sebenarnya diinginkan seorang anak—jauh melebihi hadiah materi—ialah kasih, waktu, dan perhatian ayah mereka. Inilah yang benar-benar penting bagi mereka.

Perlunya Memeriksa Kembali
Menurut laporan dari dari Dewan Pusat Pendidikan Jepang, "para ayah hendaknya memeriksa kembali gaya hidup mereka, yang terlalu tercurah untuk pekerjaan". Pertanyaannya: Bersediakan seorang ayah membuat penyesuaian demi anaknya? Sebuah penelitian yang dilaporkan dalam surat kabar Gießener Allgemeine di Jerman menyatakan bahwa para ayah yang diwawancarai tidak mau mendahulukan anak di atas karier mereka.

Perasaan anak dapat sangat tertusuk apabila mengetahui bahwa sang ayah kurang memedulikan mereka. Lidia, sekarang berusia 21 tahun, masih ingat dengan jelas seperti apa ayahnya sewaktu ia masih kecil di Polandia. Lidia menjelaskan: "Ia tidak pernah berbicara kepada kami. Kami hidup didunia yang berbeda. Ia tidak tahu kalau saya suka diskotik ." Demikian pula, Macarena, gadis berusia 21 tahun dari Spanyol, menceritakan bahwa ketika ia masih kecil, ayahnya "selalu berakhir pekan bersama teman-temannya untuk bersenang-senang sendiri, dan beberapa kali tidak pulang-pulang berhari-hari".

Mana yang Seharusnya Didahulukan
Kebanyakan ayah mungkin sadar bahwa mereka memberikan terlalu sedikit waktu dan perhatian kepada anak mereka. Seorang ayah di Jepang yang memiliki seorang putra remaja mengatakan, "Saya berharap anak saya mau memaklumi keadaan saya. Saya selalu memikirkan dia, bahkan sewaktu saya sibuk." Namun, apakah problemnya akan tuntas dengan sekadar berharap bahwa seorang anak akan memaklumi ayahnya?

Tidak diragukan lagi, upaya yang sungguh-sungguh—ya, pengorbanan—dibutuhkan untuk untuk memuaskan kebutuhan seorang anak. Jelaslah, memberikan apa yang paling dibutuhkan seorang anak—yakni kasih, waktu, dan perhatian—tidaklah mudah*
Juga benar bahwa anak-anak tidak dapat bertumbuh dengan baik hanya dengan hal materi. Sebagai ayah, apakah Anda bersedia mengorbankan apa yang mungkin sangat berharga bagi Anda—waktu atau mungkin kemajuan karier Anda—agar bisa memberikan waktu dan perhatian untuk anak Anda?

Mainici Daily News terbitan 10 Februari 1986 menceritakan mengenai seorang ayah yang menyadari betapa pentingnya anak-anaknya. Harian itu melaporkan, "Seorang pejabat tinggi di Jawatan Kereta Api Nasional Jepang (JNR) memilih mengundurkan diri daripada berpisah dengan keluarganya." Surat kabar itu lalu mengutip pernyataan pejabat itu, "Pekerjaan direktur jenderal dapat dijabat oleh siapa saja. Tetapi sayalah satu-satunya ayah bagi anak-anak saya."










Tidak ada komentar:

Posting Komentar